"Ibnu!" sapaku sembari duduk di sebelah laki-laki yang kumaksud. "Ikutan makan di sini ya."
Ibnu yang sedang asyik menyantap makan malamnya, mengangguk mengiyakan. Di sebelah Ibnu terdapat Kak Ardi yang juga sedang menghabiskan makan malamnya.
Himpunan kami sedang mengadakan acara dies natalis himpunan yang ke-73. Kami menginap di sebuah vila di Lembang yang dihadiri oleh angkatan aktif dan alumni himpunan kami. Saat ini, semua orang sedang menikmati makan malam sembari bercengkrama dengan teman seangkatan maupun lintas angkatan.
Tidak jauh dari Kak Ardi, kulihat Kak Mahesa hampir selesai dengan makan malamnya. Namun, saat itulah salah satu temanku menghampiri Kak Mahesa dan Kak Reza, kemudian memberikan sekotak makanan baru. Kedua kakak tingkatku itu langsung dibuat heboh karena makanan gratis.
Aku tak terkejut melihat kehebohan itu. Kak Mahesa dan Kak Reza memang punya perut yang besar seperti gajah kalau soal makanan.
Tak lama kemudian, seorang perempuan menghampiri Kak Mahesa. Meskipun perempuan itu memunggungiku, aku tahu siapa kakak tingkat perempuan tersebut, Kak Tia.
Entah apa yang diucapkan Kak Tia, tetapi respon teman-teman Kak Mahesa lebih heboh daripada kehebohan makanan gratis sebelumnya. Aku memperhatikan Kak Mahesa yang kini tersenyum lebar.
Penyebabnya?
Kehadiran Kak Tia, asumsiku.
Entah sejak kapan, Ibnu sudah beranjak dari duduknya dan meninggalkan aku berdua dengan Kak Ardi. Aku pun bertanya kepada kakak tingkatku yang turut cengengesan karena kehebohan itu.
"Ada apa sih, Kak?"
Dengan senyuman khas Kak Ardi ketika terjadi "gosip hangat", laki-laki itu memberi aba-aba kepadaku dengan menunjuk ke arah Kak Mahesa dengan dagunya.
"Kak Mahesa sama Kak Tia?" tanyaku dengan sedikit lebih mendekat, agar tidak terdengar temanku.
Kak Ardi hanya mengangguk dengan mantap sambil melanjutkan makan malamnya.
"Oh. Udah lama?"
"Baru sih, baru-baru ini lah," jawab Kak Ardi.
Aku kembali melanjutkan makan malamku dalam diam.
Tentu saja ada rasa terkejut mendengarnya. Namun, entah mengapa, tidak ada rasa kecewa mengetahui hal tersebut.
Apakah karena aku sudah mengetahui sejak dulu ia memiliki seorang gadis yang ia sukai?
Atau apakah karena sejak awal aku pun tahu Kak Mahesa tak mungkin menyukaiku?
Entahlah apa penyebab ketidakhadiran rasa cemburu itu.
Yang pasti, kini aku semakin bertanya pada diriku sendiri; pernahkah aku benar-benar menyukai Kak Mahesa?

KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita di Kala Senja
Novela JuvenilNamaku Aulia, mahasiswi tingkat 3. Buku ini berisi potongan kisahku yang mengaguminya dalam diam. Jadi, kuharap kalian dapat menjaga rahasianya di dalamnya.