3

3.8K 696 11
                                    

Setiap pagi aku pasti menyelipkan beberapa butir permen susu rasa stroberi ke kolong meja milik Igor. Niat awal ingin memberi bekal sehat, tapi rasanya berlebihan. Lagi pula, dia jarang ... garis miring, enggan membaur dengan siapa pun sehingga sulit bagiku mengorek informasi mengenai kesukaannya. Semua informasi yang kuperoleh darinya hanya berasal dari pengenalan game.

Aku tidak mungkin menguntit Mr. Villain, sekalipun ingin.

Pertama, anak-anak nakal itu pasti akan menandaiku. Repot berurusan dengan bocah tengil. Papa dan mama mereka cukup mengerikan dan tidak mau tahu kesalahan yang diperbuat anak-anaknya. Selalu menyelesaikan masalah lewat jalur kasih uang ataupun menuntut orangtua yang bersangkutan.

Kedua, Igor sepertinya tahu kalau aku sering mengekorinya. Tahu, tidak? Dia bahkan sengaja masuk ke toilet cowok demi menyingkirkanku. Keterlaluan! Aku hanya khawatir. Itu saja.

Ketiga, ada anak cewek yang naksir Igor. Seperti yang pernah kukatakan. Kakak kelas yang berasal dari keluarga berada secara terang-terangan menyatakan bahwa tidak boleh ada anak cewek yang berani menyentuh Igor. Dia pikir Mr. Villain semacam piala yang bisa dipamerkan olehnya sesuka hati.

Oke, aku menyerah untuk sementara.

Capek! Bayangkan setiap kali kami bersitatap, dia memberiku pandangan seolah diriku ini makhluk asing dari planet hijau. Barangkali dia takut aku akan menanamkan telur di dalam perutnya dan mengisinya dengan bayi alien yang darahnya mengandung asam berbahaya.

Mau tidak mau aku pun kembali ke rutinitas awalku, mencari si kucing liar.

Sungguh aneh kucing yang satu itu hanya mau menampakkan diri ketika tidak ada anak-anak. Tepatnya, hanya kami berdua.

“Kamu makan yang banyak, tapi jangan berlebihan,” kataku memperingatkan. “Soalnya kalau muntah karena kekenyangan, kamu sendiri yang rugi.”

Si kucing tidak memedulikan omonganku. Dia terus makan, makan, dan makan. Seolah motivasi hidup dalam dirinya hanya satu itu: makan.

Lantas kemudian setelah si kucing merasa kenyang, ia mulai menjilati kaki depan dan mengusapkan wajah. Damai sekali hidup seekor kucing. Tidak perlu memikirkan status, penampilan, latar belakang keluarga, dan pajak. Cukup mengeong dan menunjukkan diri sebagai insan kuat.

Dengan catatan, tidak ditendang manusia maupun dikejar anjing.

Oke, jadi kucing bukan pilihan tepat bagi orang minim semangat hidup sepertiku.

Si kucing oranye yang awalnya asyik membersihkan diri seusai santap mendadak menegakkan tubuh. Tanpa peringatan dia langsung berbalik dan kabur, meninggalkanku.

“...”

Mampus. Apa sekarang ada kelompok anak nakal di belakangku? Apa mereka memutuskan menjadikanku sebagai objek pelampiasan amarah? Lantas bagaimana caraku mengalahkan penyerangku?

Perlahan aku berbalik, melihat si pendatang.

“Hei, kalau datang salam dulu kek,” ucapku sembari mengembuskan napas, lega.

Ternyata Mr. Villain. Kupikir tadi aku harus memakai jurus kucing mengejar tikus, alias kabur.

“Mau ikut kasih makan kucing?” tanyaku sembari memamerkan botol plastik berisi makanan kering untuk kucing. Isinya tinggal seperempat. “Kita bisa cari kucing lain.”

Konon kontak dengan anjing maupun kucing bisa mengurangi sedikit beban dalam hati seorang manusia. Ada sesuatu yang ajaib dalam ikatan persahabatan dengan mereka. Tidak seperti manusia, anjing maupun kucing tidak membutuhkan persyaratan khusus selain saling coba berteman tanpa syarat. Mereka tidak peduli dengan wajahmu, asalmu, bahasamu, maupun predikatmu di masyarakat. Asal tidak ada niat jahat, mereka rela menyerahkan seluruh perhatiannya kepada manusia.

TUAN VILLAINKU~ (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang