06 - Tuan Dan Ibunya

1.8K 189 35
                                    


"Jay, udah jam 4 noh."

Jay, panggilannya di coffe shop sebagai barista tampan untuk berlagak keren dengan nama tersebut dan bertujuan memikat para gadis di coffe shop tersebut.

"Em, iya," balasnya singkat.

Rendi—Teman kerjanya di kedai kopi tersebut menoleh heran padanya sambil berkecak pinggang.

"Tadi nyuruh gue ngingetin. Udah sono!"

Laki-laki yang sibuk dengan ponsel pribadi di tangannya sambil tersenyum sendiri, tidak terlalu menggubris Rendi.

"Woi! Adek lo! Lo kudu ngejemput dia, kan?" Rendi bersuara keras sambil membanting lap yang dipegangnya. 

Untung tidak ada pengunjung yang datang. Mereka sedang siap-siap untuk menutup coffe shop tersebut.

Jay belum juga sadar, dia bermain dengan ponselnya, membalas chat asrama putri yang mengincarnya. Tak dapat dipungkiri, ketampanannya mampu menarik para pengunjung kafe untuk berkunjung ke coffe shop itu sekaligus meminta nomor Jay.

Akan tetapi, laki-laki yang dikenal dengan nama Jay di kedai kopinya ini, hanya bermain-main dengan mereka. Dia tidak pernah serius dalam hal percintaan, sebab dia pernah mengalami trauma tentang tulusnya mencintai seseorang.

Bukannya Rendi tidak tampan. Namun, wajahnya yang jutek dan terkesan malas menyapa, tidak terlalu menarik perhatian para pengunjung.

Beda halnya dengan Jay yang bahkan sesekali memberikan wink kepada gadis-gadis di setiap meja mereka. Kedipan mata dan mulutnya yang ramah serta manis itu mampu membuat mereka berteriak hingga melayang.

"Adek lo, Jay! Tadi lo minta gue buat ingetin lo!"

Jay akhirnya tersadar. Dia yang tadinya duduk di salah satu meja pun segera turun, mengantongi ponsel.

"Lo bener! Icung! Gue harus ngejemput Icung di sekolahnya."

Jay dengan terburu-buru membuka apron, menaruh di tempatnya. Rendi hanya menggelengkan kepala melihat temannya, kemudian dia melanjutkan kegiatan mengelapnya tadi.

Lalu Jay mengambil tasnya, sambil memakai jaketnya, dia segera berpamitan. "Lo nggak apa-apa gue tinggal sendiri buat nutup nih kafe?" tanya Jay pada Rendi Junaidi.

"Udah, nggak apa-apa. Kayak sama siapa aja lo, sok nggak enakan."

"Takutnya ketauan Om lo. Kalau nanti dia tau gue ninggalin keponakannya buat kerja sendiri kan bisa habis gue," seru Jay.

"Ga bakalan. Yang penting lo harus jaga-jaga kalau setiap bawa kucing lo itu. Gua cuma takut kalau lo ketauan bawa kucing," jawab Rendi tenang.

Rendi melirik ke seekor kucing yang sering kali dibawa oleh Jay. Bong-Bong terlihat anteng di sudut sana, sambil menjilat bulu halusnya.

Jay berjalan ke sudut sana, menggendong Bong-Bong. "Gue juga terpaksa bawanya, Ren. Si Jeno ga boleh bawa anaknya ke kampus. Adek gue juga kan sekolah. Ga ada yang jagain si Ucing di rumah soalnya. Kalau mati, bisa gila Kakak gue masalahnya."

Vs Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang