29 🔞

1K 62 7
                                    

Satu-satunya yang tak harus kau khawatirkan adalah aku ...






Tapi, bagaimana bisa?

Bagaimana mungkin Jaehan tak mengkhawatirkan seseorang yang kini menjadi paling berarti dalam hidupnya?

Bagaimana bisa ia diminta untuk mengabaikan?

Mendengar penuturan Yechan, kepala Jaehan pun tertunduk dalam. Sampai tatapannya kembali saat dagunya diangkat dengan mesra.

Detak jantungnya bergemuruh, namun tak lagi ragu, atau bahkan menolak sentuhan itu. Jaehan hanya memejamkan mata dan menikmati saja saat Yechan kembali menciumnya, mencumbunya.

Bagaimana pun, mereka adalah mate. Ada ikatan yang sulit untuk dijelaskan. Tak peduli berapa kali Jaehan maupun Yechan mencoba menahan, keinginan itu tetap ada dan tak terelakkan.

Sulit untuk tetap tenang saat keduanya mulai berdekatan. Seperti sekarang, tubuh yang tadi berjauhan, kini mulai tak memiliki sedikit pun celah.

Lengan Jaehan kalungkan di leher Yechan. Dengan penuh kesadaran ia memiringkan kepala bahkan membuka mulutnya hanya untuk menyambut segala sentuhan yang Yechan tawarkan.

Ciuman itu lembut, tak ada kesan tergesa, seolah Yechan tengah memberikan ketenangan yang memang Jaehan butuhkan, Jaehan inginkan ...

Untuk sesaat, pikirannya sungguh kosong. Itu menenangkan, juga menyenangkan. Dalam dirinya hanya ada Shin Yechan dan itu melegakan.

Aku tak akan melakukan apapun sampai kau mengizinkan aku untuk menyentuhmu ...

Seakan mendengar lagi kalimat yang selalu Yechan lontarkan, Jaehan pun membuka mata, masih sambil membalas lumatan demi lumatan yang Yechan berikan. Namun, kini tangannya tak lagi diam. Jemarinya mulai turun menyusuri lengan pemuda yang bahkan tak memiliki keterkejutan sedikit pun.

Tak ingin lagi menghindar atau bahkan melakukan penyangkalan, tangan yang kini berada dalam genggaman Jaehan tuntun untuk memberikan sesuatu  yang lebih dari itu.

Jaehan mengizinkan Yechan menyentuh apapun yang pemuda itu inginkan.







Yechan memutuskan jalinannya. Mata bermanik gelap sekelam langit malam miliknya menatap Jaehan seolah bertanya mengapa.

Bukan menjawab, Jaehan justru merasa dirinya mulai tenggelam dalam tatapan yang begitu dalam.


"Kim Jaehan?"

"Aku tahu apa yang aku lakukan, Yechan-ah ..."

"Saat sadar apa yang kau katakan saat ini, kau pasti akan membunuhku esok hari." Yechan mengatakan dengan kekehan.

"Tidak akan ..." lirih Jaehan mencoba menyakinkan.

Hanya saja, Yechan tampak tak percaya. Kembali ia menekankan.  "Kau akan penuh dengan bauku, kau tidak akan bisa lagi mengabaikan keinginanku, kau bahkan akan kehilangan kealpha-an yang selama menjadi kebanggaanmu. Saat aku menaruh racun ku di tubuhmu ... Jaehanie, kau tak akan pernah bisa membatalkan itu. Kau ... tak bisa lari lagi dariku."

Tak peduli seberapa besar penyesalan yang akan Jaehan rasakan, tak akan ada lagi yang bisa dilakukan.

"Kau sungguh siap dengan segalanya?"

Tentu saja Yechan melihat riak keraguan dalam raut cantik yang kini kebingungan. Namun, itu hanya sesaat sebelum Yechan menangkap sebuah kemantapan. Keyakinan dan kegigihan yang Jaehan tunjukkan, membuat Yechan tak lagi melontarkan pertanyaan.

"Baiklah ..."

Tak cukup keras, pemuda itu mendorong Jaehan hingga punggungnya terantuk pohon yang cukup besar di belakang.

EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang