Our Moments at Dusk

1.4K 135 9
                                    


Hari ini adalah hari kedua mereka tinggal bersama-hari Jumat. Orang tua Erine telah memberi tahu bahwa mereka hanya akan pergi selama empat hari, jadi masih ada dua hari lagi yang harus mereka habiskan bersama. Saat ini, mereka berada di ruang tamu, menonton tayangan televisi yang terasa membosankan bagi salah satu dari mereka.

"Ayok," ajak Oline dengan semangat.

"Hah? Ayo ke mana?" Erine menatap Oline dengan bingung.

"Kemana aja! Kamu enggak jenuh apa, di rumah mulu?" Oline berusaha membujuk.

"Jujur, enggak," jawab Erine, tersenyum santai.

Oline mendengus kesal, "Huft." Suara hembusan napasnya menggambarkan kekecewaannya. Sebenarnya, niatnya ingin mengajak Erine jalan-jalan di sekitar kompleks perumahan ini. Meskipun ia tidak tahu jalan, yang terpenting baginya adalah keluar dari zona nyaman.

Erine memincingkan matanya melirik kearah Oline yang sedari tadi bosan terlihat dari gerak geriknya memandang langit-langit kamarnya yang luas dan juga sesekali melirik ke arah keluar jendela. Erine melirik jam dinding menunjukkan pukul 5 sore hari, waktu yang pas untuk sekedar ber-healing untuk sementara.

Melihat sahabatnya yang tampak jenuh, Erine tidak bisa menahan tawa kecil. Akhirnya, ia memutuskan untuk memecah keheningan. "Hmm, yaudah, ayo. Tapi bentar, aku mau ganti baju dulu." Ia menyaut, menerima permintaannya.

Ekspresi Oline yang tadinya lemah, lesu, dan lunglai seketika berubah menjadi semangat yang menyala. Wajahnya langsung cerah, seolah cahaya baru memasuki ruangannya.

"Alah enggak usahz mending gitu aja," cicit Oline dengan nada ceria, beranjak dari tempat 'perebahahannya' dan segera bergerak ke arah Erine. "Yang penting kita keluar, kan?"

"Gamau, aku mau ganti baju dulu. Ya kali aku keluar pakai kaya gini," ucap Erine sambil sesekali memperhatikan penampilannya di cermin kamar. Ia mengenakan baju oversize bergambar Spiderman, dipadukan dengan celana pendek biru yang mengungkap kakinya yang ramping.

"Ck, yaudah deh buruan!" Oline mendesak, merasa tidak sabar untuk segera keluar.

Selang beberapa saat, tak sampai lima menit, Erine keluar dari kamarnya. Kali ini, ia mengenakan pakaian santai yang tetap terlihat rapi-meski terkesan kasual, penampilannya tetap memikat. Ia memakai baju putih polos berlengan pendek yang menonjolkan kulitnya yang cerah, dipadukan dengan celana hitam training bercorak abu-abu yang nyaman.
Rambutnya yang panjang dikuncir rapi, memberikan sentuhan segar pada penampilannya.

Udah?" tanya Oline dengan ekspresi penasaran.

"Kamu nanya?" Erine menjawab dengan nada bercanda.

"Ngga," ucap Oline ketus, berusaha terlihat serius meski senyumnya tak bisa ditahan.

"Apalah, nggak seru," rengek Erine, menggoda sahabatnya.

Dasar dua bocah yang kurang briefing.
















"Cantik,"

"Makasih."














Menuju taman yang terletak tak jauh dari kompleks rumah Erine, suasana bahagia menyelimuti mereka meski hari ini bukanlah hari libur. Biasanya, taman ini dipenuhi pengunjung di akhir pekan, namun hari ini hanya tampak beberapa orang yang tengah bersantai menikmati sore yang hangat.

Oline meraih tangan Erine, mengaitkan jemari mereka agar tidak terpisah terlalu jauh. Dengan senyumannya, ia mengamati tangan sahabatnya yang mungil.

"Jari kamu kecil banget, sih," ujarnya, mencoba menahan tawanya.

ENCHANTED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang