08. Suara Aneh

6 0 0
                                    

Suara jarum jam terdengar merdu—berderak—seakan memberitahukan waktu tak bisa menunggu siapapun. Seorang dara jelita memasuki rumah yang tampak sunyi seakan tak berpenghuni. Rumah yang dulu penuh dengan kehangatan di setiap sudutnya kini menunjukkan sisi suram dan rapuh seperti memberi isyarat bahwa pemilik dari rumah megah tersebut telah tiada membawa bersama segala kehangatan dan kenangannya. Sudah 13 tahun lamanya, begitupula dengan dibencinya putri tunggal dari pemilik rumah mewah tersbeut.

Gisel masuk lebih dalam, suara alas kakinya yang beradu dengan lantai marmer menjadi melodi pemecah kesunyian di rumah megah tersebut. Gisel berhenti sejenak kembali menatap rumah tersebut dengan pandangan menerawang, tidak terlalu perduli dengan kesunyian yang menyelimuti sosoknya.

Tidak berselang lama suara helaan nafas lelah keluar dari bibir ranumnya. Dia sedikit berpikir ke mana mereka, yang biasanya akan selalu menunggu untuk mengejeknya di setiap kesempatan.

"Apa mereka meninggalkan rumah ini bersamaku?" gumamnya pelan. Siaran terdengar lirih.

Gisel menggeleng pelan kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke lantai dua karena waktu yang terus berlalu dan dirinya belum juga bersih-bersih.

"Ish ... Kenapa gue harus mikirin anak pungut itu sih, ga penting banget," ujarnya di sela langkah menuju ke dalam kamarnya yang berada di lantai dua.

Setelah menyelesaikan segala rutinitasnya, Gisel naik ke kasur king size-nya, ia lantas mengambil benda pipih yang tergeletak tak berdaya di atas nakas. Dirinya ingin melihat ada informasi apa saja yang sudah dia lewatkan.

"Apa mereka udah lupa ya sama perjodohannya? Bagus deh, berarti gue masih bisa bebas," tutur Gisel sembari bersiap-siap untuk beristirahat karena jujur saja seharian ini dirinya sangat lelah.

Tiba-tiba tangan Gisel membeku saat akan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Ekspresinya menjadi salah dan sudut bibirnya berkedut, meskipun terdengar lirih Gisel masih bisa mendengar suara seorang wanita dan pria yang saling beradu kasih, tentu saja Gisel tahu apa yang sedang mereka lakukan. Karena dia mempelajari hal tersebut mengenai reaksi fisiologis manusia saat sedang berhubungan.

Gisel menggelengkan kembali kemudian turun dari tempat tidurnya dan mencari keberadaan headphone-nya agar dirinya bisa gunakan untuk menyumbat telinganya sendiri, karena jujur saja meskipun dia seorang wanita dewasa yang paham akan hal tersebut tetap saja dia sangat malu jika mendengar atau melihatnya secara langsung.

"Astaga, apa itu, kenapa mereka melakukannya di sini, dasar tidak tau tempat," gerutu Yasmin sebal karena dia tidak nyaman mendegar desahan Elis yang seperti ayam kejepit.

"Mereka berani juga lakuin hal itu di rumah." Gisel menggeleng pelan seakan takjub akan tindakan tak senonoh mereka, tapi Gisel tak ingin terlalu memperhatikan masalah tersebut, tidak ada raut wajah sakit hati pada wajahnya seakan pria yang sedang bergumul dengan saudara tirinya hanya orang asing, toh mereka juga sudah resmi berpisah. Gisel menguap kemudian kembali bersiap-siap untuk tidur karena jujur saja sangat kelelahan ia berharap bisa tertidur meskipun hanya satu jam saja.

Tiba-tiba suara nyaring dari ponselnya yang ia letakkan tak jauh dari bantalnya terdengar yang membuat Gisel menarik nafas lelah, meskipun dengan berat hati Gisel tetap mengambil ponselnya untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Tuhan, jika hal yang datang ini tidak penting, gue bakalan marah." Gisel berucap dengan nada sedikit kesal dan lesuh karena kantuk yang benar-benar menguasainya.

Tanpa melihat id penelepon Gisel menggeser icon berwarna hijau untuk menjawab panggilan tersebut dengan suara yang lesuh Gisel berucap kepada seseorang yang sedang menelponnya, "Halo, ada yang bisa saya bantu?"

Extraordinary Girl : AnaWhere stories live. Discover now