Cinta mampu berkomunikasi, jika tidak... bagaimana mereka bisa saling memahami?
"Sejak kau punya suami kita, tidak banyak bicara akhir-akhir ini."
"Hei Phi Nuea, jangan katakan itu."
"Ya, aku bukan hanya seorang suami, aku juga seorang manusia."
"Hahaha..."
Suasana di dalam rumah tampak lebih hidup dari biasanya, bukan hanya karena sang putra bungsu berkunjung bersama seorang pria berwajah tampan, tapi juga karena Nuea, seorang kerabat dekat yang sempat mangkir, telah bergabung ke meja makan. Karena itu, ejekan terhadap pemuda yang sedang membawa kekasihnya tidak terelakan.
Anak laki-laki yang mengucapkan kata "suami" itu dipukul begitu dia selesai berbicara. Tapi ternyata, dia jauh dari rasa takut dan jistru sepertinya menyukainya.
"Hai, jika kau terus memukulku, aku akan memukul pantatmu malam ini."
"Ehem... Apa kau ingin mati lebih awal?"
Rarin, yang berada di ujung meja, tampak paling cemburu pada adik laki-lakinya saat dia berdehem.
Ekspresi wajahnya sama sekali tidak terlihat seperti sedang beranda. Sebaliknya, dia tampak sangat serius untuk membunuh calon iparnya, sampai kepala Sun tersentak sedikit, bergerak ke arah orang yang baru saja memukul kepalanya dan memohon.
"Phi Ryu, sepertinya Phi Rin ingin membunuhku."
"Itu tidak buruk sama sekali."
"Oh, jangan menangis dan menyesal nanti. Ketika aku sakit, kau bahkan tidak bisa meninggalkanku."
Itu adalah pemandangan yang aneh ketika anak bungsu dari rumah itu, yang dulunya cukup galak, tersipu saat dia bergumam bahwa dia gila dan berbalik memohon kepada saudara perempuannya sampai kekasih muda Ryu menghela nafas.
"Besok kau akan membantu para pekerja memotong cabang dari jam empat pagi." Kata sang kakak
"Aku tidak takut." Raut wajah anak laki-laki dari Bangkok itu sepertinya mengatakan bahwa dia sudah terbiasa. Aku bisa dengan mudah menebak apa yang dia pikirkan ketika dia berbalik dengan tatapan kurang ajar. "Mereka membuatku melakukan segala macam hal Phi Nuea. Tapi semua orang disini sangat ramah, dan jika kau bekerja keras akan ada seorang gadis yang akan membawakanmu makanan disana."
"Siapa gadis itu!
"Lihat ke cermin, Phi Ryu."
Sepertinya bocah itu tidak takut mati, membuat Nam Nuea tidak bisa menahan tawa. Dia memandangi dua anak laki-laki yang terus menerus mengolok-olok satu sama lain sebelum berbalik untuk melihat pasangan yang sudah menikah.
"Dan kalian, kapan akan memiliki adik laki-laki untuk keponakanku?
"Awalnya kami berniat menundanya selama kurang lebih tiga tahun agar lebih banyak waktu bersama si kecil," ujar Phi Ton dengan wajah tersenyum sebelum menambahkan. "tapi mungkin tidak."
"Apa kau akan punya bayi lagi, Phi Ton?" Rerai, berbalik dan tersenyum manis membuat senyum sang suami menghilang tapi dia tetap berkata:
"Ya, kita akan memiliki bayi lain."
Rerai terlihat sangat malu. Tapi Phi Rin-lah yang dengan cepat mengubah topik pembicaraan untuk bertanya pada Nuea.
"Dan bagaimana denganmu?"
"Oh, izinkan aku bertanya sesuatu padamu dulu, Rin. Apa kau masih perawan tua?"
"Perawan tua juga bisa dikelilingi berlian." Phi Rin memiliki selera humor yang bagus. Dia sepertinya tidak keberatan tetap melajang jadi dia menganggapnya sebagai lelucon sebelum Nuea menjawab: