Hanyut

307 43 6
                                    

Banyak hal yang berubah pada dirinya secara tak langsung. Masa pertobatan ini tak ia rasa sebagai masa pertobatan, tapi sebuah pertualangan hidup yang membuat ia belajar akan banyak hal. Kehadiran Hinata mampu menambah warna di setiap liku pertualangan hidup yang sedang ia jalani. Jika bicara masalah perasaan? ah, ia tak tahu mengapa bisa sampai separah ini. 

Tuhan mengetahui niat hambaNya yang ingin berubah menjadi lebih baik. Maka dari itu, Dia selalu mendatangkan hal-hal baik pula kepada pria ini dari segala aspek. Mulai dari lingkungan kerja, beberapa orang yang sebelumnya tak ia kenal, kini menjadi lebih dekat termasuk jalan rezeki yang ia dapat, betul-betul tak disangka olehnya. Selain pengawas, ia kini memiliki profesi sampingan yaitu sopir antar jemput putra dari tante kesayangannya yang masih berusia 8 tahun. Ia meminta kepada Ryuki untuk memberinya upah mingguan saja dan Ryuki menyanggupi hal itu, ia juga menggaji dengan sewajarnya. Yeah, hitung-hitung untuk modal malam mingguan, katanya sih begitu. 

*
*

Seraya menunggu seseorang, Hinata memilih untuk menempelkan pantatnya di bangku kayu tepat di bawah pohon Gingko. Sepasang bola mata kelabu itu sedang asyik terhanyut pada barisan kata-kata indah dari novel sastra Pride and Prejudice karya Jane Austen. Spot ini adalah salah satu favorit bagi para pelancong yang ingin menikmati musim gugur di Jepang, yaitu melihat  dedaunan dari pohon gingko yang menguning berguguran di sepanjang area jalan masuk ke bangunan utama Universitas Negeri Hokkaido.

Tak hanya Hinata, ada juga beberapa mahasiswa yang melakukan aktifitas berbeda antara lain mengerjakan tugas, sekedar duduk santai sambil bermain gadget atau berselfie ria di dekat area ini. Sebuah klakson mobil membuyarkan imajinasinya, kepalanya sontak mendongak, menatap sosok menjulang yang keluar dari bangku kemudi unit Honda Civic berwarna putih.

"Hai,"

Sapa Naruto dengan wajah sumringah, ke arah juwita hatinya.
Kernyitan kening Hinata adalah balasan bagi sapaan Naruto. Netra kelabunya secara bergantian menatap Naruto dan unit yang berhenti tepat di hadapannya,"Mobil kamu?" dari nada bicaranya ia tampak biasa saja, tidak terlalu antusias hingga kelopak matanya melebar karena senang.

Naruto melangkah pelan, kemudian menempatkan pantatnya di bangku sebelah Hinata seraya meletakkan sebox cinnamon rolls dan dua botol air minum untuk pengganjal perut di siang hari.

"Bukan, punya bos,"

"Oh,"sahutnya acuh, ia melipat halaman terakhir yang ia baca sebagai batas, menutup pelan novel itu dan meletakkannya di atas pangkuan.

Naruto memperhatikan segala kegiatan kecil yang Hinata lakukan,"Lama menunggu?" bola safir itu enggan memandang yang lain.

"Tidak juga," Hinata tak membalas tatapannya, ia masih sibuk dengan perkara lain. Ia merogoh sesuatu dari dalam tas ransel yang ada di sisi kiri tubuhnya.

"Bagaimana? Apa kamu kena marah Ayah kamu gara-gara kejadian malam kemarin?"

Malam itu Naruto dan Hinata pulang bersamaan, Naruto mengiringi kendaraan Hinata dari klab malam dengan matic-nya. Mereka tiba di kediaman Hyuuga tepat pukul 2 pagi. Hinata mencoba mengendap-ngendap pulang lewat pintu samping. Ketika ia membuka pintu gerbangnya lebar-lebar untuk memasuki mobilnya, ia dikejutkan dengan tubuh Hiashi Hyuuga yang sudah berdiri di belakang gerbang kayu itu dengan wajah marah. Lebih-lebih saat melihat dengan mata kepalanya sendiri, dandanan Hinata yang seperti kupu-kupu malam.

Naruto yang sigap dan tahu apa yang akan terjadi, spontan turun dari motornya dan menjelaskan bahwa mereka pergi bersama namun janjian di luar. Pria paruh baya itu, tak berkata apa-apa namun dari pancaran mata beliau, Naruto sadar di sana banyak memendam kekecewaan padanya. Karena telah berani menyalahgunakan amanah yang Hiashi berikan. Hinata merasa tak enak hati dengan situasi seperti itu, terutama dengan Naruto Uzumaki yang berusaha melindunginya. Padahal kenyataannya, Hinata yang mengajak, bukan pria ini.

The Cover (End)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang