🥰 Bab 1

39 4 4
                                    



JENDELA kaca Maxicool apartemen lantai tujuh itu berhasil menutup siluet manja seorang gadis dua puluh tiga tahun itu kala mengamati hiruk pikuk rutinitas di jalan raya. Beberapa kendaraan umum berlalu lalang dengan kendaraan pribadi. Bunyi klakson terdengar bersahutan tanpa henti, menampakkan keegoisan manusia yang tidak mau mengalah dengan sesamanya. Padahal ini masih cukup pagi, jam tangan baru menunjukkan pukul setengah tujuh.

Andini Kusumawardani, seorang kartunis di sebuah perusahaan komik terkenal di Assyria.Rajawali Komputindo. Setelah bersiap-siap dengan kemeja biru langit, celana khaki, dan tidak lupa sepatu sneacker putihnya. Sangat cocok di tubuh jangkung Andini. Rambut sebahu dibiarkan tergerai indah jatuh di pundak. Sedikit pelembab wajah, bedak tipis, dan lipstik. Dia sangat praktis kalau soal penampilan, tak pernah berlebihan, yang penting nyaman. 

Pagi ini dia tidak sempat sarapan. Andini hanya membawa beberapa potong roti dan satu botol air mineral. Ia memasukkan semua peralatan kerjanya, laptop, tablet dengan pena digital bermerek S-Pen, gawai, dompet, dan seperangkat alat tulis. Dia langsung mengunci apartemen dan menuju lift di sudut ruangan. Andini tinggal sendiri di kota ini, sementara orang tuanya berada di luar kota. Andini sangat mandiri, terbukti selepas menyelesaikan studi perkuliahannya, dia langsung melamar kerja.

Tak butuh banyak waktu, kini Andini sudah berada di halte menunggu kendaraan umum menuju tempat kerja yang jaraknya lumayanjauh. Bis yang ditunggu pun akhirnya datang juga. Meski terasa sedikit berdesakan bersama penumpang lain, Andini tak terlalu memusingkan hal itu. Akibat terburu-buru,  hampir saja dia terjatuh karena tersenggolseorang bapak bertubuh gemuk. Untung saja ada yang menahannya dengan sigap dari belakang.

“Oh, terima kasih, ya, Kak.” Andini tersenyum lembut sambil mengangguk.

“Sama-sama,” jawab lelaki itu singkat.

Mereka bersama memasuki bus dan mulai mencari kursi yang masih kosong.Andini mendapatkan kursi, sementara dia berdiri menyandar di tiang bus. Andini yang sedang asyik menggambar di tablet, tidak memperhatikan jika ada seorang pemuda sedang berusaha membuka tasnya.

“Hei, jangan begitu, Dik. Carilah pekerjaan yang halal,” ucap lelaki yang tadi menolong Andini sambil menarik tangan pemuda itu.

Andini terkejut dan baru menyadaripencopet yang mengincar tasnya. Mungkin karena malu tujuannya tidak tercapai, pemuda itu langsung tergesa-gesa turun dari bus. Andini tersenyum kembali.

“Terima kasih lagi ya. Hari ini dua kali kakak sudah menolongku. Aku Andini,” ucap Andini hangat sembari mengulurkan tangan.

“ Satrio,” jawab sang penolong itu sambil menyambut uluran tangan Andini.

“Sepertinya Anda belum sarapan, ya?”

“Siapa? Aku?” Andini menunjuk dadanya. “Memang belum. Kok tahu?”

“Kurang konsen dan mudah goyah,” jawab Satrio singkat  dan tersenyum.

“Kamu lucu ya,” puji Andini yang langsung mengeluarkan kotak sarapannya dan menawari Satrio.

Untuk menghormatinya, Satrio mengambil satu potong roti yang beroleskan cokelat.

“Suka manis?” tanya Andini spontan.

“Sebenarnya tidak terlalu, karena aku sudah manis,” jawab Satrio dan keduanya pun tertawa.

Perjalanan ke kantor hari ini terasa berbeda. Keberadaan Satrio yang lucu dan selalu membuat Andini tertawa berhasil menarik atensinya. Dia suka pria dengan tipe humoris, dan Satrio menyukai Andini yang polos dan baik. Andini turun lebih dulu, sedangkan Satrio masih harus menempuh lima belas menit lagi.Dengan riang Andini memasuki kantornya, menyapa semua orang yang ditemuinya dengan ramah dan senyum manis selalu tersungging di bibirnya.

Dia mulai mengerjakan pekerjaannya seperti biasa, menyelesaikan proyek komik terbarunya. Kali ini dia mencoba memilih fantasi. Dia mengambil tantangan dari Mas Heru selaku pimpinannya. Jika biasanya dia hanya mengerjakan tema romansa dan teenlit, kini dia akan berusaha menyelesaikan komik fantasinya. Dia harus sedikit memeras otak agar komik itu tetap menarik. Ia mencari beberapa referensi dari buku-buku yang dibacanya.

Andini baru tersadar mengapa tadi tidak bertukar nomor telepon dengan Satrio. Ah, mereka terlalu asyik mengobrol hingga waktu perjalanan pun tidak terasa begitu cepat.Pukul satu siang, Andini dan beberapa temannyapergi ke kantin  dan makan. Namun, saat berada di lobi kantor, ada seseorang yang memanggilnya.

“Andini!”

Andini menoleh ke arah suara itu.Sosok Satrio berdiri di sana sambil tersenyum lebar.

“Ngapain?” tanyanya lewat gerakan bibir tanpa bersuara karena jarak mereka yang jauh.

Satrio menghampiri Andini dan  mengajaknya kembali bersalaman.

“Terkena mantra sihirmu. Jadi aku mengikuti baumu sampai ke sini,” jawabnya sambil tersenyum lebar.

“Aku Maleficent, dong.”

“Ya, sejenis itu, tapi kamu tidak bertanduk dan bersayap.” Mereka saling menanggapi candaan masing-masing.

Dalam hati Andini masih heran. Mau apa Satrio datang ke kantor?

                    🌷tbc 🌷

World Without Sadness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang