26

2.3K 440 13
                                    

Scarla. Dialah tokoh utama perempuan dalam game. Aku tidak menyangka bisa bertemu dengan yang bersangkutan secara langsung, tepat di depan mataku. Sekarang aku tahu alasan dia menjadi rebutan para male lead. Cantik, seksi, menawan, berbakat, dan memiliki suara yang indah. Anggap saja dia seperti siren. Para pelaut pasti akan terkena sihir suara siren bila tidak berhati-hati; terperangkap dalam sihir, kehilangan kesadaran, kemudian tenggelam.

Oleh karena itu, aku takut Igor telah tersentuh sihir milik Scarla. Jangan lupakan lingkaran halo yang dimiliki tokoh utama. Scarla tidak perlu risau dalam menghadapi masalah. Dia akan mendapat perlindungan dari siapa pun. Sudah menjadi hukum tidak tertulis mengenai tokoh utama dalam novel romantis tanpa bumbu sadis yang menimpanya.

Wajar dong aku kekutan. Takut Igor dijambret Scarla. Lalu, oh ini menyebalkan! Menanti jawaban Igor. Menunggu sungguh menyebalkan!

“Kenapa kamu nonton ... Scarla?” Aku berusaha meredakan debaran dalam dada. Takut. Sangat takut andai tidak bisa menahan diri dan memutuskan mengikuti naluri King Kong dalam diriku.

Igor bukannya langsung menenangkan hatiku dengan jawaban, justru memberiku senyum yang terlalu manis. Dia seolah sangat menikmati diriku tersiksa oleh pemikiran mengenai “kekasihku mungkin saja lenyap”.

“Iren, kamu manis kalau sedang cemburu.”

“...” Dia tidak banyak membantu. Aku justru ingin lari ke panggung milik Scarla, merebut mic dari tangannya, dan mulai berteriak kencang, “Igor pacarku! Calon suamiku! Masa depanku! Tolong kamu cari ikan yang lain saja!” Ini menyedihkan.

Aku berusaha mempertahankan ekspresi tenang di wajahku. Ibarat masker wajah, sepertinya sudah mulai retak. Tanganku meraih gelas berisi jus. Tidak baik terseret emosi negatif. Aku harus bisa mempertahankan diri sekalipun aslinya ingin nangis jelek.

“Jadi,” kataku melanjutkan, “kenapa?”

“Tenang, Iren. Seperti yang kukatakan tadi, aku ke sini murni urusan pekerjaan. Scarla hanya salah satu dari sekian penyanyi yang ada di bawah naungan Galaxy Entertainment. Statusnya tidak lebih daripada itu. Anggap saja sebagai rekan kerja.”

Sial. Sesuatu sepertinya sedang menusuk-nusuk jantung. Penjelasan Igor tidak cukup memuaskan.

“Kamu orang yang memiliki posisi tertinggi,” ujarku sembari berusaha meredam dorongan menangis di depan Igor. (Sial. Aku tidak ingin menangis. Sebab wajahku sangat jelek saat menangis.) “Mengapa sampai rela ... meluangkan waktu ... menonton ... hmm.”

Perlahan kuturunkan pandanganku. Aku tidak berani melihat Igor. Tidak tahu alasan di balik tindakanku. Pokoknya insting menyuruhku agar menatap makanan. Jadi, kuikuti suara hatiku: mengagumi makanan.

“Iren....”

Seharusnya aku menatap Igor, tapi susah sekali. Di kepalaku hanya ada skenario cara menyingkirkan pelet Scarla (bila memang ada) dari Igor.  Itu saja.

“Iren, aku nggak ada perasaan apa pun ke Scarla. Kalau kamu merasa risih, aku nggak keberatan menghindari Scarla atau cewek mana pun yang bekerja denganku.”

Lekas aku mendongak, menatap Igor. “Mana bisa begitu? Kamu, kan, kerja di bisnis hiburan. Pasti ada cewek di mana pun. Masa kamu menghindari semuanya?”

“Sebesar itu aku berani melakukan apa pun demi kamu. Atau....”

Kali ini dia kembali memamerkan senyum manis yang membuatku sesak napas. Tolong! Udara! Udara! Igor membuatku pusing! Tolong!

“Kita menikah secepatnya?”

Usul dari Igor terlalu ... oh apa, ya?

Sejenak aku membisu. Untung mulutku tidak sampai menganga karena akan sangat kelihatan jelek. Aku takut ada lalat (sekalipun di sini bersih dan tidak ada serangga mondar-mandir) masuk ke mulut dan membuatku tersedak. Kacau! Namun, oh usulan Igor sangat bagus.

“Boleh!” sahutku, riang. “Aku nggak keberatan kita cepat menikah! Soalnya kamu matahariku, bintangku, idolaku.”

Kedua telinga Igor memerah.

“...” Tunggu sebentar. Dulu sewaktu kami masih SD, setiap kali kupuji maka telinga Igor akan berubah warna jadi merah tomat. Sekarang pun setelah kami dewasa, reaksi itu masih melekat pada Igor. Apa itu artinya dia sedang tersipu? Malu?

Huh! Memangnya pujianku sebegitu memalukannya?

Hmm mendadak aku kehilangan setengah semangat juang.

Cepat-cepat aku berdeham, berusaha mengusir suasana canggung yang bisa saja datang menyergap. “Tapi, Papa belum mengizinkan kita menikah,” lanjutku sembari menggaruk pelipis dengan telunjuk. “Mama mungkin akan langsung memberi lampu hijau, sama seperti Juno. Namun, Papa? Dia akan butuh usaha keras.”

Igor pun berdeham. Aku bahkan merasa dia tidak perlu ikut melegakan tenggorokkan. “Jangan cemas, Iren. Mana mungkin mundur? Sudah kubilang, ‘kan, sedari awal aku nggak ada niat buat mundur?”

Aku mengangguk, lemah. “Iya,” kataku membenarkan. “Hanya saja Papa kadang yaaa begitu. Sulit didekati.”

Mohon maaf. Papaku punya antena khusus yang bisa mendeteksi cowok ini ada maksud minta pacaran ke putrinya. Dulu sepertinya ada cowok yang sempat dikabarkan ada perasaan kepadaku sewaktu SMA. Namun, setelah cowok itu main ke rumah dan menemui Papa ... tidak ada kabar lagi. Hilang.

“Bagaimana kalau kamu ketemu papaku?” Igor mengusulkan. “Lagi pula, Papa sudah lama sekali ingin bertemu denganmu.”

A-aku bertemu calon papa mertua? Mertuaku? Mertua!

Aku menyelipkan rambut di belakang telinga. Kupamerkan senyum memikat. “Oke. Aku ingin bertemu papamu.”

Sebentar lagi aku bertemu dengan calon mertuaku! Yeeeeiy!

***

Igor mengantarku pulang.

Kupikir tidak akan terjadi percakapan atau apa pun karena ketika Igor sedang menjadi sopir, kadang dia jarang bicara. Namun, pertanyaan yang ia lontarkan justru membuatku gelagapan.

“Apa kamu sedang banyak pikiran, Iren?”

Jelas aku punya banyak pikiran! Jelas.

“Pusing mengenai Semanggi,” jawabku sembari memperhatikan jalanan yang disesaki oleh kendaraan. “Penulis yang satu itu hobi membunuh karakternya. Barangkali dia terlahir sebagai tipe penulis rasa ibu tiri. Ada saja yang dia bunuh dan rata-rata karakter manis. Sepertinya dia tidak ingin pembacanya senang atau apalah.”

“Bisa dimengerti.”

Aku mulai bertopang dagu di telapak tangan, sikuku bertumpu di jendela. “Yang paling menyebalkan, sih, pekerjaan tambahan. Jadi editor untuk buku Jupiter Thyerin.”

Apa hanya perasaanku saja atau suhu di dalam mobil turun?

Aku menengok ke samping, melihat Igor ... yang sepertinya ingin meremukkan kemudi.

“Bukan aku yang minta,” ralatku berusaha meluruskan. “Kepala editor yang ngasih. Aku hanya bertanggung jawab sebagai editor, bukan penulis. Lagi pula, yang jadi penulis bukunya Jupiter itu cewek juga kok. Jadi, kamu nggak perlu cemas.”

“Bukan kamu yang kucemaskan,” Igor menjelaskan. “Aku takut dia bertindak bodoh dan membuatmu tidak nyaman.”

Oh manisnya. Cintaku. Sayangku. Matahariku. Dia sedang mencemaskan keselamatanku. Sini kukasih hadiah cium di pipi.

“Iren?”

Ternyata tubuhku bergerak cepat. Aku sudah mencium pipi Igor. Hari ini dua kali aku dapat keberuntungan! Bibirku sudah merasakan pipi Igor! Hiahiahia! Senangnya! Akan kucatat dalam jurnal harianku. Hari ini merupakan hari....

Telinga Igor memerah! Dia berdeham, lagi. Sepertinya ... oh sepertinya aku tahu kelemahan Igor!

***
Selesai ditulis pada 28 Februari 2024.

***
Saya baru tahu kalau ada dua kucing (cewek) yang naksir Milky. Nggak tahu ras kucingnya. Pokoknya mereka bulunya panjang dan ekornya mirip kemoceng. Yang jadi pertanyaan, Milky emang setenar itukah? Ke mana perginya kucing yang kemarin?!

TUAN VILLAINKU~ (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang