Pagi itu, ketiga bersaudara di dalam sebuah rumah bercat biru muda sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
Ada Jeno sang kakak pertama yang sibuk mengurus Bong-Bong kesayangannya dari mulai memandikan, bahkan sampai memberikan sarapan pagi pada sebuah wadah kecil serta minuman susu favorit kucingnya sembari menunggu Jae menyiapkan sarapan mereka di meja makan.
Sementara si paling muda di rumah ini belum juga keluar dari kamarnya sejak Jae meneriaki namanya pada pukul 6 pagi.
"Andy belum bangun?" tanya Jeno sambil menggendong Bong-Bong ke arah Jae. "Andy siapa?" sahut Jae sedang menata sarapan ketiganya di atas meja makan.
Jeno menghela pelan, dia mengelus bulu halus Bong-Bong dan berjalan mendekat ke Jae.
"Maksud gue Icung, dia di mana? Belum bangun?" tanya Jeno sekali lagi.
"Ohh Icung, bilang kek Icung. Gue mana hafal nama dia Andy," oceh Jae di sana. "Tadi sih udah gue bangunin dan udah mandi juga, tapi belum keluar kamar lagi. Coba lo panggil sana sekalian ajak sarapan gitu," tambahnya, dia menyuruh kepada kakaknya.
Tanpa menjawab lagi Jeno pun melangkah ke arah pintu kamar Icung, tak lupa Bong-Bong masih di dalam gendongannya.
Sementara Jae merasa matanya berkunang-kunang dan sakit kepala secara tiba-tiba, sambil mencuci tangan di bawah air yang mengalir dari wastafel. "Jangan cemen lo, Jae."
***
"Hari ini bawa bekel nugget dinosaurus nggak apa-apa, kan?" ujar Jae sambil memasukkan kotak bekal serta botol minuman Icung ke dalam tas miliknya."Yang penting Icung makan juga udah alhamdulillah," balas Icung sambil memakai sepatu sekolahnya.
Jae yang mendengar balasan sang adik pun cukup tersenyum hangat menatap Icung penuh kasih sayang. Sementara Jeno, dia terduduk di kursi makan dan masih saja bergelut dengan sentuhan berbulu milik Bong-Bong di dalam pangkuannya.
Seketika pria itu mengernyit, dan bersin sesaat sebelum dirinya ingin mencium Bong-Bong. Hidungnya berkerut dan dia mengusapnya dengan ujung jari. Dia memiliki alergi terhadap kucing, tapi anehnya Jeno memberanikan diri merawat Bong-Bong sejak kucing lucu itu masih kecil dan ditemukan Jeno di jalanan sewaktu pulang sekolah.
Awalnya Jeno memang ragu untuk memelihara Bong-Bong, karena kala itu pertemuan mereka cukup mengharukan. Di mana Jeno menemukan Bong-Bong ketika usianya masih terbilang sangat muda, yaitu kelas satu SMP.
Waktu itu dia baru saja pulang sekolah, sendirian dan melewati jembatan yang menghubungkan antara sekolah dan tempat tinggalnya yang dulu sebelum pindah ke kota ini.
Jeno mendengar suara mengeong yang melemah dari arah bawah, tepatnya aliran sungai dibawah jembatan. Hal itu semakin menarik perhatian dan membuat penasaran Jeno, pria itu mencari sumber suara dan menemukan seekor anak kucing berbulu hitam dan putih yang hampir terbawa arusnya sungai dibawah.
Sampai akhirnya Jeno menyelamatkan anak kucing tersebut dan membawanya pulang ke rumah lalu berjanji akan menjadikan Bong-Bong menjadi yang tersayang dalam kehidupannya.
Bong-Bong begitu berharga bagi Jeno, dan Bong-Bong lebih berarti daripada kucing lain yang pernah ia temui. Bong-Bong bagai teman, sahabat dekat, dan alarm setiap paginya. Kucing itu selalu membangunkan Jeno dengan bulu halusnya karena Bong-Bong pun tidur bersama Jeno di tempat tidur milik sang majikan.
Dan satu lagi, Bong-Bong adalah kucing yang penurut dan sering kali mengungkapkan rasa sayangnya pula terhadap Jeno. Meskipun hanya seekor binatang, namun Bongs-Bong seperti mengerti ketika Jeno sedang kelelalahan. Buktinya Bong-Bong sering melompat di pangkuannya dan memijat paha serta telapak kaki Jeno dengan ahlinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vs Brother
Fanfiction"Kalau kalian punya dunia sendiri, ga usah ikut campur sama dunia gue!" -Icung Cover by : PUTRI_GRAPHIC