"Sekarang apa?" Bianca menaruh ponselnya di atas meja, menatap lurus ke orang yang ada di hadapan nya, menatap Ardi yang datang ke Jakarta hanya demi Bianca.
Di café ini tidak sepi, banyak pengunjung yang berseragam juga seperti Bianca. Tapi, kebanyakan dari mereka mengisi meja bersama teman-temannya, bukan dengan mantan.
"Aku mau kita balikan lagi, Ca."
Tidak pernah terbayangkan oleh Bianca akan seberat ini rasanya. Setelah putus, ini adalah yang kali kedua mereka bertemu empat mata. Karena selebihnya, Bianca hanya sempat berpapasan dengan Ardi, tidak ada sapaan atau nama yang tersebut di mulut keduanya.
Mereka jadi dingin. Seperti ice cream, namun sayang tidak manis.
Tadi saat Bianca membuka pintu café dan masuk ke dalam, perasaannya bergejolak aneh. Perutnya jadi terasa sakit dan mual dalam waktu yang bersamaan. Tangannya basah karena keringat dingin, ditambah tenggorokannya yang sakit sekedar untuk menelan ludah.
Hal lain terjadi lagi dalam diri Bianca saat matanya menangkap sosok Ardi di meja bernomor delapan dekat jendela. Dia duduk di sana, terlihat gelisah sambil memain-mainkan ponselnya. Ardi mengenakan kemeja panjang berwarna biru gelap yang lengannya digulung sampai sikut.
Selebihnya, Bianca tidak memerhatikan.
Tanpa menyapa dulu Bianca langsung duduk di depan Ardi.
"Kata-kata selain itu emang gak ada?" Suara Bianca terdengar gusar. Seingat Bianca –dan memang seperti itu keadaannya, hari ini adalah hari sekolah. Apa iya Ardi meninggalkan sekolahnya?
"Aku harus apa lagi Ca? Aku bener-bener gak kuat ditinggalin kamu begini!"
Bianca berusaha mengembalikan ritme napasnya agar kembali normal. Ia membuka tas, mencari pulpen, lalu mengambil tissue di atas meja dan menuliskan sesuatu.
Sip, kita putus.
"Siapa yang pernah nulis ini via Whatsapp?"
"Ca –"
"Sebenarnya lo tuh tau makna ninggalin gak sih?"
"Ca please –"
"Apa kabar Sarah?"
"Ca."
"Kalian bukannya udah pacaran? Terakhir sebelum kamu mutusin aku, kamu berani bilang good night di status BBM pake emot peluk. Ya berarti sekarang kamu udah ke step yang lebih jauh dong?"
"Astaga Ca iya aku ngaku salah tapi –"
"Ya emang lo salah!"
"Ca, tapi aku sayangnya sama kamu."
"Iya tapi lo ganjen. Gue ga suka cowo yang bilangnya sayang tapi lenjeh kayak lo, yang sukanya caper-caper ke banyak cewe, yang suka nya baik-baik ke banyak cewe. Geli Ar, lo gak ngerasa geli sama diri lo sendiri?"
"Ca, gue udah bela-belain gak sekolah cuma buat ketemu sama lo. Gue mau nyelesain masalahnya baik-baik, gue mau ngelurusin semua nya Ca, bukan dihina-hina."
"Ngajakin balikan bukan penyelesaian masalah, Ar"
"Gue tau gue salah, tapi gue juga masih punya kesempatan kedua kan?F"
"Sarah itu kesempatan yang udah lo pake setelah Ajeng." Kedua bahu Bianca naik turun. Sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak menangis di hadapan Ardi. "Thanks udah niat ke Jakarta."
Dengan itu, Bianca berdiri, meninggalkan Ardi dengan ketampanan dan secangkir Frappucino di atas mejanya.
Kalau ini film, sutradara akan menyetel lagu Fireworks - You Me At Six saat Bianca membuka pintu café dan berjalan di sepanjang trotoar Jakarta sambil mengusap-usap pipinya yang basah karena air mata.
Dalam hati dia mengumpat sendiri, kenapa pertemuannya dengan Ardi harus membuat perasaan nya bergejolak tak karuan? Seharusnya ia sudah tidak merasakan apa-apa. Kalau harus bicara jujur, sebenarnya Bianca juga merasa rindu dengan mantan pacarnya itu. Tapi luka yang diberikan Ardi terlalu dalam sehingga persaaan Bianca jadi tidak karuan.
Bianca tidak menyangka kalau pertemuan singkat ini bisa membuat ia kembali merasakan perasaan yang ia kira sudah hilang dan terlupakan.
***
Media: The Rain - Oh Wonder
KAMU SEDANG MEMBACA
A-Bian-Ca (DIBUKUKAN)
Ficção AdolescenteBagaimana kalau suatu hari aku menemukan fakta bahwa aku mencintaimu dengan cara yang berbeda dan bersifat involunter? || Copyright©2012-All Rights Reserved