Jae berlari pelan sembari membawa kucing di depan perutnya. Dia berlari menyusuri pinggir jalan yang ramai oleh kendaraan. Embusan napas terengah pelan karena beban di depan perutnya.
Meongg.. Meong..
"Bong-bong.. Kalau lo bukan kucing pasti kakak gue bakal nikah muda sama lo."
Jae bergerutu pelan seraya berlari pelan menuju sekolah adik tersayangnya.
"Sampe."
Icung yang tengah bersandar di dekat gerbang sekolah belum sadar akan kehadiran abangnya.
"Yuk, balik," ajak Jae. Icung bergeming.
"Cung, lo ngapa?" Jae melambai-lambaikan tangannya di depan muka Icung. "Wah nggak beres nih. Kumat kesurupannya. Besok-besok harus gue tungguin sampe balik ini mah," katanya.
Seketika Icung menoleh. "Nggak, gausah. Ayo pulang," ujarnya.
"Lah, pura-pura kesurupan." Wajah Jae sedikit melongo pada Icung. "Lo pasti terkagum-kagum dengan wajah ganteng abang lo ini, Cung. Sama kayak cewek-cewek di barista tadi. Coba lo bayangin, Cung.. Tadi... "
"Udah bang, balik. Icung cape, mau tidur," kata Jisung, mengembus napas lelah. Dan lebih lelah lagi jika ia harus mendengar cerita para wanita di sekitaran abangnya.
"Ayo-ayo adikku sayang. Sini abang bawain tasnya."
"Gausah." Jisung menolaknya, sambil berjalan menuju halte, diikuti oleh Jae yang sedang membujuknya.
"Nggak apa-apa, sini sama gue. Biar lo bisa bobo di bus."
Mereka berdiri di depan halte. Jisung tak menggubris, dia melihat ke arah sepatu memasang wajah lelah.
Jae mengusap pundak Jisung. Dia melihat wajah adiknya seperti sedang tidak baik-baik saja. Dia mengusap pundak Jisung lembut.
Ckittt...
Bus berhenti di depan mereka berdua, pintu otomatis terbuka. Langkah Jisung menuju masuk ke dalam namun Jae menahannya sebentar. "Sini abang bawain tasnya, Icung nanti pegel-pegel," tawar Jae.
Jisung menatap ke abangnya sejenak dan akhirnya luluh juga. Dia melepaskan tas gendongnya untuk dibawa oleh abangnya. Lalu mereka berdua pun masuk ke dalam Bus beriringan.
"Ji, tadi bu Jelita ngajar kelas lo nggak?"
Jisung menghela berat, ketika lagi-lagi abangnya membicarakan perempuan kesekian di telinganya. Dia tak menggubris, ia menyenderkan kepala ke jendela sambil melipat kedua tangannya ke depan dada dan ia pun mulai memejamkan mata. Ia tak mengindahkan celotehan abangnya.
"Yeee.. Gue tanya malah tidur."
Sepersekian detik setelah melihat Jisung, laki-laki berhodie hitam itu mengamati jalanan raya melalui kaca jendela. "Tuan." Nama itu muncul di kepalanya lagi.
"Fanny."
Ingatan tentang Tuan dan Fanny, kedua manusia yang sangat memengaruhi hidup Jae.
Kedua nama yang seketika pernah menghancurkan mental Jae. Kedua nama yang dulunya paling Jae sayangi. Kedua nama yang dulunya paling Jae percayai. Kedua nama yang membuat Jae tak percaya lagi menjalin cinta dengan serius. Kedua nama yang dengan beraninya mengkhianati Jae.
Dia memejamkan mata. Bayangan dan suara itu menggema di otaknya.
"Kita udah nggak bisa, Jae."
"Kita udah nggak cocok."
"Aku nggak sayang lagi sama kamu."
"Kamu cuma pelarian aku."
"Kamu terlalu baik buat aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vs Brother
Fanfiction"Kalau kalian punya dunia sendiri, ga usah ikut campur sama dunia gue!" -Icung Cover by : PUTRI_GRAPHIC