Freen terbangun keesokan paginya saat dia merasakan Wolf mengeluskan badannya ke wajahnya, membuat gadis bermata hijau mengerutkan hidungnya dan mengerjapkan matanya hingga terbuka dalam kebingungan. Dia tertawa pelan, berguling dan berhadapan dengan Rebecca. Bibirnya melengkung membentuk senyuman saat dia melihat hidung gadis yang lebih kecil sedikit berkedut.
Dia mengulurkan tangan, menangkup pipi Rebecca dan mengeluskan ibu jarinya di kulit halus gadis itu. Memperhatikan wajah damai gadis itu dengan seksama, Freen memindahkan tangannya untuk menyisirkan tangannya di rambut pacarnya.
Dia menarik diri saat mata Rebecca mengerjap terbuka. Rebecca mengerang, memberikan Freen senyuman mengantuk dan mengulurkan tangan untuk menaruh tangan gadis bermata hijau kembali ke rambutnya. Freen tertawa saat Rebecca menghela nafas puas dan menenggelamkan diri kembali di bantalnya.
"Aku tidak akan mengelus rambutmu sepagian." Freen berbisik, membuat Rebecca tertawa pelan. Gadis yang lebih kecil membuka matanya kembali, mengulurkan tangan untuk menutup mulutnya sebelum menguap pelan. Dia berguling telentang, memandangi langit-langit dan bersenandung puas.
"Bagaimana tidurmu?" tanya Freen , beringsut mendekat ke sisinya dan menyampirkan tangannya di perut gadis itu. Rebecca terkikk dan memutar kepalanya menghadap Freen , yang mengertukan hidungnya penuh canda.
"Sangat nyenyak." Aku Rebecca, pipinya sedikit memerah. Freen menaikkan sebelah alis padanya.
"Iyakah?" gadis bermata hijau tertawa. Dia mengangkat kepalanya, mendaratkan ciuman di kening Rebecca. "Kenapa bisa begitu?" apa yang dimaksudkan Freen sebagai pertanyaan untuk menggodanya membuat Rebecca mengangkat tubuhnya sedikit, mengerutkan alisnya berpikir.
"Aku tidur jauh lebih baik sekarang." Rebecca mengangguk pelan, mengerucutkan bibirnya. "Aku rasa...aku rasa itu karena aku merasa...aman. Atau nyaman. Aku tidak bisa menjelaskannya. Itu seperti saat denganmu, tidak ada yang bisa menyakitiku. Jadi saat aku tidur, tidak ada kekhawatiran yang membuatku terjaga. Apa itu masuk akal?"
Freen tidak bisa menghapus senyuman dari wajahnya, karena itu adalah hal yang persis sama dengan yang dia rasakan. "Itu sangat masuk akal." Senyumnya. Baru saja dia akan merebahkan kembali kepalanya, perhatian kedua gadis itu teralihkan pada suara ngeongan dari depan pintu. Rebecca terkikik saat Freen mengerang, duduk dan menghadapi pelakunya, yang dengan tidak sabar mencakar karpet di depannya.
"Kamu lebih buruk dari Becca kalau itu sudah mengenai makanan." Omel Freen . Gadis di dekatnya mendengus, duduk dan memberikan pelototan penuh canda pada pacarnya.
"Oke, baik, buat aku memberi makan anak itu." Goda Freen , mengerutkan hidungnya pada Rebecca sebelum mengayunkan kakiknya turun dari tempat tidur dan mengikuti Wolf yang kelaparan menuju dapur.
"Kamu hanya harus makan, kan?" gumam Freen , menatap kucing yang duduk penuh harap di atas meja. Gadis bermata hijau tertawa sendiri saat dia meletakkan mangkuk makanan di depan Wolf.
Freen menghabiskan waktu beberapa menit untuk membuat kopi, bersandar pada meja dan memandang ke luar jendela.
Dulu dia membenci pagi. Tapi saat dia bertemu Rebecca, hampir nyaris tidak mungkin untuk tetap tertidur dengan gadis penuh energi yang selalu terkena masalah. Dan kemudian, dia menemukan dirinya sendiri mulai menyukai pagi. Dia mencintai keheningan yang damai. Terasa seperti awal yang baru setiap kalinya, mengatur suasana untuk sisa harinya. Dan pagi hari selalu luar biasa dengan Rebecca di sisinya.
Dia bahkan tidak merasa terkejut saat dia mendengar suara langkah kaki di belakangnya, merasakan sepasang lengan memeluk pinggangnya. Rebecca menyandarkan kepalanya di ceruk leher Freen , bersenandung pelan. Freen meletakkan kopinya dan berputar hingga dia bisa meletakkan tangannya di bahu gadis satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GREEN - Freenbecky
FanfictionBuku ketiga dalam Yellow Series Cerita ini bukan miliki saya, hanya terjemahan dan konversi dari buku berjudul Green → camren yang ditulis oleh @txrches. Saat ini, Rebecca dan Freen sama-sama tahu untuk memperkirakan hal yang tidak terduga. Namun, k...