“Tanpa kamu sadari, kehadiranmu adalah hal yang selalu aku syukuri.”
“Zea, lo kenapa sih? Gue perhatiin, dari tadi lo diem terus,” ungkap Flora Agustina, sahabat baik Shazea.
Mereka sedang berada di kantin SMA Zodika Wattapedi, tempat di mana Shazea dan Daren bersekolah.
“Gak apa-apa, gue lagi gak mood aja.” Shazea mengaduk jus alpukat dengan sedotan, tetapi tanpa berniat meminumnya. Hari ini, dia sedang tidak bersemangat melakukan apa-apa.
“Pasti gara-gara si Daren?” terka Flora, to the point’.
Shazea mengangguk. “Dia belum balas pesan gue dari pagi, boro-boro dibalas, diread aja enggak,” ujarnya seraya membuka aplikasi pesan.
“Sebenarnya, hubungan lo sama dia itu sebagai apa, Ze?” tanya Flora penasaran, karena setahu dia, Shazea sama sekali belum jadian dengan Daren.
Shazea yang semula menunduk lesu, mendongak dan menatap Flora yang sedang makan bakso.
“Gue juga bingung, Flo. Disebut pacar, tapi dia gak pernah nembak. Sebatas teman, tapi sikap dia lebih dari teman.” Shazea berucap sendu, perkataan Flora membuat moodnya buruk.
“Zea!” Panggilan Flora membuat Shazea tersentak, dia menatap nanar wajah sahabatnya.
“Flo, gue duluan ya.” Shazea bangkit dan berlalu meninggalkan Kantin.
“Apa ada yang salah dari pertanyaan gue?” tanya Flora pada diri sendiri. Dia semakin bingung dengan Shazea, mood sahabatnya yang satu itu memang susah ditebak.
Sepulangnya dari Sekolah, Shazea tidak langsung ke rumah, melainkan mampir ke Coffeshop.
Hari ini, dia nyetir sendiri, jadi bisa lebih leluasa mengekspresikan diri. Tidak bisa dipungkiri, Shazea benar-benar kepikiran dengan ucapan Flora. Perempuan berseragam putih abu-abu itu mencengkram kuat setir mobil, sesekali dia berteriak untuk menyalurkan suasana hatinya.
“Gue kenapa sih? Kenapa gak bisa terima sama pertanyaan Flora? Apa salah, kalo gue takut kehilangan Daren? Aaaaargh!” teriaknya kesal, karena setelah diingat-ingat dia dan Daren memang tidak ada hubungan. Kedekatan mereka mengalir begitu saja.
Setelah berkendara cukup lama karena terkena macet, Shazea tiba di halaman parkir. Menarik rem tangan, kemudian bergegas keluar dan tidak lupa mengunci mobil.
Perempuan dengan rambut yang diikat seperti ekor kuda itu melangkah masuk ke dalam Kafe.
“Mohon ditunggu ya, Kak,” seru seorang karyawan yang mencatat pesanan. Shazea melupakan kekesalannya, dia menyahut ramah seruan orang itu.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, pesanan Shazea sudah siap. Setelah membayar, Shazea dengan menu favoritnya mencari kursi kosong untuk dirinya tempati. Kebetulan, hari ini suasana Kafe lumayan ramai, jadi butuh usaha lebih untuk mendapatkan tempat duduk.
Tidak berapa lama, akhirnya Shazea menemukan meja kosong. Di pojok sana, tepat di dekat jendela kaca yang menjadi spot favoritnya ketika bersama Daren.
Ah, ngomong-ngomong soal Daren, perempuan bermata kelabu itu masih belum juga mendapatkan balasan pesan. Bahkan, pesan yang dari pagi dikirimnya pun masih centang abu-abu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Utuh tapi Runtuh
Teen FictionShazea tertawa miris, "Selamat atas kebahagiaan lo, Ren. Akhirnya, hati lo kembali utuh, tapi sekaligus hati gue ikut runtuh." *** Kedalaman cintamu hari ini adalah kedalaman lukamu di kemudian hari. Mencintai orang yang belum selesai dengan masa l...