°
°
°
°
°
°Hari ini adalah Hari Sabtu, waktu dimana Naira berencana pindah rumah. Sebenarnya ia tidak rela jika rumah yang ia tempati selama hampir 18 tahun dijual. Namun alasan Jihan membuat ia mengerti dan hanya bisa menerima semuanya, lagi pula alasan Bundanya itu masuk akal.
Semenjak ayahnya meninggal, harta satu-satunya adalah rumah ini.
Dan alasan wanita itu menjual rumah yang menjadi mahar pernikahan dirinya dengan Rhaka suaminya, karena Jihan ingin membuka lembaran baru.
Uang yang dihasilkan dari hasil menjual rumah berlantai dua itu, nantinya akan Jihan gunakan membeli rumah baru lagi dan juga sebagai modal untuk mendorong usaha yang sudah dirintis sedari nol oleh Rhaka.Menjadi ibu sekaligus ayah membuat Jihan harus pandai-pandai mengatur keuangan, dan juga dirinya sudah memikirkan hal ini jauh-jauh hari. Ia percaya bahwa rezeki sudah diatur oleh yang Maha Kuasa.
Dan sebagai anak, Naira dan Yafi harus mendukung keputusan Bundanya itu selagi untuk kebaikan mereka."NAIRA YAFI! MAKAN DULU NAK, BERES-BERES NYA LANJUT NANTI"
Naira yang sedang memasukkan baju-baju kedalam koper, segera berlari keluar kamar. "SIAP BUN!"
Saat sampai di ruang makan, ia melihat Yafi yang sudah duduk anteng disana.
"Ayo makan dulu," perintah Jihan.
Keluarga itu pun menikmati makanan dengan tenang tanpa ada yang berbicara sedikitpun.
Dan setelah bermenit-menit lamanya, akhirnya mereka selesai.
Naira bersendawa dengan keras. Yafi pun langsung menatap horor.
"Hehe. Alhamdulillah," ucap Naira cengengesan.
Cowok dengan Hoodie hitam itu hanya bisa menghela nafas, setiap hari selalu ada saja tingkah perempuan yang menjabat sebagai kakaknya itu.
"Bun, aku mau lanjut beres-beres lagi ya?" ucap Yafi kepada Jihan yang sedang mencuci piring di wastafel.
Wanita itu mengangguk, "Iya, gapapa lanjut aja sana!"
"Aku juga mau-"
"Mau apa? Bantu bunda beresin meja makan dulu!" potong Jihan.
Naira menurunkan bahunya lesu, "Oke Bun."
"Kasian, jadi babu" ucap Yafi cekikikan, lalu ia segera pergi dari sana sebelum Naira mengamuk.
"DIEM LO SETAN," Naira melempar kulit pisang ke arah Yafi, namun sayangnya Yafi sudah berbelok dan kulit pisang yang ia lempar hanya mengenai tembok pembatas ruang makan.
"ASTAGHFIRULLAH, NAIRA MULUTNYA"
Naira meringis, "Iya-iya Bun maaf, Yafi yang duluan yang mulai!"
"Sudah-sudah, sekarang cepet bantu Bunda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nawaitu Someday With You
Teen FictionIni bukan kisah cinta romantis seperti pada umumnya, ini adalah kisah cinta dua remaja yang sederhana. Di kehidupan nyata, dua insan itu terlihat biasa saja. Namun siapa sangka? Jauh di lubuk hati sana- mereka saling mencintai dalam diam. Perasaan y...