Seberapa Besar Rasa Cintamu?

99 43 32
                                    

"Kok bisa hilang?" tanya Rilis.

Rilis dan Mirsyah menghambur memasuki ruangan kucing. Di sana kucing-kucing lainnya masih ada, namun yang satu itu, yang paling disayang Mirsyah dan adik-adiknya. Kucing putih bermata biru yang sering ia masukkan ke videonya di YouTube.

"Tidak tahu Mbak, mungkin tadi kucingnya kabur lewat pintu yang kebuka atau apalah." Tutur Raline.

"Raline tadi sudah mencari di seluruh rumah Mas, tapi tetap tidak ada."

Mirsyah mengerutkan dahinya, rasanya pintu-pintu di rumah ini selalu di tutup kalau kucing mereka keluar dari ruang kucing. Kucingnya pun selalu dijaga supaya tidak keluar rumah sembarangan. Bukan apa-apa, Mirsyah hanya takut kucing-kucing kesayangannya hilang lagi seperti dulu.

"Bagaimana ini Mirsyah? Semoga ini tidak akan kayak kucing-kucingmu yang dulu. Kehilangan kucing kesayangan itu sangat menyakitkan." Rilis takut-takut melirik Mirsyah yang ada di sebelahnya.

Mirsyah memutar bola matanya ke arah Rilis lalu berlalu begitu saja meninggalkan Rilis dan Raline. Ia menaiki anak tangga menuju studio kecil yag ada di kamar besarnya. Lihatlah, jendela yang ia gunakan untuk melihat stalkernya sewaktu di teras tadi terbuka sedikit. Ia memang tidak menutupnya setelah membukanya tadi. Mirsyah mengusap wajahnya dengan kedua tangannya dan kembali menuruni anak tangga.

"Mas mau mencari Tayo, kan? Ikut!" pinta Raline.

"Ikut juga!" Rilis mengangkat tangan kanannya.

Mirsyah menjawab dengan satu anggukan.

Mereka berpencar mencari Tayo, Mirsyah satu paket dengan Rilis sedangkan Raline mengambil jalannya sendiri ke RT sebelah. Mirsyah dan Rilis kini menyusuri halaman tetangga namun nihil, Tayo tidak ditemukan. Padahal mereka sudah memanggil-manggil nama Tayo sedari tadi. Rilis benar-benar mengekori Mirsyah dan sekarang mereka sudah berada di depan rumah yang berseberangan dengan Masjid. Sudah sejauh 100 meter mereka berjalan berdua saja tiba-tiba seorang Ibu paruh baya berkomentar.

"Oalah, Mas! Pacarmu niki sing ayu tenan e," ucap seorang Ibu paruh baya. Ia sedang mengelap kursi taman miliknya yang sedikit basah karena tadi di guyur hujan. Kini ia sudah duduk di sana.

Mirsyah melongo sambil memutar bola matanya ke arah Rilis. Sejak kapan stalker yang tidak tahu batasan itu menjadi pacarnya? Mirsyah buru-buru menggerakkan kedua tangannya ke pada Ibu paruh baya itu.

"Mboten e Bu! Ini teman saya." Mirsyah tersenyum manis kepada Ibu paruh baya lalu dengan wajah datar ia memutar bola matanya ke arah Rilis.

Rilis yang awalnya tersenyum manis karena mendengar pujian seorang Ibu paruh baya kini berubah melotot ke arah Mirsyah dan memukul lengannya dengan kepalan tangan kanan. Mirsyah mengaduh pelan.

"Matur suwun nggih, Bu. Saya sudah di bilang cantik tadi," ucap Rilis. Kemudian ia memelintir rambut kepang duanya.

Mirsyah membenarkan kacamatanya dengan telunjuk, "kalau yang cantik seperti kamu, terus yang jelek seperti apa?"

"Sembarangan kamu!" Rilis membuang muka.

Tapi tidak butuh waktu lama, Rilis sudah ceria kembali.

"Ah, iya. Kami memang tidak pacaran, tapi nanti saya yakin kalau dia yang akan menikahi saya." Rilis mengarahkan jempol kanannya ke arah Mirsyah.

"Dari radar yang saya tangkap, dia itu jodoh saya. Tapi untuk sekarang kami hanya berteman." Tambah Rilis penuh percaya diri.

Mirsyah menyeringai pada Rilis dan di balas tanda peace sign oleh Rilis. Ibu paruh baya itu tertawa renyah.

DOWN TO MY RADARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang