11.05 WIB
"Kakak kenapa sih?! Susah bener dibilangin! Giselle loh kak, Giselle. Aku tuh butuh kebebasan kak, masa cuman jalan bareng Giselle susah banget diizinin!" Karina menghentak-hentakkan kakinya di depan Marchel. "Pokoknya aku mau pergi, jangan halangin!"
Dia sudah rapih dan cantik, niatnya pergi tanpa pamit tapi tiba-tiba dirinya terciduk tepat didepan pintu rumah.
"Rin, kamu gak denger tadi ditelpon? kak Steve gak izinin pergi, apalagi cuman berdua sama Giselle pake motor kamu tau sendiri tuh anak suka ngebut."
Karina rasanya ingin menangis karena menahan emosinya, "Giselle ini kenapa sih lama sekali, katanya mau bantuin tapi jam segini belum datang juga," Batin Karina. Sesekali melirik depan pagar berharap melihat batang hidung Giselle.
Rencana pendekatan ini tidak boleh gagal, ini kesempatan. Padahal dia udah terlanjur senang sekolah pulang jam 10:00 karena guru-guru akan mengadakan rapat jadi dia punya banyak waktu jualan bersama Jeno. tapi sekarang....
Kalau saja Jeno tidak memaksanya untuk pulang dulu sekedar makan dan berganti pakaian pasti tidak akan seribet ini.
"Lagian kamu aneh. Kenapa gak bilang kalo pulang cepat biar kakak bisa jemput. Tiba-tiba udah dirumah dengan pakaian rapih seperti ini. Biasanya kalo mau jalan sama temen bakal nunggu didalam sampai mereka datang jemput, ini Giselle belum nongol loh," Ucap Marchel sembari memiring-miringkan badannya mencari keberadaan Giselle di depan.
"Mari handphone, aku mau telfon kak Steve lagi." Minta Karina.
Marchel merogoh sakunya dan memberikan ponselnya pada Karina, padahal Karina bisa menggunakan ponselnya sendiri.
Panggilan tersambung pada Steve, "Ada apa lagi, cel?"
"Kak, aku mohon. Aku janji pulang cepat. Cuman nemenin Giselle belanja lalu pulang. Dia juga mana berani ngebut kalo bareng Karina."
"Kenapa dia gak minta ditemenin Winter, Ningsih aja?"
"Ningsih sakit, Winter dan keluarganya pergi ke perusahaan kakeknya di Bogor, gak tau ada urusan apa katanya penting."
Terdengar helaan nafas pasrah dari seberang sana, "Baiklah, boleh. Tapi harus ditemenin Marchel."
Marchel terlihat sumringah, momen yang sangat dia tunggu-tunggu jalan bersama adik tersayangnya.
Karina telah beranjak dewasa, ajak ke mall bersama keluarga saja Karina ogah-ogahan. Untung-untung mereka masih punya waktu bersama dirumah, Makanya momen ini merupakan momen yang langkah dimasa kini.
Hah, rasanya ingin mengembalikan Karina kemasan sachet.
"Tidak mau!" Tolak Karina. Membuat senyuman diwajah tampan Marchel luntur seketika.
"Kalau begitu tidak bisa"
"Yaudah kak, Karina tutup. Jangan bicara sama Karina selama 10 tahun"
"Hei, jangan ngomong gitu, Rin....," Steve menjeda ucapannya, dia sedang mempertimbangkan yang akan dia katakan, "oke Princess.... Tapi jangan naik motor, Marchel anter sampai di Senayan, nanti hubungi Marchel kalo udah selesai belanja biar dia yang jemput. Oke? Gitu aja yah cantik. Jangan ngancem yang aneh-aneh dong."
Karina diam, melirik Marchel yang terlihat cemberut, entah kenapa dia. "Oke. Aku pulang jam 7 malam."
"Kok lama?"
"Kak!"
"Oke-oke, jam 7 Marchel jemput. Dia dengerkan?"
"Iya denger. Udah yah, bye kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Karina [JenoKarina]
Ficțiune adolescențiBukan cerita kerajaan ini hanya menceritakan seorang gadis bernama Karina Steward, anak bungsu dikeluarga Steward. Karina tinggal bersama keenam kakak kandung yang super tampan dan protektif terhadapnya. Pernah 2 kali pacaran sayangnya tidak berlang...