"Pss. PiFin." Bisik Rebecca , menjulurkan kepalanya keluar dari pintu ke arah lorong. Dia menggigit bibirnya, menunggu respon dari pacarnya.
"Apa?" suara Freen terdengar dari ruangan di seberang. Dia bergeser mendekat menuju pintu, meraba-raba ujung gaunnya.
"Bisakah kamu mengepang rambutku?" Rebecca terkikik malu-malu.
"Kukira akan sial kalau kita bertemu sebelum acara pernikahan?" Freen menyahut, meletakkan alat pengeriting rambutnya dan bergerak menuju cermin untuk menyisirkan tangan di rambutnya dengan lembut.
Baru saja berlalu beberapa minggu, tetapi semuanya berjalan dengan cepat. Sekarang, kedua gadis itu berada di Thailand, ditemani oleh ketiga sahabat mereka. Saat ini, Rebecca dan Freen sedang berdandan di ruangan yang berbeda. Di lantai bawah, keluarga dan teman terdekat mereka sedang menunggu dengan sabar untuk memulai pernikahan.
Mereka berdua tidak menginginkan pernikahan megah. Sebenarnya, awalnya mereka malah ingin kawin lari dan kemudia membuat perayaan kecil dengan keluarga mereka. Tapi orangtua Freen meyakinkan mereka untuk membuat upacara kecil di halaman mereka.
Gapura kecil berwarna putih dengan bunga merambat di sisi-sisinya diletakkan di depan beberapa deretan kursi kayu berwarna putih, terima kasih pada ayah Freen. Saat mereka berdua pertama kali melihatnya, Rebecca tidak bisa berhenti membicarakan betapa sempurna itu.
Mereka akhirnya berhasil membuat ketiga mantan teman serumah mereka untuk meninggalkan mereka berdua hingga mereka bisa menyelesaikan persiapan. Nam dan Noey menganggap mereka berdua adalah stylist pribadi untuk hari itu, sementara Kade di lantai bawah membantu menyiapkan meja.
"Kamu benar-benar percaya itu?" Rebecca cekikikan dan memutar matanya. Dia sangat merindukan tunangannya, berharap gadis itu akan membuka pintu.
"Aku tidak tahu." Freen tertawa, melirik pantulan bayangannya di cermin untuk terakhir kalinya. "Tunggu, kamu butuh apa tadi?"
"Aku ingin kamu mengepang rambutku..." Rebecca tertawa malu-malu. "Kamu tahu, elegan seperti yang biasa kamu lakukan." Gadis yang lebih kecil membuka pintu lebih lebar, frustrasi karena Freen masih berdiam diri dalam kamar tidur yang tertutup di seberang lorong.
"Tunggu sebentar!" teriak Freen, bergegas menuju ke sisi lain kamar dan mencari-cari dalam kopernya sampai dia menemukan mahkota bunga berwarna putih yang dia bawa bersamanya. Dengan hati-hati dia meletakkannya di atas kepalanya, menyesuaikan letaknya di depan cermin sekali lagi sebelum berjalan menuju pintu.
"Pintu akan dibuka dalam tiga..." Freen memperingati, tersenyum saat dia mendengar Rebecca cekikikan dari sisi sebelah sana. "Dua..." dia menggenggam pegangan pintu, perlahan membukanya. "Satu..." bisiknya, melangkah mkeluar menuju lorong. Nafasnya langsung tercekat saat dia melihat Rebecca .
Gadis yang lebih kecil mengenakan gaun putih sederhana, yang terurai sampai ke lututnya. Dia kelihatan seperti malaikat, Freen menyadarinya saat dia memandangi Rebecca dari atas ke bawah. Saat matanya bersitatap dengan mata Rebecca kembali, dia menyadari gadis itu juga memandanginya dengan cara yang sama.
Freen memilih gaun putih, dan Noey bersikeras memilih gaun dengan hiasan renda yang halus. Dia mengeritingkan rambutnya, membiarkannya terjuntai bebas dengan mahkota bunga kecil di atas kepalanya.
"Kita akan menikah." Rebecca akhirnya berkata tidak percaya, tersenyum malu-malu. "Wow."
Freen tertawa, melangkah maju dan menyingkirkan rambut Rebecca dari wajahnya. "Kamu mau mengepangnya?" tanyanya lembut, yang menghasilkan anggukan dari gadis yang lebih kecil.
Gadis bermata hijau menuntunnya menuju tempat tidur, membuatnya duduk hingga dia bisa berlutut di belakangnya dan menyisirkan tangannya di rambutnya. Rebecca bergetar, melirik pada pantulan bayangan mereka di cermin.
KAMU SEDANG MEMBACA
GREEN - Freenbecky
FanfictionBuku ketiga dalam Yellow Series Cerita ini bukan miliki saya, hanya terjemahan dan konversi dari buku berjudul Green → camren yang ditulis oleh @txrches. Saat ini, Rebecca dan Freen sama-sama tahu untuk memperkirakan hal yang tidak terduga. Namun, k...