[4] Mau Dia

9 0 0
                                    

Dua bulan berlalu, dan selama dua bulan itu juga Argan belum menerima kabar apapun dari Rumina.

Ia pikir, setelah dirinya memberikan nomornya pada Rumina, perempuan itu akan menghubunginya untuk sekedar basa-basi atau sekedar minta disimpan balik nomornya. Tapi ini tidak.

Argan juga selama dua bulan ini sempat ke Bangka untuk mengecek usaha di bidang fashion yang dijalankan dan dikelola oleh Tantenya Argan, lalu meeting dengan client yang menggunakan jasa wedding organizer miliknya, belum lagi schedule pemotretan yang cukup padat.

Sebagai seorang pebisnis dan fotografer, Argan memang dituntut untuk selalu profesional dalam bekerja. Ia akan sangat perfeksionis dalam mengerjakan semua pekerjaannya, pokoknya semua harus all out. Itu kalau Argan lagi mode sibuk. Tapi kalau lagi mode pengangguran, sudah beda orang lagi.

Seperti sekarang, Argan baru saja menyelesaikan sesi maternity shoot di studionya. Akhirnya bulan ini semua jadwal miliknya sudah selesai. Sebenarnya masih ada jadwal foto buku tahunan, dan lainnya, tapi itu sudah ada yang menghandle, karena memang Argan merekrut beberapa fotografer dan videografer lain dan membentuk tim dengan menyesuaikan kebutuhan client.

Argan pamit pulang lebih dulu dengan rekan-rekan lainnya di studio, lalu menghampiri Restu yang sedang melakukan video editing untuk konten promosi foto studio di sosial media. "Res, gue udah pesen makanan buat yang lain, entar ambil ya, bagiin. Studio entar jangan lupa kunci, gue balik duluan."

"Oke, Bang. Thank you!"

.

.

.

"Okey, good," ujar Nanda. "Anak tari udah oke ya, ini gladi sekaligus latihan terakhir sebelum hari H. Buat yang lain, hari ini juga hari terakhir kita latihan. Dan untuk bagian pameran, tolong make sure semuanya aman, karya-karya yang udah jadi, sama kostum dan sebagainya, taro di lab lantai tiga dan jangan lupa kunci! Terima kasih, udah boleh pulang, jaga kesehatan semua," sambungnya.

Setelah bubaran mahasiswa, Kiran menghampiri Rumina dan memberikan titipan Rumina minggu lalu. "Nih, Kak, tiketnya. Buat siapa, sih?" Rumina menerima tiket itu. "Buat Asa sama Omnya."

"Asa murid nari lu? Sama Omnya? Kok bisa?"

Rumina menceritakan bagaimana pertemuannya dengan Argan hingga berakhir dengan mengajak Argan dan Asa untuk menonton festival kampusnya.

"Tapi kan dia orang luar, Kak. Kita kan cuma jual tiket ke internal."

"Panitia enggak bakal ngecek lo orang sini apa bukan, selama lo punya tiket lo bisa masuk."

"Iya juga, sih. Eh tapi, Kak, lu minta tolong apa emangnya sama dia?"

"Cuma minta tolong hotspotin gue."

"Anjrit? Cuma minta tolong hostpotin doang pake timbal balik?!"

"Kayaknya dia emang orangnya perhitungan, deh."

"Ah, itu mah trik murahan cowok, Kak Rum. Hati-hati."

"Trik murahan? Hati-hati gimana?"

"Kak, denger ya, cowok tuh kalau demen sama cewek, apa aja bakal dilakuin. Lu pikir aja, lu cuma minjem hotspot, habis itu lu disuruh ajak dia ke tempat makan enak. ITU APALAGI KALAU BUKAN AKAL-AKALAN MODUS LAKIK!"

"Tapi kan gue enggak berdua, ada ponakannya juga."

"Yah, elah. Ponakan cuma alibi. Bisa aja kan, ponakannya cuma dijadiin alesan biar bisa deket sama lu, Kak?"

[1] Perfectly Perfect - I Cat(ch) UWhere stories live. Discover now