2. Menjemput hari

437 59 2
                                    

Belum lama ia membuka mata nya karena suara Alarm yang menggema di dalam kamar ini. Kenapa rasa nya kantuk terus saja menyerang seperti enggan membiarkan Azizi untuk bangkit dari kasur yang amat nyaman ini. Baru akhir-akhir ini Azizi merasakan tidur nyenyak setelah dua minggu kepergian bapak. Sebetulnya rasa nya masih sama, sepi, hening, namun sebisa mungkin dia selalu mencairkan suasana di dalam rumah ini agar Ibu dan kedua kakak nya tetap hidup sehat tanpa beban pikiran yang berlebih karena terus menerus memikirkan Bapak tercinta.

Setelah mematikan Alarm, satu pesan yang dikirim oleh Marsha sudah tertera di barisan notifikasi berbagai aplikasi yang ada di handphone nya. Satu pesan yang membuat Azizi mau tak mau harus bangkit dari kasur, satu pesan yang membuat Azizi mau tak mau harus menyentuh air pada pagi hari ini.

Tapi tak apa, Azizi sungguh mencintai Marsha nya.

Marsha kekasih nya adalah seorang perawat di rumah sakit. Dia menemukan Marsha pada saat sekolah Azizi mengadakan tes kesehatan. Pada saat itu Marsha belum menjadi perawat, Masih melaksanakan praktek kerja lapangan. Marsha dan Azizi memiliki selisih usia sampai lima tahun. Marsha berusia dua puluh tiga tahun, dan Azizi delapan belas tahun tepat pada bulan mei di bulan depan.

Menjalani hubungan yang baru satu tahun ini, Azizi cukup sadar bahwa seperti nya ini tak akan berlanjut, dan sekarang ia hanya menunggu tiba waktu untuk mereka berpisah dan menjalani hidup yang benar-benar hidup. Karena Azizi sekarang merasa bahwa diri nya masih di alam mimpi. Meski rasa cinta nya setiap hari semakin bertambah, tapi Azizi cukup yakin bahwa mereka tak akan sampai ke jenjang yang serius. Cukup sadar diri, Marsha berada di kalangan keluarga yang sangat kaya raya. Sedangkan Azizi hanya hidup di keluarga sederhana dan sekarang tanpa bapak pula.

Sebelum betul-betul bangkit dari kasur, terlebih dahulu ia balas pesan yang dikirim kan oleh wanita nya itu. Baru lah setelah nya Azizi beranjak dan berjalan sembari menarik handuk yang tergantung di belakang pintu kamar.

Langkah kaki nya terhenti di ambang pintu setelah membuka pintu kamar, Azizi menemukan Shani yang tengah duduk melamun di meja makan. Terlihat sedang sarapan namun sepertinya yang dilakukan Shani hanya mengadukkan sendok ke dalam makanan nya. Pandangan nya lurus kedepan, tangan nya masih setia mengaduk semangkuk bubur dengan pelan. Mata sembab itu masih Azizi lihat hingga saat ini, hingga hari ini. Tatapan dan pandangan kosong dari berbagai mata di dalam rumah ini pun masih belum hilang dari pandangan Azizi.

Dia sentuh pundak kurus itu."Enggak makan, Ci?" Dia mengambil duduk disamping Shani yang kini menggeleng pelan."Sayang lho bubur nya dari tadi di aduk-aduk, Cici memang nya enggak lapar?"

Shani menggeleng.

Azizi menghela nafas pelan."Ci gre sama Ibu dimana?"

Shani kembali menggeleng.

"Oke, aku mandi dulu ya, Ci." Azizi berdiri dari duduk nya, masih memandang Shani yang tak menjawab ucapan nya. Entah di dengar atau tidak oleh sang empu, tapi yang penting Azizi sudah ngomong.

Ada banyak cabang pikiran yang mengantri di dalam otak nya. Tapi Azizi tak ambil pusing, bodoamat dengan segala macam pikiran nya. Yang penting sekarang dia harus terus memastikan bahwa keluarga nya baik-baik saja.

_______________

Hari ini begitu cerah dengan langit biru yang terbentang luas di atas sana. Azizi menatap mengadah, memejamkan mata sebelum kaki nya melangkah ke depan untuk menemui wanita nya yang sedang berdiri menunggu nya. Tatapan teduh dari Marsha, selalu saja membuat Azizi tak mampu hanya untuk berkedip. Dia terlalu fokus pada mata yang indah itu, sehingga jarak nya dan sang wanita kini sangat dekat.

Buru-buru ia tepis ketika dedaunan runtuh dan sedikit terjatuh di atas bahu Marsha. Lalu ia peluk tubuh ramping itu dengan erat disertai kecupan hangat di dahi wanita nya.

Dewasa Itu Sepi, YaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang