Enam.

20.8K 1.2K 71
                                    

6.| JONATHAN DAN PEMUDA ASING.

Kini kedua pasangan itu telah sampai di kediaman mereka. Dira cepat-cepat turun karena tidak tahan dengan suasana di dalam mobil. sepanjang perjalanan keduanya hanya terdiam tanpa bersuara sedikitpun.

Dira masuk dan langsung menuju dapur lalu duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Dia mendapati Bi Melina yang sedang memasak. Menyadari ada orang yang memperhatikannya, Bi Melina langsung menoleh.

"Eh? Ada apa, non?" Bi Melina mendekat dengan tergopoh-gopoh.

Dira menopang dagunya. Sesekali gadis berseragam SMA itu meringis saat pipinya kembali berdenyut. "Bibi bisa tolong kompresi pipi Dira? Sakit banget," dengan mata berkaca-kaca, Dira berucap.

Bi Melina mengangguk. Dengan cepat wanita paruh baya itu menyiapkan air kompresan.

"Mau bibi yang kompres atau non aja?"

Kepala yang tadinya terjatuh di atas meja makan itu kini terangkat kembali. Dira menerima air kompresan kemudian menghela nafas. "Biar aku aja, deh bik. Bibi lanjutin aja kerja bibi tadi. Makasih ya bik."

Bi Melina mengangguk. Setelah itu mulai kembali menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda. Sedangkan sang majikan sudah mulai mencelupkan kain lalu meletakkannya di pipinya.

"Akhh, memang sialan si Elvano bangsat! Ringan bener itu tangan nampar orang. Jadi ilfil," gerutu Dira di sela-sela mengompres pipinya.

"Ini juga perut sakit banget anjir! Gak pipi, gak perut, semua sama sama nyusahin!" Sambung gadis itu kesal. Demi apapun, perutnya sangat nyut-nyutan sekarang.

Setelah dirasa cukup, Dira kemudian beranjak menuju kamar untuk membersihkan dirinya. Tubuhnya sudah terasa lengket. Di kamar, Dira tidak mendapati Elvano sang suami.

"Bodo Amat. Mau dia sama Alananjing sekalipun gue ga peduli. Dia pikir dia siapa? gue juga bisa kali nyari pasangan yang lebih dari dia." Dira terus mendumel hingga tak sadar kini dia sudah berada di kamar mandi.

Selepas mandi, Dira keluar dengan wajah masam. Pantas saja perutnya terasa melilit, ternyata dia sedang datang bulan. Mana disana tidak ada pembalut. Maka dengan amat terpaksa Dira keluar untuk membeli roti Jepang itu.

Dengan jaket yang dililitkan di pinggang, Dira kini sudah berada di Alfamart yang jaraknya sedikit jauh dari rumahnya. Dira memilih yang biasa dipakainya saat masih di dunia aslinya. Sejenak Dira menggeleng, bisa bisanya benda seperti itu ada di dunia fiksi ini. Selesai memilih pembalut, Dira kemudian ikut memasukkan beberapa camilan.

Dira menatap sedih keripik yang sangat jauh dari jangkauannya. Nasib memiliki tubuh tidak tinggi,  jadi dia sedikit kesusahan menggapai sesuatu yang agak tinggi.

Sebuah tangan besar menyodorkan keripik itu kepada Dira. Melihat itu Dira lantas mendongak menatap siapa yang memberikannya. Orang itu menatap Dira terkejut. Gadis itu juga menatap orang itu terkejut.

Dira menatap terkejut karena paras pemuda seumuran dengannya itu yang sangat tampan. Sejenak Dira berfikir, boleh ga sih dia sama pemuda ini aja?

Sedangkan pemuda itu menatap Dira dengan pandangan lain. Tersirat rasa rindu di mata elang pemuda itu. Siapa pemuda ini?

Puas bertatapan mata, pemuda itu langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Meski hatinya sedang bergemuruh merasakan rasa rindu yang mendalam, dia pada akhirnya memilih pergi dengan perasaan itu. Dia tidak mau membuat Dira tidak nyaman.

Sedangkan yang ditinggalkannya menatap kepergian pemuda itu dengan tatapan sulit di artikan. jantungnya berdetak kencang saat berada di dekat pemuda itu. Jonathan G. Anderson? Siapa dia. Dira sempat membaca name tag pemuda itu. Seragamnya pun, mirip dengan seragam sekolahnya.

Gadis dengan balutan kaos hitam itu berjalan sambil memikirkan beberapa hal. Ya tidak jauh-jauh dari pemuda tadi. Melalui tatapan Jonathan Jonathan itu, jelas memancarkan arti lain. Apa pemuda itu berhubungan spesial dulu dengan Indira?

Dira mengangguk setelah menelaah beberapa kemungkinan. Dia harus mencari tau tentang pemuda tampan itu. Eh?

***

Elvano berjalan cepat menyusuri perumahan sederhana di ujung kota. Rumah yang didatanginya tak lain dan tak bukan adalah rumah milik sang kekasih, Alana Bianca.

Elvano cukup khawatir karena sudah beberapa jam lalu satu pun pesannya belum di lihat gadis itu. Saat mendatangi apartemen gadis itu, ternyata orangnya tidak ada di sana. Alhasil Elvano memutuskan mendatangi rumahnya.

Semakin memasuki daerah perumahan, semakin cepat juga langkah kaki Elvano. Dia sedikit berlari saat rumah bercat hijau itu sudah terlihat dari pandangan.

Motor siapa? Batin bingung Elvan kala mendapati motor di halaman rumah Alana.

Elvano tidak langsung masuk melainkan mengintip dari jendela kecil disana. Matanya sontak memicing saat melihat siluet lelaki sedang memeluk sang pemilik rumah.

"Kapan kamu pindah ke SMA Djuanda?" Samar terdengar suara milik Alana.

Elvano menajamkan pendengarannya saat  lelaki itu mulai mengeluarkan suaranya.

"Kenapa? Kamu ga bisa ya jauh-jauh dari aku lebih lama?"

Terlihat pelukan keduanya terlepas.

"Iyalah! Mau ketemu kamu aja aku harus ke rumah ini dulu. Ga bebas, tau."

Pemuda itu mengacak-acak rambut oval Alana. "Bisa aja. Bukannya kamu punya pacar, ya, di sana?"

"Iihh itu kan karena kamu yang nyuruh. Lagian dia bodoh banget, mau aja dideketin. Hihihi."

Sambil terkekeh pemuda itu kembali berucap. "Hahaha, bagus. Kumpulin banyak-banyak uang orang bodoh itu. Nanti kita nikmati uangnya sama sama."

Elvano menggeleng mengenyahkan segala pikiran yang tidak mungkin benar itu. Alana tidak mungkin memanfaatkannya, kan?

Dasar Elvano bodoh. Sudah jelas terdengar dan dilihat dengan mata kepalanya sendiri. Masih saja tidak percaya. Haruskah author mengetukkan kepalanya dengan helikopter supaya otaknya itu bisa berfungsi normal kembali?

Tidak ingin mendengar lebih jauh lagi, Elvano pergi menjauhi rumah Alana dengan pikiran yang terus menampik maksud perkataan pemilik rumah tadi. Tapi yang namanya bulol alias Bucin tolol, yang pasti sangat mudah mempengaruhi otaknya yang sudah dipenuhi oleh Alana, Alana, dan Alana.

Mari mendoakan bersama-sama agar Elvano dapat segera disadarkan bahwa Alana mungkin tidak sebaik dan selugu yang dia kira selama ini. RUN ELVANO, RUNNN!!!!

Bersambung.

Holahalooo. Akhirnya... setelah sekian abad, Selesai juga part ini kutuliss. Kenapa lama? Karena part ini dan seterusnya di rombakk sepenuhnya huaaahhh.

50 komen untuk lanjut?

Anindira's New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang