Laki-laki bernama Demas Adi Erlangga ini menarik rem tangannya ketika ia berhenti di depan kediaman Samarra. Hari ini ia dan Samarra baru saja selesai fitting pakaian pernikahan mereka, dan kegiatan mereka diakhiri dengan Demas mengantar Samarra pulang.
"Hari ini capek ya?" tanya Demas pada Samarra yang hanya terdiam, melamun sepanjang perjalanan. "Maaf ya." ujar Demas pelan.
Samarra menolehkan kepalanya, ia melirik ke arah Demas. "Maaf buat apa?" perempuan itu balik bertanya. Tidak menunggu Demas untuk menjawabnya, Samarra langsung membuka pintu mobil dan keluar menuju apartmennya.
Tetapi derap langkahnya terhenti saat ia teringat satu hal.
Perempuan itu berbalik, dan kembali berdiri di samping pintu kemudi mobilnya Demas.
Dengan cekatan, Demas membuka jendela mobil hitamnya itu. Alis Demas terangkat, seolah bertanya, ada apa, pada Samarra.
"Weekend nanti aku mau pergi sama teman." ujar Samarra, posisinya berdiri di samping mobilnya Demas, bicara pada laki-laki itu yang masih duduk di dalam mobilnya.
Demas bingung, ini dalam rangka apa Samarra tiba-tiba memberitahunya hal seperti ini?
Melihat kebingungan yang tergambar di wajah Demas, Samarra melanjutkan kembali ucapannya. "Just in case." ujar Samarra. "Aku gak meminta ijin kamu, tapi setidaknya kamu harus tahu kan aku ngapain." lanjut Samarra menjelaskan.
Beberapa detik yang lalu, Demas sempat menerka-nerka ucapan Samarra barusan. Apakah prempuan itu meminta izinnya, karena tidak lama lagi mereka akan menjadi sepasang suami istri, atau pada akhirnya Samarra menerima kenyataan bahwa sejatinya memang Demas lah laki-laki yang akan bersamanya sepanjang hidup.
Tetapi buru-buru Demas sadar akan dirinya sendiri. Jangan Samarra, ia pun sulit menerima perjodohan ini. Tidak mungkin dalam kisah ini Samarra yang akhirnya akan luluh, dan pada akhirnya mereka saling mencintai.
Demas tahu bahwa hal tersebut tidak akan bisa jadi nyata. Ia dan Samarra akan memulai kehidupan yang baru bersama-sama tanpa ada cinta disana. Itu kenyataannya.
Laki-laki itu tersenyum tipis pada Samarra. Ia menganggukkan kepalanya tanpa bertanya terkait siapa, kemana, dan dimana Samarra akan pergi.
Just in case, katanya.
"Mau aku antar?" tanya Demas.
"Boleh, jam sembilan pagi antar aku ke stasiun." jawab Samarra.
"Okay."
Tanpa menyunggingkan senyum di wajahnya, Samarra beranjak dari tempatnya dan melangkah menjauh, berjalan masuk ke pintu menuju apartment nya.
Sedangkan Demas hanya memandangi punggung Samarra yang semakin menjauh. Merenungi semuanya sekaligus.
—
"Gak usah parkir, aku turun di drop off area aja."Demas tidak bertanya lebih jauh perihal kemana dan rencana Samarra bersama temannya itu pagi ini. Ia benar-benar berhenti di drop off area, sesuai permintaan Samarra.
"Keretanya berangkat jam berapa?" tanya Demas.
Samarra melihat ke arah jam tangannya, "tiga puluh menit lagi, kayaknya." jawab perempuan itu seadanya.
"Mau aku temenin dulu?" Demas bertanya lagi.
Samarra menggelengkan kepalanya, "Gak usah." Ia mengambil ranselnya yang berada di kursi belakang. Ia melirik ke arah Demas yang memperhatikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dongeng Sebelum Tidur
Dla nastolatkówMereka berharap bahwa semua ini dan ceritanya hanyalah dongeng sebelum tidur yang tidak akan pernah terjadi. written by jlldal © 2023