11. Kerja Kelompok

6 0 0
                                    

Kamu sekokoh batu karang, setenang laut yang dalam. Namun, kepalamu selalu riuh oleh segala hal.


Hari yang cerah, matahari bersinar, awan putih menghiasi langit biru yang indah. SMA Zodika Wattapedi sedikit lebih tenang daripada waktu pagi. Semua muridnya sudah berangsur pulang, hanya beberapa saja yang masih tinggal.

“Ren, tangan lo kenapa?” Shazea meraih tangannya, menilik-nilik luka yang sebagiannya ditutupi plester.

Tidak langsung menjawab, Daren hanya menatap kosong lurus ke depan. Terlihat, beberapa siswa yang sedang sibuk dengan berbagai aktivitas.

Shazea memindai pemuda tersebut. Kemudian, mengulurkan tangan guna memalingkan wajah Daren dengan lembut agar mereka saling berhadapan. Ditatapnya Daren dengan lekat.

“Ren, apa yang udah terjadi? Kalau lo butuh temen buat cerita, gue ada di sini dan siap dengerin semuanya.” Shazea berkata tulus.

“Gue lagi capek sama semuanya. Kerjaan, sekolah dan ....” Perkataannya terjeda karena Daren lebih dulu menyadari situasinya.

Mereka sedang berada di koridor, menunggu Flora yang katanya akan meminjam buku ke Perpustakaan. Bel pulang sekolah sudah lama berlalu, tetapi mereka masih di sana karena akan pergi ke rumah Daren untuk belajar kelompok seperti yang sudah direncanakan.

“Dan, apa?” tanya Shazea hati-hati sekali. Dia takut pemuda itu tertekan.

“Dan, capek jadi cowok ganteng karena ditempelin cewek cantik. Kayak, lo gini.” Daren tersenyum tengil, alisnya naik dan turun. Shazea tercekat, tidak menyangka jika temannya sereceh ini.

Refleks, Shazea melayangkan tamparan ke wajah Daren yang masih dia pandangi tersebut.

“Aw! Bekas tangan lo panas banget.” Daren memegangi pipinya yang terasa kebas.

“Eh! Sorry!” Spontan, Shazea menarik tangannya dan menyembunyikannya ke belakang.

“Cewek kalau udah nabok, kekuatannya gak maen-maen. Tadi pagi, lo sarapan apa sih?”

“Makan pasir sama semen. Puas lo?!” kelakar Shazea seraya tertawa.

“Pantesan.” Daren ikut tertawa. Hatinya bisa sedikit lega hanya dengan lelucon sederhana.

Suasana hati Daren bisa sedikit teralihkan dari rumitnya masalah keluarga. Dia tidak membiarkankan siapa pun dapat melihat cela dalam kehidupannya. Itu sebabnya, sebisa mungkin dia bersikap seolah biasa-biasa saja.

Di saat mereka asyik berbincang, Flora dan kedua teman Daren datang, mereka tampak sudah akrab.

“Woy! Berduaan aja lo pada, entar orang ke tiganya setan. Ih, ngeri!” seru salah satu teman Daren, Zio.

Shazea dan Daren menoleh bersamaan. Mereka yang semula duduk di bangku panjang, mengubah posisinya menjadi berdiri sejajar.

“Heh, Bangsul! Orang ke tiganya ‘kan lo!” seloroh Daren, menimpali Zio.

“Tapi, gue datang bertiga, jadi bukan setan.” Zio berkilah. Niat hati menistakan, tetapi malah dinistakan.

“Yeuh! Serah lo, deh!” Daren akhirnya mengalah saja.

Utuh tapi Runtuh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang