23

2.3K 461 15
                                    

“Jadi, sudah berapa lama kalian pacaran?”

Di ruang tamu yang mendadak berubah jadi ruang sidang, Papa dan Mama tidak menyiakan waktu. Mereka langsung menginterogasi Igor begitu kami sampai di rumah. Jangankan ucapan sayang, basa-basi pun tidak ada. Hanya Mama saja yang masih waras bersedia bicara manis: “Igor, mampir dulu, ya? Tante ingin bicara sebentar.” Nah, keren. Paling keren, sih, Igor. Tetap! Dia keren. Soalnya Igor tidak pura-pura punya acara penting dan memilih mendahulukan kepentingan orang lain daripada dirinya sendiri.

Sebagai pacar (yang berusaha keras menaikkan pangkat jadi istri) aku tidak akan meninggalkan Igor. Jadilah, aku duduk di sampingnya. Semoga keberadaanku bisa menjadi penyemanyat bagi sayangku.

“Iren,” Papa memanggil dengan nada suara mendesak, “sebaiknya kamu pindah ke sebelah Papa.”

Ingin kugaruk kepalaku yang tidak gatal. Sebal. “Pa, aku di sini saja.”

“Iya, kamu boleh duduk di sini,” Papa tidak mau kalah. “Di dekat orangtuamu.”

Padahal masih satu ruangan! “Di sini saja,” aku menolak mengalah.

“Sudahlah, Pa,” Mama menengahi. “Biarkan Iren duduk di mana pun yang ia inginkan.”

“...” Akhirnya Papa diam. Biasa. Posisi Mama menurut hukum kekuatan rumah tangga ialah, berada di puncak rantai makanan.

Papa berdeham. Barangkali berusaha mengusir kecanggungan. “Jadi, sejak kapan kalian pacaran?”

“Sejak bertemu kembali,” jawab Igor tanpa mengelak.

Berbeda dengan Papa yang wajahnya mirip seseorang yang kena lintah karena pucat sekali, Mama justru memamerkan senyum cemerlang yang sinarnya bisa menerangi ruangan tergelap sekalipun.

“Kamu serius?” Papa sepertinya enggan mengakui hubunganku dengan Igor. Kalau bisa, tebakku, dia ingin aku jomlo! Enak saja!

“Kalau Om mengizinkan,” kata Igor, tenang. “Saya berencana melanjutkan ke....”

“Menikah?” Kali ini Mama yang menyerobot antrean. “Kamu bermaksud melamar Iren?”

Curiga deh Mama memang menantikan bahan gosip. Lihat saja dari cara Mama memperhatikan Igor. Mata Mama terlalu ... membelalak? Hanya saja bibir Mama tiada lelah memamerkan senyum seolah hal yang ia nantikan akan segera terjadi. Sungguh membuatku waswas setengah mati.

Papa yang pada awalnya seperti hendak menghadapi seregu prajurit alien pun makin menjadi. Dia mungkin tidak keberatan membawaku ke luar negeri asalkan tidak jatuh ke tangan musuh. Masalah penting: Papa tidak menganggap Igor sebagai manusia. Alias, dia melabeli Igor dengan kertas merah. Bahaya.

“Ma, Pa,” aku mulai tidak tahan ingin ikut mengomel, “kami baru sampai. Apa tidak bisa ditunda sampai besok saja?”

“Jadi, apa benar kamu ingin melamar Iren?” Mama tidak peduli intrupsiku. Oke. Dia memang selalu seperti itu, mengabaikan diriku dalam keadaan genting. “Soalnya kalau Tante dengar omong kosong darimu, Tante pastikan kamu pulang dengan bogeman di wajah.”

Sejak kapan Mama belajar mengancam? Aku jadi mencemaskan masa depan keluargaku.

Alih-alih tersinggung maupun merasa terancam, Igor memilih menampilkan senyum menenangkan. Lama-lama aku membayangkan Igor sebagai pawang, sementara Mama dan Papa menjelma jadi dinosaurus ganas. Raptor? T-Rex? Entahlah. Pokoknya aku peri salju saja. Eh?

“Ya,” Igor membenarkan, “dalam waktu dekat setelah saya selesai dengan pekerjaan.”

Eh astaga naga perkasa seantero raya! Kemarin atau kemarinnya lagi saat aku mendesak Igor mengenai klue maupun tetek-bengek hubungan kami, dia justru tidak mau memberiku deskripsi lengkap! Sekarang di hadapan orangtuaku mendadak dia jadi sangat bisa diajak bekerja sama. Apa aku kurang terlihat sangat serius? Sangat serius ingin menerjang calon suamiku, maksudnya!

“Memangnya kamu bisa kasih makan anakku?” Papa mendengus, jelas sekali ingin merendahkan lawannya dengan berbagai cara. Dia memberi Igor tatapan meremehkan yang pasti akan diganjar Mama dengan tepokan keras di pipi. “Iren biasa hidup enak. Dia bukan tipe anak yang suka diajak susah. Jangan harap kamu bisa meminta Iren dariku kalau kamu sendiri belum mampu menghidupi dirimu.”

Aku mengangguk-angguk, coba memahami jalan pikiran Papa. Bagaimanapun juga dia pasti takut aku sengsara dalam rumah tangga. Konon kata Mama, Papa bukan tipe pria yang mengajak Mama berumah tangga dengan awal nol. Artinya, Papa sudah punya pekerjaan bagus dan berani menjamin di hadapan papanya Mama bahwa putrinya tidak akan kekurangan satu apa pun. Masih bisa kumengerti kerisauan Papa.

Igor hampir saja membuat jantungku atraksi sirkus. Dia tersenyum makin teduh dan kupastikan pertanyaan Papa sama sekali tidak menjatuhkan semangat Igor. “Saya sudah bekerja,” jawabnya, mantap. “Saya mampu memenuhi semua keinginan, kebutuhan, dan tuntutan Iren.”

Lagi-lagi Papa bersikap sedikit menjengkelkan dalam cara menggemaskan. “Jangan bohong. Buktikan? Minimal sebutkan kamu kerja di mana?”

Kemudian Igor menyebutkan sebuah nama yang cukup ampun membungkam kami.

“Ka-kamu yang punya?” Papa mulai menyentuh dada, sepertinya dia takut jantungnya berhenti berdetak. “Bagaimana bisa?”

“Bukankah Galaxy Entertainment fokus pada industri hiburan?” Mama pun terkena dampak tornado fakta. “Sebesar itu?”

Aku? Jangan tanya. Rasanya persis ketika aku mengetahui bahwa dunia kerja sejahat ibu tiri dalam sinetron sore! Selama ini kupikir Igor bekerja di dunia bisnis kuliner karena sempat mentraktirku makan di restoran mahal bintang elite! Tidak kusangka dia yang punya Galaxy Entertainment! Bukan sembarang nama, melainkan raksasa yang terkenal sering mengorbitkan idola baru. Semua idola yang tergabung dalam Galaxy Entertainment pastilah mahal dan mewah. Kemarin saja salah satu penyanyi dari Galaxy Entertainment berhasil menggelar konser akbar yang profitnya tidak perlu diragukan lagi!

Oh calon suamiku.... Game? Di sana tidak dijelaskan secara detail terkait yang satu ini. Hanya informasi bahwa Igor mapan sekali! Itu saja. Detail lain terkait Igor harus didapatkan dari sejumlah kartu dan episode terkunci. Entah mengapa setiap kali menarik kartu aku tidak dapat Igor! Lalu, episode berbayar milik Igor mahal! Ibaratnya yang lain dijual seratus lima puluh ribu, milik Igor bisa empat ratus bahkan enam ratus ribu!

Ha ... haha aku terlalu miskin untuk hobiku yang ningrat ini.

“Bila tidak keberatan,” Igor menawarkan, “saya bisa mengajak Om dan Tante berkunjung.”

“Jangan panggil tante,” Mama mengoreksi, wajahnya terlihat berseri sekali, sih? “Panggil mama pun nggak keberatan.”

“...” Apa Mama tidak memperhatikan Papa yang sepertinya ingin berubah jadi Ultraman Gingga? Dia jelas siap menghadapi berbagai kaiju dan mengamankan keluarga dari ancaman. Kasihan sekali papaku. Kasihan. Berani taruhan, dia akan mencari Juno dan mengajak adikku membuat koalisi.

Aku mulai berdeham, berharap urusan mengenai Igor telah beres.”Ma, Pa. Kami boleh melanjutkan hubungan ke tahap....”

“Memangnya kapan kamu ingin meresmikan hubungan?” Sekali lagi, Mama menyela. Dia sangat senang menyalip antrean! “Terus terang saja, pernikahan bukan permainan. Kamu nggak bisa melepas Iren begitu saja hanya karena bosan.”

Kurasakan tatapan mata Igor yang penuh dedikasi seolah ia menantikan diriku sekian tahun. Selamanya.

“Saya bersabar menunggu Iren selama sepuluh tahun lebih,” kata Igor. “Tidak mungkin saya sanggup melepasnya kepada siapa pun.”

Permisi. Aku ingin pingsan sebentar.

***
Selesai ditulis pada 25 Februari 2024.

***
Hmmm kucing saya, si Milky, kok makin bulat? Nggak apa-apa, sih. Soalnya dia tetap nggak nolak dipeluk, dicium, diajak kerja sama jadi bantal. Huhuhuhu.

TUAN VILLAINKU~ (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang