9

403 35 4
                                    

Kalo Tayana Rodney ngebatin karena kelakuan Jordan Fletcher, aku ngebatin karena kelakuan Wattpad.

Misal kalian lagi baca bab ini, menemukan kalimat yang rancu atau lompat gitu aja, ga nyambung sama cerita paragraf sebelumnya, tolong info ke aku ya. Jadi akhir-akhir ini Wattpad-ku kayak bermasalah, setiap upload full satu bab dari Microsoft Word, sesampainya di Wattpad ga ditampilkan keseluruhan. Pasti ada aja yang kepotong. Huuuu sedih.

Sekalian mau ngingetin jangan lupa follow back up account aku (VerannaLeonand). Buat sedia payung sebelum hujan. Terima kasih, cinta!!

-Veranna Leonand-

MOHON SUPPORT PENULIS LEWAT VOTE, COMMENT, FOLLOW DAN SHARE CERITA INI KE BESTIE KALIAN YA. MERUPAKAN SEBUAH KEJAHATAN JIKA KENIKMATAN DUNIA DISIMPAN UNTUK DIRI SENDIRI. HAHAHAHAHAHA.

====================================================================

***

Mataku terpejam sambil memeluk tas, tidak berarti aku tidur. Aku hanya mengistirahatkan diri setelah kejadian mengejutkan yang baru saja kualami. Kupercayakan perjalanan pulangku pada pria yang dulunya sempat membuatku trauma, karena ia pernah menyupiriku dengan kecepatan setara Formula One. Thank God, kali ini pria di sampingku membawa mobil dalam kecepatan normal. Sepanjang perjalanan juga tidak ada suara di antara kami. Radio tidak menyala untuk membunuh keheningan.

Aku merasakan lenganku ia tusuk dengan ibu jarinya. Aku masih memejamkan mata. Mulutku hanya bergumam. Aku tahu atas dasar apa ia melakukan itu. Memastikan aku tidak pingsan. Jika keadaan memungkin aku bisa tertawa sedikit, karena ia akan kembali menusuk-nusuk lenganku setiap beberapa menit.

Entah sudah keberapa kalinya, aku juga malas untuk menegakkan tubuh. Akhirnya aku buka suara ketika Jordan menusukku lebih dalam. "Aku belum mati. Tenang saja, Jordan."

Dari tadi aku memang menutup mata, menyandarkan tubuh ke kursi. Aku seperti jelly, tidak memiliki tenaga. Setiap detik rasa pening semakin parah, dan ini salah satu caraku menenangkan diri. Aku tidak ingin mengeluarkan isi perutku di dalam mobil ini, seseorang akan marah besar jika itu terjadi.

Tepat saat aku memijat kening, tubuhku tersentak ke depan. Jordan menginjak rem dan deru mesin tidak lagi terdengar. Bunyi sabuk pengaman dilepaskan, berikut suara pintu mobil dibuka dan kemudian ditutup lagi.

Sebuah tangan terjatuh di bahuku, aku membuka mata perlahan. Tanganku meraba sabuk pengaman untuk melepaskannya, namun Jordan langsung memukul tanganku. Ia yang menggantikan peran membukakan sabuk pengaman itu. Sekilas aku melihat wajahnya yang serius, mulutku gatal ingin mengomentarinya, ada dorongan untuk mengucapkan keherananku atas kebaikannya—dengan catatan sikap kasarnya tidak pernah hilang.

Jordan membantuku keluar mobil. Genap pintunya ditutup, ia menggendongku layaknya Tuan Putri, dan aku masih menggenggam tote bag layaknya anakku. Ingin ada badai, tsunami, dan bahkan malaikat maut yang belum lama ini 'Say Hi' kepadaku, apa pun yang berhubungan dengan pekerjaanku tidak boleh terpisah dariku. Menyedihkan jika keselamatanku dan laptop perusahaan sama berharganya, sebelas dua belas.

Tubuh besar Jordan berjalan lurus. Ia tidak terlihat terbebani dengan berat tubuhku. Kami melewati undakan. Di depan pintu rumahku ia berhenti. "Sebutkan kode aksesnya," perintahnya.

"Enak saja. Nanti kau bisa tahu kodenya." Aku mengulurkan tangan, menengok sebentar ke wajah pria itu. "Miringkan kepalamu. Ini rahasia negara."

Jordan menurutiku. Wajah tegasnya berpaling ke lain sisi selama aku memasukkan kode akses. Pintu otomatis terbuka dan ia membawaku masuk. Langkah lebar pria itu menggendongku sampai ke ruang tamu, tubuhnya membungkuk ketika tiba di dekat sofa. Ia membaringkanku di atasnya.

THE OG BOSS (TheBossesSeries#2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang