ENAM

278 42 7
                                    

"Bagaimana kalian lamaran?" Rebecca menggigit bibirnya. Gadis kecil itu duduk di lantai ruang tengah rumah Irin dan Toby, dengan Lucas di sebelahnya. Bayi lelaki itu menyibukkan dirinya sendiri dengan tali sepatu Rebecca.

"Dia meletakkan cincin di bunga mawar dan saat dia menyerahkannya padaku, cincin itu menyelip jatuh masuk ke jariku." Irin tertawa pelan. "Itu sempurna." Rebecca mengerutkan keningnya, beringsut mendekat dan meraih tangan Irin untuk melihat cincinnya.

"Berapa harganya?" Rebecca mendongak menatap Irin, yang hanya terkikik. Rebecca mengerutkan keningnya dan menatap Toby. "Aku serius."

Toby tertawa, menatap Irin sebelum menunduk dan membisikkan sesuatu di telinga Rebecca. Gadis itu terkesiap, menangkupkan tangan di mulutnya dan mendongak pada Toby terkejut. "Kamu serius?" Toby mengangguk. Rebecca membiarkan bahunya terjatuh.

"Bagaimana dengan pernikahannya?" tanya Rebecca ragu-ragu, beringsut mundur dan mengulurkan mainan agar Lucas tetap sibuk. Toby dan Irin bertukar pandang penuh tanya.

"Kami berencana untuk kawin lari setelah kami tahu tentang Lucas." Irin mengangkat bahunya. "Tapi kamu tahu ayahku. Dia dan ibuku merencanakan pernikahan besar. Bunga-bunga dan gaun mewah dan segalanya." Dia memutar matanya.

"Wanita yang satu ini menyempatkan diri untuk memercikkan cat di bagian bawah gaunnya." Toby tertawa. Rebecca menatap Irin, yang membuat seriangaian bangga.

"Kamu bisa membawa gadis itu keluar dari seni, tapi kamu tidak bisa membawa seni keluar dari gadis itu." Toby tertawa, mencondongkan tubuh untuk mengacak-acak rambut istrinya. Rebecca cekikikan dari posisinya di lantai sebelum menarik Lucas yang mengantuk ke pangkuannya.

"Kenapa bertanya seputar pernikahan, fuchsia?" toby menatap Rebecca lagi. "Apa Freen menanyakan tentang itu?"

Rebecca mengerutkan keningnya. "Menanyakan itu?"

"Seperti dia memintamu untuk menikahinya?" Irin tertawa pelan, menjelaskan kalimat itu pada gadis yang lebih kecil. Rebecca menggelengkan kepalanya perlahan.

"Hanya kepikiran, itu saja." Gadis yang lebih kecil mengangkat bahunya dan berpaling lagi untuk membuat wajah lucu pada Lucas sebelum pasangan itu menanyakan lebih jauh lagi.

Sekitar satu jam kemudian, Lucas sudah terlelap di perut Rebecca selagi dia merebahkan diri di karpet. Rebecca sendiri nyaris tertidur saat Irin membungkuk dan menyenggol bahunya.

"Freen meminta kami untuk mengantarmu pulang. Kamu keberatan membawanya ke mobil?" gadis itu bertanya, memberi Rebecca senyuman lembut.

Rebecca mengangguk, duduk dengan hati-hati dan memeluk bayi yang tertidur itu di dadanya. Irin mengulurkan tangan untuk membantu gadis itu berdiri, menghasilkan senyuman terima kasih.

Dengan hati-hati menahan Lucas dengan satu lengan, Rebecca mengambil ransel dengan tangan satunya dan mengikuti Irin menuruni tangga depan teras kecil mereka. Dia dengan lembut meletakkan bayi yang tertidur itu di kursi mobil dan berhasil mengamankannya tanpa mengganggu tidurnya, yang menghasilkan tos selamat dari Irin. Begitu Rebecca masuk ke kursi penumpang, kedua gadis itu langsung melaju ke jalanan.

Selagi mereka berkendara, mata Rebecca terus menatap tangan Irin yang berada di konsol tengah. Dengan pelan, dia mengulurkan tangan, mendongak pada Irin meminta persetujuan dan perlahan melepaskan cincin itu dari jarinya. Rebecca memperhatikannya di bawah cahaya.

"Butuh banyak sekali uang untuk barang sekecil ini." Rebecca tertawa pelan, menyelipkan cincin itu kembali ke jari Irin dan menghela nafas pelan.

"Apa ada yang ingin kamu bicarakan, Becky?" Irin menaikkan sebelah alisnya. Rebecca menggelengkan kepalanya, terlalu gugup untuk bersitatap dengan gadis satunya.

GREEN - FreenbeckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang