Pertemuan

152 50 39
                                    

Mirsyah duduk santai di taman rumah yang dipenuhi dengan tanaman hias hijau dan setengah lainnya adalah bunga yang berwarna-warni. Taman tersebut tidak besar namun sangat sejuk dan menawan karena menyatu dengan samping kiri rumah putih yang didesain minimalis. Mirsyah duduk di kursi putih yang terletak di tengah taman sambil memainkan gitar miliknya.

"Mas.. Ini handphone Mas Mirsyah bunyi terus. Kayaknya cewek itu nelpon, angkatlah Mas kasian dia tuh." Raline datang dari dalam rumah lalu melempar handphone.

Mirsyah otomatis berhenti memainkan gitar akustiknya lalu tangannya menyambut handphone miliknya. Mirsyah menarik napas panjang dan tidak marah atas perlakuan adiknya barusan. Mirsyah tidak peduli dengan handphone yang terus berdering dan membuang pandangannya ke jalanan di seberang pagar putih yang di sekitarnya banyak tanaman merambat.

Detik demi detik berlalu, matanya malah berpapasan dengan seorang gadis yang lewat di depan rumahnya. Gadis itu berhenti, kebetulan pintu pagar itu terbuka sedikit sehingga dia bisa melangkah masuk. Mirsyah langsung berdiri dari duduknya untuk menghampiri gadis yang berbaju putih dengan celana warna pink. Rambut kuncir dua dan di kepang.

"Maaf, cari siapa ya?" sapa Mirsyah ke gadis itu.

"Ini beneran Mirsyah kan?" balas gadis tersebut dengan mata yang berbinar.

"Iya, dengan saya sendiri?"

Gadis itu loncat-loncat sambil menutup mulutnya yang setengah histeris.

"Akhirnya, aku sampai di sini. Yeah!" Gadis itu berseru-seru kegirangan. Mirsyah melongo melihat pemandangan di depannya.

"Wah, mari kita tes!" Gadis itu kemudian bermain ponsel.

Ponsel Mirsyah langsung berbunyi nada dering pada ponsel yang ada stalkernya itu. Mirsyah bergumam pelan, 'jangan-jangan?' dan benarlah saat setelah ia merogoh ponsel dari saku celananya.

"Aku Rilis, penggemar Down To My Radar. Masih ingat kan sama yang stalking kamu dan chat kamu tiga bulan lalu? Aku stalking lebih jauh lagi terus dapat deh alamat kamu. Uh, keren banget kan?"

Rilis tertawa renyah sambil lihat-lihat taman, "tamannya bagus banget, segar jadinya!"

Mirsyah mematung tidak percaya, dia langsung mundur dan membawa dirinya sendiri untuk duduk di kursi taman lalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan dia meninggalkan jejak alamat yang detail. Matanya tertunduk ke rumput manila dan alisnya berkerut. Rasanya selama ini dia sudah menjaga privasinya serapi mungkin. Memang benar di forum kucing dia menyebutkan daerahnya, tapi tidak dengan posisi letak rumahnya. Kenapa ini bisa terjadi? Kepala Mirsyah di bombardir berbagai pertanyaan.

Setelah berpikir Mirsyah mendekat ke arah gadis itu, kira-kira berjarak 2 jengkal.

"Bagaimana kamu mendapat alamat lengkap dan mengetahui wajah asli saya?" Mirsyah menunjuk-nunjuk wajahnya.

"Ya aku stalking, terus ada nomor kamu yang waktu kehilangan kucing itu." Rilis menjawab dengan polosnya.

"Bukan, maksud saya kok bisa tahu sampai letak rumah saya?" Mirsyah berdiri lalu melipat kedua lengannya.

Rilis mundur selangkah, menyadari tatapan Mirsyah yang mengintimidasi serta suasana yang menjadi suram di sekitar.

"Jangan takut, saya cuma mau tau." Tatapan Mirsyah melembut dengan bola mata hitam yang pekat.

"Hmm, gimana ya aku akan mengatakannya?" Rilis menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Mata Mirsyah kembali mengintimidasi lawan bicara di depannya.

"Sebenarnya setelah dapat nomor handphonemu, aku iseng-iseng buka aplikasi nama kontak. Terus aku menemukan kontakmu dengan nama panjang 'Si Mas Jamet dari Fakultas Ekonomi', itu pasti temanmu yang menulisnya."

Mirsyah berusaha tetap tenang, itu jelas adiknya Raline yang berbuat demikian.

"Terus bagaimana?" tanya Mirsyah.

Rilis tersenyum. "Aku yakin kamu masuk kuliah 5 tahun lalu, kemudian aku mencari namamu di internet."

Mirsyah ber-oh pelan.

"Kamu tau apa yang aku temukan?" Rilis kembali melempar pertanyaan.

"Tahu, kamu menemukan file skripsi saya." Balas Mirsyah yakin.

Mirsyah langsung tahu dan teringat skripsi itu dengan sejuta kebanggaan tertulis seluruh nama keluarganya di sana. Tapi bukan itu, bukan dari situ stalker ini mengetahui alamat rumahnya. Dia juga ingat tidak menuliskan alamat detail di sana.

"Aku dapat file skripsi kamu dengan ucapan terimakasih untuk keluarga kamu. Aku tau nama seluruh keluarga intimu dari sana. Tapi waktu aku cari di media sosial Instagram, cuma Raline yang pakai nama aslinya. Dan kamu pasti tau isi sosial media adikmu kayak apa." Rilis tertawa kecil.

Mirsyah tercengang mendengar hal itu, kini dia tahu jawabannya. Lagi-lagi Raline, adik perempuan paling bungsu yang baru kelas 2 SMP itu menjadi penyebab stalker tahu alamat mereka.

Mirsyah tak tahu isi sosial media adiknya jadi dia segera membuka ponsel lalu mencari nama adiknya di pencarian. Lihatlah foto-foto beserta captionnya jelas memudahkan orang lain untuk tau. 'Nemenin Mas main piano, bersama kucing-kucing tersayang, bermain di taman depan rumah.' Belum lagi lokasi yang di pasang di setiap foto sangat akurat dengan rumah itu.

Mirsyah mendongak ke langit lalu mengusap wajahnya dengan satu tangan.

Gadis itu berdehem.

"Karena aku sudah disini, apa aku boleh lihat kamu bermain piano secera langsung? Oh ya dengan kucing terbaru kamu juga yang sering kamu ajak live streaming akhir-akhir ini. Kebetulan aku cat lover juga, lho." Rilis memelintir rambut kepangnya.

"Oh iya, Namanya Tayo kan? Wah dia itu lucu banget, bulu putih, mata biru. Uh, gemes!" Rilis menambahkan dan berharap Mirsyah mengiyakan keinginannya.

"Tidak bisa." Mirsyah menjawab dingin.

"Kenapa? Aku sudah jauh-jauh kesini, kamu tidak kasian padaku?" Wajah Rilis memelas.

"Saya tidak bisa mempercayai orang yang baru dikenal." Terang Mirsyah.

Gadis itu ber-oh pelan, lengang sejenak di antara mereka.

"Pulanglah." Mirsyah melangkah masuk menuju teras rumahnya.

"Kalau saja," gadis itu nyeletuk lalu Mirsyah berbalik arah.

"Kalau saja kamu mengenalku dengan baik, apa kamu mau bermain piano untukku?" Gadis itu mengharapkan jawaban positif dari Mirsyah.

Tapi Mirsyah tidak menjawabnya, satu anggukan atau gelengan pun tidak. Lebih tepatnya ia tidak tahu mau menjawab apa. Gadis itu kemudian tersenyum.

"Aku akan menunggu jawabanmu, dan mulai hari ini kita berdua dalam proses pengenalan. Deal?" Rilis beranjak mendekati Mirsyah dan menjulurkan tangannya.

Mirsyah tak bergerak sedikitpun bahkan dia enggan mengeluarkan tangannya dari saku celana untuk membalas ajakan jabat tangan gadis itu. Mata mereka saling bertemu.

Wajah diam Mirsyah dan wajah ceria Rilis sangat kontras di teras putih rumah minimalis itu. Angin memainkan rambut Mirsyah yang hitam pekat dengan gaya belah tengah.

"Pulanglah!" Terang Mirsyah, lalu membalikkan badannya untuk segera membuka pintu rumah.

Gadis itu menghela napas panjang dan menurunkan kembali tangannya. Dengan perasaan kecewa ia berbalik arah dan menuruni anak tangga teras.

"Hati-hati di jalan," kata-kata itu muncul begitu saja dari mulut Mirsyah sebelum saat Mirsyah hendak menutup pintu.

Pintu itu belum tertutup sempurna, dan Mirsyah merasakan dorongan kuat dari luar.

"Deal!" gadis itu menarik paksa tangan Mirsyah. Mereka akhirnya bersalaman.

Gadis itu tertawa renyah sedangkan Mirsyah mematung tak tahu harus berbuat apa.

"Aku pulang dulu ya! Do wn to my ra dar," Gadis itu berpamitan sambil setengah mengeja username Youtube Mirsyah.

"Bye-bye!" Lambaian tangan itu memecah lamunan Mirsyah yang mengintip di balik gorden.

Sekarang gadis itu telah menghilang di balik pagar putih. Mirsyah menarik napas panjang, bagaimana pun ini kali pertama ia mendapati hal semacam ini.

DOWN TO MY RADARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang