Memulai kehidupan di pagi hari itu, normal nya dengan minum air putih atau mencuci muka di kamar mandi.
Tapi seorang Marsha hari ini tidak termasuk manusia yang normal karena ia memulai pagi nya dengan mata yang bengkak dan sisa air mata.
Entah apa yang dulu pernah ia perbuat kepada orang tua nya sehingga di saat ia besar, ia lebih banyak tertekan dan di setir keluarga nya. Akhir-akhir ini setiap hari nya ia isi selalu dengan tetesan airmata. Bukan lebay, bukan lemah, tapi Marsha memang selalu mengekspresikan diri dengan menangis, apapun itu ia akan selalu menangis ketika ia rasa itu sudah menyakiti hati nya.
Ia melirik baju putih yang tergantung di luar lemari, kelihatan baru dicuci dan di setrika. Ia seperti tak sudi menatap pakaian itu, seperti ada kebencian yang memancar dalam pandangan nya. Katakan lah bukan ia yang mau untuk masuk ke perawatan. Semua nya sudah di rencanakan oleh orang tua nya sejak ia kecil, tapi meski bukan dalam bidang nya, Marsha selalu berusaha untuk tidak membenci pekerjaan nya.
Hari-hari sudah ia lalui, hampir sepenuhnya, hari-hari nya di isi dengan aturan dan tekanan. Kadang, ia patuh bukan karena takut, hanya saja ia sudah malas karena perbedaan pendapat dengan orang tua di setiap hari nya. Tapi ia sadar itu bukanlah keputusan yang baik karena sama saja ia menjerumuskan diri nya sendiri ke dalam lobang neraka dan pasti ia akan tersiksa.
Dan benar.
Ia benar-benar tersiksa setelah beberapa kali menyetujui keputusan Papi dan Mami nya.
Dulu, ia bahkan hampir kehilangan Arah. Hidup nya benar-benar di setir dan di paksa mengikuti apa yang sudah di rencanakan oleh Orang Tua nya. Marsha sudah merasa ia betul-betul kehilangan diri nya.
Mungkin tuhan memang masih sayang dan masih mengizinkan Marsha untuk menikmati hidup, akhirnya ia di pertemukan dengan Siswa Sma lelaki yang pada saat itu ia temani untuk di suntik. Hari itu ia tak menyangka akan bertemu dengan orang baru sedekat Azizi, meskipun awal nya ia selalu gagal hanya untuk mengetahui nama dan meminta nomor telepon nya.
Dua tiga hari berikutnya, kegiatan Marsha masih berada di lingkungan sekolah Azizi. Entah pula memang takdir atau tuhan yang mengasihani nya sehingga hari itu ia pulang dengan wajah bahagia dan membawa nomor telepon yang di tulis di kertas bekas nota pembelanjaan.
Dengan segera ia hubungi nomor telepon itu, lalu setelah di angkat, muncul lah suara perempuan yang sangat halus dan lembut menawarkan pesanan Brownies Coklat. Karena rasa tak enak nya, mau tidak mau ia memesan Brownies tersebut.
Besok nya, hari itu adalah hari terakhir ia berkegiatan di dalam sekolah Azizi. Marsha mendengus kesal, melihat Azizi yang sedang duduk di depan kelas nya sambil bermain gitar. Ia berniat untuk memarahi nya, tapi begitu ia mendekat..
"Terima kasih sudah pesan, nih."
Dia mengulurkan kantong plastik berwarna putih, begitu Marsha ambil, lumayan berat dan ketika ia lihat, isi nya Brownies coklat. Apa Azizi tak membohongi nya, atau justru membohongi nya, ia tak tahu tapi yang pasti apa yang di pegang nya betul-betul Brownies coklat.
"Itu nomor siapa?"
"Um.. maaf sebelum nya, itu nomor Ibu ku, hehehe."
Hah, Marsha menghela nafas panjang. Lelaki itu terlihat minta maaf dan betul menggumamkan kata maaf.
"Kenapa pakai nomor Ibu mu, kasihan dia mau jualan."
"Itu juga kan termasuk promosi, bukti nya kamu beli jualan Ibu, berarti promosi ku berhasil."
Marsha memutar bola mata nya."Ya, itu bagus. Tapi kalau kemarin aku enggak beli, gimana?"
"Berarti promosi ku gagal, artinya aku harus mencari customer lain."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dewasa Itu Sepi, Ya
FanficSekitarku ramai, mereka ramai, namun aku tetap kesepian.