DUA

385 50 7
                                    

Keesokan paginya, Rebecca terbangun dengan kebingungan seperti biasanya. Setelah matanya terbuka, dia butuh beberapa saat untuk menyadari di mana dia berada. Setelah ingat, dia duduk dan menjadi khawatir saat Freen tidak terlihat.

Dengan cemas, Rebecca segera turun dari tempat tidur dan bergegas ke lorong. "PiFin?" panggilnya, memiringkan kepalanya ke samping dan bergegas menuju ruang tengah. Dia mengeluarkan nafas lega saat dia melihat sosok Freen di dapur.

"Selamat pagi." Senandung Rebecca, tersenyum lembut. Dia menjadi khawatir saat Freen tidak menjawabnya. Alih-alih, gadis bermata hijau itu menggumamkan sesuatu pada dirinya sendiri dan mencari-cari di dalam kotak yang tersebar di lantai.

"PiFin?" Rebecca memiringkan kepalanya ke sebelah. "Apa yang salah?" tanyanya pelan, mengulurkan tangan dan meletakkan tangannya di bahu pacarnya.

Freen langsung terlompat, menyentak kepalanya ke belakang dan menatap pada gadis di belakangnya. Rebecca tersentak sebagai balasannya, mundur selangkah.

"Aku bodoh sekali." Freen menghela nafas, membiarkan bahunya lunglai saat dia kembali berbalik pada kotak-kotak. "Aku membuat sereal dan akan memakannya, tapi tebak? Kita bahkan tidak punya meja. Aku bahkan tidak terpikirkan untuk membeli meja." Dia melemparkan tangannya ke bawah ke sisi tubuhnya dan gusar karena frustrasi.

Rebecca tidak bisa menahan cekikikannya, berpikir kalau Freen sangat menggemaskan saat dia kebingungan karena hal-hal kecil. "Itu bukan masalah besar." Rebecca mengangkat bahu, bergeser mendekat pada pacarnya.

"Siapa yang lupa untuk membeli meja?" Freen menggelengkan kepalanya, memutar mata karena kebodohannya.

"Kamu." Rebecca cekikikan, pindah ke depan dan menarik gadis yang sedang frustrasi itu ke dalam pelukan. "Siapa yang peduli?" ucapnya lembut begitu mereka memisahkan diri. Freen hanya mengangkat bahu.

"Hanya saja begitu banyak hal yang harus dilakukan." Aku Freen, bersandar ke konter dan menyisirkan tangan ke rambutnya.

"Dan kita akan melakukannya." Rebecca mengangkat bahu. "Kita punya banyak waktu, PiFin. Ini baru..." dia melirik jam. "Jam 8 pagi." Kikiknya, baru saja menyadari betapa awal Freen bangun.

"Tapi yang pertama, sereal." Rebecca mengangguk tegas, mengambil kotak Lucky Charm yang dia kemas khusus untuknya.

"Ayo, PiFin." Rebecca merengut saat menyadari Freen masih memandangi lantai. "Ini adalah petualangan." Dia tersenyum penuh harap, menggunakan tangannya yang bebas untuk meraih Freen. "Semuanya akan baik-baik saja." Dia mengingatkan gadis itu, menautkan jari kelingking mereka dimana tato Freen berada.

Gadis bermata hijau menatap jari mereka yang bertaut dan menghela nafas. Rebecca benar. "Kita bisa makan di beranda belakang?" tawar Freen, menyebabkan Rebecca tersenyum puas dan meraih mangkuk sereal.

"Penggerutu." Gumam Rebecca menggoda, menghasilkan pelototan bercanda dari pacarnya. Mereka menarik dua kursi plastik berdampingan dan duduk di sana. Kekurangan rumah mereka dalam hal ukuran, ditebus dengan pemandangan yang indah. Tanah di belakang rumah mereka memanjang bermil-mil, memberi mereka halaman hijau yang bagus dan semua privasi yang bisa mereka harapkan.

"Aku bisa mendengar suara burung." Ucap Rebecca pelan, menunjuk pada pepohonan yang berjajar di halaman mereka. Freen mengangguk dengan mulut penuh makanan, menyebabkan pacarnya cekikikan.

Begitu mereka selesai sarapan, kedua gadis itu langsung kembali bekerja dan membongkar kotak-kotak mereka. Itu bukan hal ideal yang Rebecca harapkan untuk menghabiskan waktu, tapi dia tahu Freen sangat bersemangat untuk menyelesaikannya, jadi dia tidak membantah.

Rebecca menunggu Freen menghilang di lorong dengan beberapa kotak sebelum dia dengan cepat mengambil kotak yang telah dia tandai dengan bintang kecil. Dia menggesernya ke seberang ruangan, tergelincir hingga berhenti di depan perapian.

GREEN - FreenbeckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang