Tatapan mata nya kosong, ia tidak mengerti dengan shock culture di sekolahnya ini. Kemarin meminta untuk membawa bekal untuk di makan bersama, tapi kini, justru diminta untuk di makan sendiri.
Ah, yang benar saja. Tahu begini ia memilih untuk tidak membawa bekal saja, karena nyatanya lebih baik dimakan di rumah daripada dimakan sendiri di sekolah.
Bukannya tidak tahu bersyukur atau bagaimana, hanya saja dirinya tidak nafsu makan jika harus berhadapan dengan teman-teman sekelasnya. Rasanya mungkin sekedar haus tanpa ada nya rasa lapar yang menghampiri.
Baiklah, waktunya menyibukkan diri dengan musik lewat earphone. Karena saat ini, mungkin musik sudah menjadi bagian dari hidupnya.
Selain mendapat ketenangan, dirinya juga bisa menyamarkan suara-suara di sekitarnya. Tentu saja, dirinya memakai earphone dengan volume yang cukup keras.
"Gak nyangka ya.. yang kemarin bilang nya gak bakal bisa, eh tau-taunya udah ngelewatin dua bulan. Kuat juga ya gua?" monolog Javas dalam hati. Tersenyum getir merasa sudah kuat untuk melewati dua bulan yang penuh siksa.
Meski hanya dilewati dengan membisu dan berdiam diri di belakang kelasnya, rasanya itu sudah cukup hebat bagi seorang Javas. Nyatanya, ia masih kuat untuk bertahan.
Meski kadang pikiran-pikiran untuk bunuh diri kembali mendatangi dirinya. Namun dirinya tetap bisa menahan hal tersebut untuk tidak terjadi, lagipula ia masih tau diri untuk tidak melakukan hal buruk semacam itu.
Jika masalah nya di dunia selesai, bukan berarti masalahnya bersama Tuhan juga ikut selesai bukan?
Monokrom sekali hidupnya ini, tidak ada yang spesial dan terlihat hanya itu-itu saja yang ia alami. Membosankan namun juga membuat tenang.
Ia tidak yakin sampai kapan dirinya akan seperti ini, namun di sisi lain ia juga perlu mengapresiasi diri nya karena sudah bisa melewati hal-hal semacam ini.
Dipikir-pikir tidak semua orang bisa melakukan hal semacam ini. Meski tidak hanya dirinya, namun pasti hanya beberapa.
Buktinya, kemarin ada sebuah berita bahwa di sebuah sekolah terdapat seorang siswa yang meninggal dunia karena adanya sebuah pembullyan dan juga perundungan. Bahkan terdapat banyak luka lebam di area badan nya.
Namun anehnya, pengurus sekolah justru menutupi hal tersebut dengan alasan sang murid terjatuh di kamar mandi.
Padahal jika dipikir, rasanya tidak masuk akal sekali bukan? Mana ada jatuh dari kamar mandi hingga menyebabkan luka lebam seperti habis dianiaya? Bahkan terlihat jelas seolah luka-luka tersebut adalah luka yang disebabkan oleh pukulan-pukulan yang begitu keras.
Bisa dibilang, mungkin kasus tersebut termasuk ke dalam bullying non verbal, sedang dirinya.. mungkin bullying verbal.
Meski tidak berupa cacian, namun seolah seperti membully nya.
Katanya sih bercanda, namun mana ada bercandaan yang hanya terlihat lucu pada satu pihak, bukankah seharusnya kedua pihak? Ah, rasanya lebih pantas di sebut sebagai bullying non verbal.
"Di mohon kepada siswa dan siswi kelas 10 hingga kelas 12, dimohon untuk datang ke aula untuk sosialisasi,"
Mendengar pengumuman itu, Javas hanya menghela nafas panjang. Sosialisasi apalagi ini, rasanya malas sekali untuk mendatangi nya. Meski aula tidak jauh dari kelasnya, namun tetap saja rasanya malas bertemu banyak orang.
Syukur jika hanya bertemu dengan orang-orang asing, namun jika harus berkumpul dengan satu kelas, rasanya sebuah musibah bagi dirinya.
Ya sudahlah, lebih baik dirinya datang. Toh hanya sosialisasi, selesai itu juga dirinya pasti bisa terbebas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vincere tecendo
FanficHidup di zaman sekarang bukan lagi tentang bagaimana bisa berjuang, namun bagaimana cara untuk bisa bertahan. Bertahan dari macam nya alur yang sulit ditebak, bahkan dari alur hidup yang tidak kita inginkan. "gini banget jadi nasib dijadiin pelaku"...