NALA tidak mendengar Pram keluar dari kamarnya. Padahal setiap laki-laki itu keluar, suara decitan pintu akan terdengar sampai apartemennya. Namun, kali ini ia tidak menemukan keberadaannya. Ke mana Pram?
Gadis itu bergegas mengetuk pintu kamar Pram. Tetapi, masih saja tidak ada respon apa pun dari dalam. Ia berpikir untuk masuk, hanya saja niatnya urung ketika pikirannya berkata 'tidak'. Nala tidak tahu harus apa.
"Ke mana ya dia? Udah sore loh ini, gue datengin kantornya dia nggak ada kabar. Gue jadi takut dia kenapa-napa. Apa gue masuk aja kali ya?"
Nala bimbang, di sisi lain ia mencemaskan Pram, dan di sisi lain ia takut ada orang yang melihatnya masuk ke kamar laki-laki itu. Nanti, jika ia dituduh merampok bagaimana? Tetapi tidak mungkin juga, kan?
"Selama ini gue masuk aman-aman aja, deh. Masuk ... aja kali, ya?"
"PRAM! LO ADA DI DALEM?" teriak Nala. "Tuh, nggak ada yang nyaut. Ya udah, deh, gue masuk aja."
Jemarinya memasukan sandi apartemen laki-laki itu. Nala terkejut melihat seisi unit kamar Pram sangat gelap. Ada apa sebenarnya? Gadis itu mencari keberadaan saklar lampu, hanya dengan menggunakan penerangan dari senter ponselnya, Nala berhasil menyalakan lampu.
"Sepi amat." Ia tidak menemukan kehidupan. "Tapi bentar."
Nala berjalan ke arah satu kamar, kemudian mengetuk pintunya pelan. "Pram? Lo ada di dalem?" Namun, masih tidak ada jawaban. "Maaf, gue masuk ya."
Ketika lampu menyala, mulut gadis itu menganga. "PRAM?! LO NGGAK APA-APA?" Nala berlari dengan cepat dan langsung menghampiri Pram. "Ya ampun, Pram."
Laki-laki itu terbaring di atas ranjang. Wajahnya pucat, dan penuh dengan keringat. Gadis itu langsung menghampiri Pram dan menyentuh keningnya.
"Panas!"
Nala menjadi panik, baru kali ini ia melihat Pram yang tidak berdaya. Ternyata, laki-laki itu sedang sakit. "Pantes aja dihubungi nggak bisa. Lo haruslah bilang sama gue."
Pergi ke arah dapur, Nala mengambil satu baskom air dan sapu tangan. Gadis itu langsung mengompres kening Pram dan meletakkan sapu tangan basah itu ke atas keningnya.
"Pasti lo kecapekan karena kemarin, kan?" Nala mengurus Pram dengan telaten. "Seharusnya gue nggak maksa lo kemaren. Sori, ya?"
Gadis itu merasa bersalah atas semua yang terjadi kepada laki-laki itu. Kalau bukan karena mengambilkan permintaannya, Pram mungkin masih baik-baik saja sekarang.
"Lo pasti pas bangun lapar, gue masakin sesuatu deh. Cepetan sembuh ya, gue sedih lihat lo sakit, Pram."
Nala pergi meninggalkan Pram, gadis itu berjalan menuju dapur. Setelah kepergian Nala, Pram sadar dan membuka matanya. Ia merasa sangat beruntung karena Nala mengurusinya.
"Makasih banyak, ya, La? Gue sayang lo."
Pram menutup matanya lagi. Ia sangat lelah, tubuhnya butuh istirahat untuk kembali segar. Di tengah ketidakberdayaannya, Nala hadir dan membuat harinya sedikit berbeda. Pram bersyukur, karena gadis itu selalu ada untuknya.
***
Merasa tubuhnya sudah agak baikan, Pram bangun menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke dalam indra penglihatannya. Ia merasakan tubuhnya seperti remuk, rasanya sakit semua. Namun, semua itu tidak ada apa-apanya.
Pram lekas bangun dari kasur, keluar dari kamar mencari kebisingan yang ia dengar dari luar. Setelah berjalan ke arah dapur, ia menemukan Nala tengah mengayunkan tangannya di atas wajan penggorengan dengan lincah. Gadis itu sedang memasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Untuk Nala ✓
RomanceKatanya, laki-laki dan perempuan tidak akan pernah bisa menjalin hubungan persahabatan. Kenapa? Karena, salah satu dari mereka pasti akan memiliki perasaan yang lebih dari seorang teman. Benar saja, semua itu dialami Pramoedya sejak ia mengenal Arun...