3. Siapa Sangka

403 59 5
                                    

Setelah menghabiskan waktu selama tiga puluh menit berdiam diri di depan perempuan yang terus-menerus meminta maaf itu, akhir nya Azizi memutuskan untuk keluar dari cafe setelah mendengar perempuan tersebut menelpon supir nya untuk segera dijemput disini. Ya, Azizi lihat perempuan itu kini sudah masuk ke dalam mobil dan dia melambaikan tangan nya pada Azizi.

Sebetulnya Azizi masih kesal, tapi melihat mata coklat nya yang amat bagus itu, Azizi jadi nya tak tega kalau harus memarahi nya perkara tempat duduk. Azizi punya pacar, Azizi punya dua saudari, Azizi punya Ibu, dan mereka semua adalah perempuan. Bagaimana jika salah satu dari mereka di marahi habis-habisan oleh seorang lelaki karena hal sepele, pasti nya tentu saja Azizi akan marah dan ingin mengacak isi dunia. Nah dalam pikir nya, begitu pun yang di rasakan oleh ayah atau saudara bisa pula pacar dari perempuan itu.

Azizi belum tahu nama nya, Azizi belum berkenalan, karena begitu dia duduk, perempuan itu hanya mengeluarkan suara nya untuk meminta maaf. Selain itu ia hanya diam menikmati minuman nya dan sibuk dengan handphone nya. Azizi yang merasa tak di ajak bicara, juga sama diam nya, tapi sedikit berbeda karena Azizi kelupaan memesan minuman sehingga sekarang ini dia ingin sekali cepat-cepat menemukan minimarket untuk membeli air mineral.

Sebelum naik ke atas motor, dia sedikit melirik jam tangan nya. Masih jam sembilan pagi, sepertinya Azizi takjadi mampir ke minimarket. Dia memutuskan untuk minum dirumah saja karena jarak dari sini kerumah nya juga lumayan dekat.

Kemarin malam teman bapak yang ia kenal dengan nama puccho itu menelpon Ibu, mengatakan bahwa siang hari ini ia akan mengajak Azizi sekeluarga untuk makan siang dirumah nya. Tapi karena Gracia sudah mulai sibuk dengan pendidikan nya, dan Shani yang masih enggan di ajak bicara, Akhirnya yang mampir kesana hanya Ibu dan Azizi saja. Undangan makan siang itu jam dua belas siang, masih ada waktu beberapa jam lagi untuk Azizi menikmati acara santai nya di atas kasur busa kecintaan nya.

Belum ada sepuluh menit, pagar rumah sudah tampak didepan sana. Azizi turun dari motor, membuka pagar kemudian memasukkan motor nya dan kembali menutup pagar. Ia buka helm nya, menaruh nya dengan rapih di tempat yang sudah di sediakan lalu cepat-cepat masuk ke dalam rumah.

Suasana rumah masih sama.

Semakin sepi, semakin hening. Hanya saja suara televisi sedikit menutupi keheningan ini, kalau tidak sudah lah rumah ini persis seperti rumah yang tak berpenghuni. Bisa nya kalau Bapak sedang libur, pagi-pagi seperti ini akan ada banyak suara yang dibuat oleh Bapak. Entah itu suara mesin gerinda karena bapak memperbaiki barang dirumah, atau juga suara kaset cd dengan lagu-lagu jadul, juga suara motor vespa yang selalu di perbaiki setiap minggu nya, dan masih banyak lagi. Kadang-kadang Ibu juga suka pusing dengan semua kegiatan Bapak, bahkan tak jarang Ibu menyuruh Bapak untuk pergi keluar mencari kegiatan lain saja.

Tapi sekarang seperti nya Ibu sangat ingin melihat dan mendengar kembali semua kegiatan Bapak selama dirumah.

"Lho, kirain sudah pulang dari tadi."

Azizi tersenyum tipis melihat Ibu yang muncul dari pintu belakang."Biasa lah anak muda, nongkrong dulu sebentar.."

Ibu tertawa kecil, menggelengkan kepala nya."Nongkrong di tukang bubur?"

"Lho ya bukan dong, bu.."

"Terus?" Ibu mengerutkan alis nya.

"Cafe." Azizi menyengir kuda.

"Banyak gaya, ngapain?"

Azizi duduk di sofa."Ngapain apa? Ngapain ke cafe?" Ibu mengangguk."Ngopi tipis-tipis." Kata nya sambil tertawa.

"Kalau cuma ngopi, Ibu juga jago bikin kopi. Enggak kalah enak sama kopi bikinan cafe, daripada bayar cafe, mending bayar Ibu.. dua puluh ribu sudah dapat satu ceret."

Dewasa Itu Sepi, YaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang