Tamu tak diundang

304 42 6
                                    

Hinata membiarkan air hangat yang terpancur melalui lubang shower membasahi sekujur tubuhnya yang dilanda pegal. Tepat pukul 6 sore, Hinata pergi meninggalkan mansion, ketika pria itu sedang menghabiskan waktu di kamar mandi untuk membersihkan diri. Rasa kecewa  masih menggumpal di dada, walau mereka sudah melewati momen panas bersama di atas ranjang itu. Memproyeksikan mimpi Hinata menjadi kenyataan. Sungguh, diluar dugaan!

Kelihaian mulut pria itu bukan hanya sekedar menutupi jati dirinya saja, melainkan juga saat menjamah tubuhnya. Lembut dan mampu menenggelamkan Hinata hingga ke palung kenikmatan tiada tara. Akh! Jika mengingat itu, ia jadi kesal sendiri. Ia tak tahu seberapa banyak lagi hal yang ditutupi olehnya. Pria itu pada kenyataannya lebih kaya dari yang ia bayangkan. Luas mansion-nya saja bisa diperkirakan 10 kali lipat dari kediamannya. Belum lagi koleksi mobil dan barang-barang mewah lainnya. Bagaimana dengan koleksi wanitanya? Hinata tak ingin mencari tahu.

Mencoba untuk percaya, nyatanya rasa percaya itu sepertinya lenyap tak bersisa. Pembuktian cinta hanya melalui gesekan tubuh seakan tak cukup untuk membuat ia percaya sepenuhnya, bahwa pria itu akan setia padanya sampai mati. Pria bernama Naruto Uzumaki atau Namikaze itu memiliki segalanya. Biasanya, jika ada harta dan tahta, sudah pasti bakal ada wanita di sekelilingnya. Terlebih, dia dikaruniai wajah yang rupawan dan bentuk tubuh yang .. ehem ! bisa membuat wanita di luar sana kesulitan meneguk ludahnya. Termasuk Hinata sendiri.

Mengistirahatkan hati atau menjeda waktu untuk diri sendiri.

Yeah, itulah yang akan Hinata lakukan setelah pulang dari sini, kembali ke kediamannya di Sapporo. Untuk sementara ia akan kembali ke dunianya, menyusun skripsi dan menuntaskan studinya dengan nilai yang memuaskan. Untuk masalah hati? Ia akan menata ulang, entah itu dengan yang baru atau ... ? Hinata tak ingin berekspektasi tinggi, biarlah ia menjalani sesuai dengan apa yang sudah digariskan untuknya.

Sudah 1 jam Hinata berada di dalam kamar mandi, dirasa cukup untuk menekuri apa yang telah terjadi. Hinata mematikan pancuran dan mengambil baju handuk untuk menutupi tubuhnya dan handuk kecil untuk mengeringkan rambut. Sebelum ia beranjak ke pintu kamar mandi. Langkahnyaterhenti tepat di depan cermin yang ada di atas wastafel.

Telapak tangan kanan Hinata terulur untuk mengusap cermin yang berembun. Hinata menatap pantulan dirinya sendiri yang sedikit berbeda. Tangan Hinata bergerak untuk menurunkan sedikit baju handuk yang telah ia pakai hanya sebatas dada atas. Beberapa bercak merah yang ada di area itu, membuat sepasang pipinya memanas. Ditambah bibir yang sedikit membengkak. Serangkaian kegiatan gesek menggesek tubuh terngiang kembali di ingatan. Bagaimana cara pria itu memperlakukannya dengan lembut dan sepenuh hati. Hingga beberapa organ di tubuhnya bereaksi.

Oh, tidak! Kepala Hinata menggeleng, bibir itu terasa berat untuk membentuk seulas senyum barang sedikit saja. Wajah dengan penuh rasa kecewa, itulah yang terpajang di cermin.

Hinata menarik napas panjang dan menghembusnya pelan-pelan. Ia kembali menarik baju handuk hingga menutupi area yang terbuka tadi. Ia ingin bergegas segera, membereskan pakaiannya malam ini dan akan pulang keesokan paginya. Tiada rasa yang tersisa kecuali kecewa. Entah, kenyataan apa lagi yang akan Hinata dapat dari pria itu, ia belum sanggup untuk mendengar apalagi melihat. Mana tahu, ia diam-diam memiliki banyak koleksi wanita di luar sana. Ya 'kan?

Hinata keluar dari kamar mandi, seraya mengusap-usap helaian navy-nya yang basah dengan handuk kecil yang disampirkan di bahu kirinya. Pandangan netra kelabunya jatuh pada ponsel yang ada di atas nakas, samping tempat tidur. Otomatis, pantatnya ikut tertempel di sisi kasur.

Ia menilik ponsel yang menyala karena ada panggilan telepon. Tangan putihnya terulur sekedar untuk melihat, siapa gerangan yang menghubungi. Ternyata oh ternyata si pria bermarga Uzumaki.

The Cover (End)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang