setelah sekian lama

254 8 0
                                    

Happy reading

5 tahun telah berlalu.

Hingga kini Andreas tidak menemukan keberadaan Dea, setelah kejadian itu. Dea benar-benar menghilang bagai ditelan bumi.

Andreas sudah mengutus orang kepercayaan untuk melacak keberadaan Dea. Sayangnya tak satu orang pun yang berhasil.

"Dika, apa jadwal saya selanjutnya?"

tanya Andreas.

"Tidak ada tuan. Anda free selama tiga jam ke depan."

Balas Dika. Ia adalah asisten pribadi Andreas.

"Baiklah, kau tetap disini. Saya ada urusan sebentar."

Andreas ke luar dari ruanganya. Entah mengapa ia tiba-tiba merasa begitu gerah dan penat. Akhirnya memutuskan untuk mencari angin.

Andreas memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Menikmati padatnya jalan.

Andreas menghentikan mobilnya. Tepat di sebuah taman. Taman yang tak jauh dari taman kanak-kanak.

Andreas turun dari mobil mewahnya. Dengan setelan jas mahalnya ia berjalan menuju taman.

Duduk di sebuah kursi berwarna putih. Baru kali ini Andreas melakukan hal seperti ini. Duduk seorang diri di taman layaknya bukan bos.

Melihat anak-anak bermain membuat hati Andreas tersentuh. Ia jadi teringat akan mendiang adiknya.

"Kakak Andre ayo kejar Nana."

"Hahaha kak Andre terus, tangkap Nana kalau bisa."

Bayangan adiknya saat bermain dulu. Membuat hati Andreas terasa perih. Ia merindukan sosok Nana dalam hidupnya.

Lamunan Andreas terhenti akan suara anak-anak itu. Ia terfokus pada satu objek. Dimana anak itu seperti di sudutkan oleh temannya yang lain.

Ingin mengabaikan suara itu. Namun, perkataan bocah itu, selanjutnya membuat Andreas tertarik.

"Tenapa ci talian celalu dandu cai,"

"Cai calah apa."

Samar-samar ia mendengar celoteh cadel salah satu dari bocah TK itu.

Andreas masi mengabaikan hingga sura itu berubah menjadi tangis.

Andreas bangkit dari duduknya dan mendekat pada gerombolan bocah tadi.

"Hei kenapa kalian berkelahi."

Andreas mencoba mendekati mereka.
Ia berjongkok mensejajarkan dirinya dengan boca-bocah itu.

"Uncle meleta celalu ejek Cai. Meleta bilang Cai tidak punya papa. Hiks"

Perkataan bocah yang tengah menangis membuat Andreas tertegun. Ia merasa kasihan pada anak itu.

"Memang benal, Kai tidak punya papa cepelti Kita."

"Benal."

"Kalo Kai punya papa ayo bawa papa Kai kesini." Sahut yang lainnya.

Membuat tangis bocah bernama Kai semakin menjadi. Andreas pun ikut pusing. Anak-anak sekarang sungguh tidak seperti pada masanya.

Dulu mana ada buly-bulyan begini. Sekarang masi TK saja mereka sudah pandai membully teman.

Andreas menggelengkan kepala.

"Gak boleh ngomong gitu sama temannya." Andreas mencoba menenangkan Kai. Juga menasehati teman Kai.

"Kai bukan teman kita." Sahut bocah itu serentak.

Lagi Andreas di buat syok dengan tingkah bocah sekarang. Setelah berkata demikian mereka berlari meninggalkan Kai seorang diri.

AndreasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang