8. Persiapan Ujian Akhir

4 3 2
                                    

"Aku tidak akan menemukanmu di antara mereka. Sebab, kamu berada di tempat istimewa yang kusimpan sejak lama. Apakah takdir bahagia akan berpihak pada kita?” 


Siswa kelas 12 berkerumun di dekat mading yang ada di depan kelas. Mereka sedang membaca pengumuman perihal ujian akhir yang tidak lama lagi akan dilaksanakan.

“Perasaan cepet banget waktu berlalu, rasanya baru kemaren kita kelas sepuluh, eh sekarang udah mau lulus aja.”

“Gue bakal kangen sama jajanan kantin, cowok-cowok basket yang biasa kita liat. Pokoknya, semuanya deh.”

“Gue bakal kangen sama pelajaran sih.”

Masih banyak lagi celotehan-celotehan yang terlontar dari siswa. Mereka begitu antusias dengan pengumuman tersebut. Namun, di sisi lain mereka juga merasa sedih karena akan berpisah dengan teman-temannya.

“Zea, nanti mau kuliah di mana?” tanya Flora setelah mereka ikut membaca isi pengumuman.

“Hm, gak tau, gue belum mikirin itu.” Shazea menjawab apa adanya. Dia sama sekali belum menentukan universitas.

“Ke UI aja, bareng gue.” Flora menghadangnya, sontak membuat mereka berhenti melangkah. 

“Gue masih bingung, Flo. Bagi gue, semua kampus itu sama bagusnya. Jadi, makin bingung mau milih yang mana.” Shazea membuang napas. Kemudian, tersenyum.

“Yah! Lo udah bikin harapan gue potek,” kelakar Flora, bahunya merosot. Sontak membuat Shazea terkikik di tempatnya.

“Flo, kuliah itu harus karena niat bukan atas dasar ikut-ikutan aja. Satu lagi, jangan terlalu berharap sama manusia, nanti sakit.” Tanpa sadar, dengan kalimat terakhir Shazea sudah memberi tamparan untuk dirinya sendiri.

Hening untuk sesaat. Shazea mengulum bibirnya, kemudian menggaruk kepala yang tidak gatal. Flora senyum-senyum sendiri melihat tingkahnya.

“Woy!” Suara bariton membuat mereka tersentak. Kemudian, menoleh ke sumbernya.

Daren berjalan ke arah mereka, tersenyum dan menyapa seperti biasa, membuat Shazea dan Flora tidak lagi membahas perkara kuliah.

“Mau ngapain lo?” tanya Flora ketus, sejak kejadian watu itu membuatnya tidak bisa bersikap ramah kepada Daren.

“Masih sensi aja sih, Flo. Gue ‘kan udah baikan sama Zea, harusnya kita juga bisa temenan lagi kayak dulu. Iya ‘kan, Ze?” Mengangkat satu alisnya, Daren tersenyum ke arah Shazea. Perempuan itu hanya mengulas senyum saja.

“Hm! Ya, gimana, ya, abisnya gue gak percaya sama lo. Secara, lo itu manipulatif!” seloroh Flora tanpa memikirkan perasaan pemuda yang berada di depan mereka.

Shazea menyikut Flora, meminta dia untuk tidak terlalu membesar-besarkan masalah. Toh, sekarang mereka sudah berteman seperti biasanya. Namun, bukan Flora namanya jika dia memaafkan begitu saja.

Tidak ingin menimbulkan keributan, Daren mengenyampingkan urusannya dengan Flora dan lebih memilih berbicara kepada Shazea.

“Udah mau ujian, gimana kalau kita bikin kelompok belajar?” Dari caranya menatap Shazea, seolah terbesit perasaan bersalah terhadapnya. Daren sedikit malu.

Utuh tapi Runtuh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang