Bab 3 - Restin Orion Gelantra.

64 28 40
                                    

"Dia ada, tapi tidak ada."

Yang bisa jawab?

"FERRARI, LO JAHAT BANGET BANGSAT, MASA LO NINGGALIN GUE SENDIRIAN DI SINI? LO NGGAK MAU NEMENIN GUE DI HUKUM LAGI SAMA PAK GOTRO?!" Baru saja Ferrari menerima panggilan masuk dari sahabatnya di kampung, gadis itu langsung menjauhkan benda pipihny...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"FERRARI, LO JAHAT BANGET BANGSAT, MASA LO NINGGALIN GUE SENDIRIAN DI SINI? LO NGGAK MAU NEMENIN GUE DI HUKUM LAGI SAMA PAK GOTRO?!" Baru saja Ferrari menerima panggilan masuk dari sahabatnya di kampung, gadis itu langsung menjauhkan benda pipihnya dari telinganya, takut gendang telinganya pecah.

"Heh, Plentus! Suara lo pelanin dikit kenapa? Telinga gue bisa rusak gara-gara suara lo, ya, babi!" Sahut Ferrari nyolot.

Plentus, nama panggilan untuk sahabat laki-lakinya yang ada di kampung. Sebenarnya nama sahabatnya cukup keren, tapi Ferrari tidak mau memanggil nama asli dari sahabatnya itu. Plentus itu panggilan kesayangan gue buat sahabat masa kecil gue. Begitulah dengan gampangnya gadis itu menggelak.

"Bisa-bisanya lo pindah tanpa ngasih tau gue, Fer, sumpah, lo jahat banget ... lo bukan sahabat gue lagi sekarang ... " Ucap Restin dramatis, suaranya berubah 180° menjadi lirih.

Namanya Restin Orion Gelantra, laki-laki yang selama ini sudah menjadi sahabat Ferrari sejak mereka berdua umur tujuh tahun. Sudah di pastikan mereka saling mengenal hal baik buruknya karakter masing-masing. Namun sayang, mereka harus di pisahkan dengan jarak saat usianya menginjak tujuh belas tahun. Ferrari ikut pindah Papa nya ke Jakarta, menepat di sana, sedangkan tidak dengan Restin, laki-laki itu tetap tinggal di Purworejo, melanjutkan sekolahnya di sana dengan tekad yang mau tidak mau.

Jangan bangga dengan pertemuan, itu hanya alibi takdir untuk mengenang seseorang dengan amat sedih di kemudian hari setelah kepergian.

Ferrari berdecak, gadis itu sembari membuka jendela kamarnya dan di sambut udara yang menelusuk dingin, "Nggak usah lebay deh, Tus, gue juga bakalan balik kali kalau ada acara keluarga di sana, lo kan tahu kalau gue masih punya nenek di sana," Jelas Ferrari dengan tawa khasnya.

Restin menghembuskan nafasnya kasar, jawaban Ferrari tidak berhasil membuat dirinya tenang, sudah dari sekolah dasar sampai jenjang menengah atas, Ferrari selalu ada di dekatnya, di sampingnya, selalu. Tentang kelakuan Ferrari yang terkadang membuat Restin gila, tapi, dia tidak mau kehilangan Ferrari, dalam bahasa lain, sahabatnya.

"Santai kali, besok gue susulin lo ke Jakarta, nongkrong di Caffe kita nanti, haha, biar kaya anak kota yang sesungguhnya," Sedih itu sudah pasti, hanya saja Restin tidak memperlihatkannya kepada Ferrari, biar dirinya saja yang rindu dengan sangat pada gadis itu.

Ferrari membulatkan matanya, kaget dengan ucapan Restin, "Anjing, lo mau pindah juga ke Jakarta? Mau ngapain anjir, lo pasti kangen sama gue, kan? Makanya nggak bisa terpisahkan dengan sahabat lo yang cantik bahenol ini?" Tuding Ferrari asal, sebenarnya dia tidak benar-benar serius dengan ucapannya, bercanda.

Setelah Kepergian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang