[3] Makan Enak

8 0 0
                                    

Musik dimatikan, latihan menari hari ini selesai. Sejak Rumina kembali ke ruang menari, Argan memutuskan untuk menyaksikan bagaimana proses latihan menari melalui jendela.

Argan tertegun, terpukau pada pesona perempuan itu ketika wajahnya yang ceria dan tubuhnya yang menari seiring berjalannya irama.

Jujur saja, ini kedua kalinya Argan dibuat kagum akan pesona Rumina. Yang pertama itu ketika ia menonton drama musikal bersama Rama dan Sandi.

Waktu menghadiri acara keluarga saat hari ulang tahun Kakeknya, ia memutuskan untuk tidak menginap dan memilih untuk menonton drama musikal. Oleh karena itu ia segera menanyakan pada Rama apakah tiketnya masih ada satu.

Untungnya, jalanan tidak terlalu macet. Argan bisa menempuh perjalan kembali dari Bandung lebih cepat dari biasanya. Ngejar waktu juga.

Ketika panggung itu menampilkan para pemain, Argan terkejut ketika melihat sosok yang tak asing. Perempuan yang tak sengaja bertemu dengannya di depan gedung rektorat ketika demo minggu lalu.

Aktingnya berhasil memukau para audience, Argan sendiri meskipun baru pertama kali menonton teater semacam ini, berhasil dibuat terpukau oleh penampilan Rumina—juga teman-temannya. Namun yaa... Fokusnya memang pada Rumina.

Tak disangka-sangka, Argan kembali bertemu dengan Rumina di sanggar tari tempat keponakannya les menari.

"Om Agaaaan!" Gadis cilik itu keluar sambil berlari menghampiri Argan.

"Gimana narinya? Bisa?"

"Bisa!" Argan mengusap gemas rambut sang keponakan.

Kemudian, Rumina muncul setelah merapikan ruangan yang telah dipakai menari. "Ayo."

"Kak Mentali mau pelgi sama Om Agan?"

Rumina tersenyum, kemudian mengangguk. "Sama Asa juga."

"Om Agan, kita mau kemana sama Kak Mentali?"

"Enggak tahu. Bukan Om yang ngajak."

"Iya, emang bukan Om kamu yang ngajak, tapi Om kamu yang nyuruh Kakak ngajak kalian ke tempat makan enak," sambung Rumina seraya menatap sinis Argan. Tatapan itu justru dibalas kekehan oleh Argan, entah kenapa tapi Rumina tampak menarik saat sedang kesal.

Mereka masuk ke dalam mobil, namun Argan justru heran, kenapa Rumina malah duduk di belakang bersama Asa?

"Yang nyuruh kamu duduk di belakang siapa? Enak aja duduk di belakang, pindah ke depan!"

"Aku yang mau Kak Mentali duduk sama aku, Om! Jangan malahin Kak Mentali! Bilangin Mama nih, Om Agan galak lagi!"

Astaga, kalau bukan anaknya Soraya, Argan sudah pasti akan meninggalkan Asa di pinggir jalan.

Biar nangis-nangis dah sekalian.

"Om bukan galak, Asa. Lagian kan sebelah Om Argan kosong, dan orang dewasa itu harusnya duduk di depan dulu kalau di depan masih kosong. Kecuali Om Argan supir."

"Tapi kan Om Agan emang supil aku, kan Om Agan yang bawa mobil."

"Enak aja! Enggak ada, pinter banget ngebalikin jawaban orang tua. Diem situ. Rumina, pindah!"

"Tapi aku mau ditemenin Kakak Mentali, Om." Asa semakin merengek.

"Aduh, Asa. Nurut ya?"

"Yaudah aku ikut duduk di depan sama Kakak Mentali."

"Enggak boleh! Dimarahin Mama nanti kalau ketahuan kamu duduk di depan! Kan emang kamu punya kursi bocil sendiri di belakang. Om lagi yang disalahin entar sama Mama kamu."

[1] Perfectly Perfect - I Cat(ch) UWhere stories live. Discover now