3

288 74 14
                                    

-Day 2-

Pria yang tadinya sedang menulis di papan itu tampak menghentikan kegiatannya tatkala bel istirahat berbunyi.

"Sampai di sini ada pertanyaan?" Tanyanya kepada seluruh isi kelas, siap menjelaskan ulang jika materi tadi ada yang tak masuk ke dalam otak mereka.

Tak ada jawaban dari siswa, barangkali karena anak-anak belia itu ingin cepat-cepat mengisi kekosongan perut mereka.

"Kalau tidak ada saya cukupkan," ucapnya sebelum meninggalkan kelas.

Sontak seluruh isi kelas langsung berbondong-bondong keluar tak sabaran. Seperti biasa, Minji selalu menjadi yang termalas untuk menggerakkan badannya. Bahkan sekedar berdiri pun ia tampak tak mau melakukannya.

"Kau tidak mau ke kantin?" Tanya Haerin yang sedang membereskan bukunya. Melihat heran ke arah Minji yang menelungkupkan kepalanya di siku tangan.

Minji menggeleng. Ia memang belum mengisi perutnya sedari tadi, tapi rasa kantuknya begitu besar mengalahkan urusan perutnya. Ganjaran akibat terus memaksa otaknya tetap berfikir untuk pekerjaannya sebagai orang suruhan, padahal semalam sudah waktunya untuk tidur.

"Kau juga tidak ke kantin?" Tanyanya.

Ayolah gadis bermata minimalis itu juga sama sekali tak beranjak dari tempat duduknya, untuk apa bertanya seakan mengajaknya pergi?

"Tidak, Hanni sudah menyiapkan bekal untukku," ucap Haerin.

Minji menegakkan tubuhnya. Benar saja dari arah pintu, terlihat seorang gadis berponi itu datang menghampiri mereka. Haerin tersenyum lebar, sementara Minji muak melihatnya.

"Kalau ke kantin tak bisa bermesraan dengan Hanni," ungkapnya sejujur-jujurnya.

Minji merotasikan matanya malas. Ia kembali menelungkupkan kepala di siku.

"Sayang buka mulutmu," ucap Hanni menyuapi kekasihnya. Dengan senang hati Haerin pun memakannya.

"Wah masakanmu sangat enak," puji Haerin akan masakan kekasihnya.

Resiko yang harus dialami Minji ketika tak memilih ke kantin, harus menjadi penonton acara Lovey-Dovey pasangan ini.

"Minji kau harus mencoba makanan ini, ini benar-benar enak sekali," Haerin berucap untuk memuji masakan kekasihnya sekaligus menawarkan makan karena khawatir pada Minji yang tampak lesu itu.

"Kau sungguhan tak mau makan?" Tawar Haerin lagi kini sambil menyenggol lengan teman sebangkunya itu.

"Kalau tak mau makan akan kusuapkan," imbunya.

Minji berdecak, ia meraih kotak bekal Hanni dan menyuapkan makanannya sendiri. Tak sudi jika Haerin menyuapkannya sungguhan. Tapi jujur Minji memang sangat lapar.

"Masakan pacarku enak bukan?" Tanya Haerin.

Minji hanya mengangguk, tapi baginya rasanya biasa saja. Tak ada spesialnya. Mungkin ada yang berbeda dengan lidah Haerin.

"Aku dengar kau menolong Jihye dari Yuna ya kemarin? Yuna mengeluh kau melemparinya jangkrik dan membawa Jihye pergi dari sana," ucap Hanni selagi  melihat Minji yang sedang mengunyah.

Minji menganggukkan kepalanya. "Dia benar-benar kejam," ungkapnya.

Hanni meraih kembali bekalnya dari Minji. "Aku juga sebenarnya ingin berteman dengan Jihye, dia gadis yang baik dan mau membelikan jam tangan yang aku inginkan ini. Tapi aku tak siap mendapat hinaan juga dari mereka," ungkapnya sembari mengelus jam tangan yang melingkar di pergelangan.

"Pengecut," ucap Minji remeh. "Aku akan malu menggunakan jam tangan itu."

Hanni tersenyum dengan hentakan. Dia memang pengecut. Tak bisa membela Jihye ataupun dirinya.

Beautiful MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang