Happy Reading!
Sejak tadi Amara tak berhenti mengeluhkan cuaca yang tak bersahabat. Suhu yang tetap panas meski sudah berdiri di depan kipas angin tersebut bisa membuat orang mati kepanasan. Bahkan, kain basah yang dijemur saja bisa langsung kering dalam satu jam.
Samar samar Amara mendengar namanya dipanggil, ia menengok ke sumber suara dan mendapati Ezra yang berlari ke arahnya.
Ezra berjalan dengan langkah lebar sambil membuka kancing seragamnya satu persatu, menggulungnya jadi bulatan lalu setelah hanya menyisakan beberapa langkah ia langsung melemparnya dengan bebas seolah-olah sedang main lempar tangkap.
Amara berhasil menangkap lemparan itu. Ia menatap sepotong kain yang ada digenggamannya dengan heran.
"Apaan nih? Lo mau berlagak sok keren depan gue? Sori ya, tapi gue nggak minat." Amara melempar balik seragam itu hingga kembali ke tangan Ezra yang terkagok saat menangkapnya.
"Lo kelewat gila atau kelewat bodoh? Lo nggak sadar kalau baju lo ... nyetak?"
Menghapus rasa tidak enak akhirnya Ezra berhasil mengatakan apa yang ia lihat. Ia sudah terbiasa melihat kebiasaan abnormal cewek yang juga mantan pegulat tersebut, dimana setiap hari memakai dalaman kaus dibalik seragam sekolahnya. Sampai saat ini kebiasaan yang menurut orang lain merepotkan itu tampak lumrah dimata Ezra.
Jantung Amara terasa terhenti mendadak dalam sekejap, dan setelahnya berdetak dengan cepat dalam waktu cukup lama, hingga spontan membuat posisi tangan menyilang di depan dada. "Harusnya ngomong dari tadi dong!" sentaknya kesal.
Tubuh Ezra memutar, membelakangi Amara yang saat ini sibuk menutupi benda sakralnya. "Lo pikir gue bakalan ngasih secara mendadak dan bilang tanpa basa-basi? Emangnya gue cowok apaan?"
Amara sedikit mencuri pandang dan melihat Ezra tak lagi menghadap ke arahnya. Ia mendelik. "Trus lo pikir keren diem doang?"
"Oke oke, sori." Setelah menyampaikan permintaan maafnya dengan tulus Ezra berbalik sambil menutup mata dan memberikan seragamnya yang kali ini langsung direbut.
"Lengannya pendek, tapi seenggaknya ukurannya gede."
Amara langsung memakainya tanpa berkata sepatah kata, hingga terjadi keheningan diantara mereka. Meskipun Ezra temannya tetap saja ia adalah cowok yang mempunyai pikiran-pikiran aneh tentang lawan jenis.
"Thanks."
Ezra berdehem. Kemudian ia menghapus jarak hingga kini posisi mereka samping-sampingan. Perbedaan tinggi yang hanya berbeda beberapa centi tak membuat keduanya kesulitan untuk saling pandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Between Us
Teen FictionAmara terpaksa harus menyelesaikan semua kesalahpahaman di masa lalu setelah lima tahun menghilang. Lalu, apa yang akan terjadi? Akankah ia bisa mengubah pandangan terhadap masa depan jika kesalahpahaman itu terselesaikan?