"Di depan rame bener." Zeina mengeluarkan isi kantong kreseknya.
"Abang gua tuh sama temennya. Gak ada angin, gak ada hujan tiba-tiba ngumpul aja," jelas Disha.
"Gapapa lah yang penting kan gak ganggu kita."
"Semoga aja." Kaila menggumam.
"Yok, makan guys makan!" Alea berseru menyantap baksonya.
"Selamat makan! Jangan lupa doa kawan-kawanku." Kaila berseru.
Mereka berempat makan sesekali diselingi jokes aneh yang dilontarkan Alea dan Zeina.
Sementara di ruangan yang diisi para lelaki terdengar senyap. Radian, Dimas, Panji, dan Ibel menatap Arion mengintimidasi sedangkan yang ditatap malah sibuk dengan ayam gepreknya.
"Heh degem! Lu serius nanya gitu?" Radian kembali bersuara.
Arion menuntaskan isi mulutnya lalu berucap, "Iyalah! Temen nanya bukannya dijelasin malah ditatap gini. Lu kira gua gak salting apa?! Kalau nih tulang nyangkut dileher gua gimana," ucapnya sewot lalu kembali melanjutkan makannya.
"Yee goblok, alay lu." Ibel melemparkan sedotan.
"Ya habisnya elu jarang-jarang nanyain cewek." Panji menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Dimas ikut menimpali. "Lu napas udah 27 tahun. Kita kenal dari zaman mahasiswa baru, elu terakhir kali fallin love pas semester dua, terus kena ghosting. Habis itu lu gak pernah jatuh cinta lagi sampai satu jam yang lalu lu tanya tentang temennya Disha." Dimas mengerjap pelan sedikit bernostalgia saat mereka masih kuliah. "Gila! Temen kita ternyata gak lekong anjir, masih doyan lawan jenis!" Dimas berseru keras.
Yang lainnya tertawa berbeda dengan Arion yang tersedak cabai ayam gepreknya. "Lu yang bener dong!"
"Kita kira lu trauma deket-deket cewek, Yon." Panji menjelaskan.
"Lah ganteng-ganteng gini gak doyan cewek? Yang bener aja, rugi dong."
"Narsis, Tapir."
"Minum dong minum." Arion menatap meja yang penuh akan makanan hanya ada dua botol air mineral disana itupun sudah kosong.
"Ke belakang lah ambil sendiri." Ibel mengangkat kakinya ke atas sofa.
"Dih tuan rumah apaan lu kagak melayani tamunya dengan baik." Arion protes.
"Lu tutup mata juga bisa sampai ke dapur gua, gak usah manja."
"Pulang aja lah gua."
"Sok, pulang. Pintu rumah terbuka lebar," ujar Dimas.
Arion berdecak lalu berjalan menuju dapur rumah Ibel. "Bel, ada air dingin gak?"
"Liat kulkas." Ibel menjawab.
Arion mengambil sebuah gelas kaca besar lalu mengisinya dengan air dingin yang ada di kulkas. Pintu kamar mandi terbuka, menarik atensinya untuk menoleh. Yang ditatap tersenyum ramah lalu berjalan untuk kembali ke gazebo.
"Heh, kamu."
Zeina menoleh menunjuk dirinya sendiri. "Saya, Kak?"
"Bukan, tapi yang di belakang kamu."
Zeina merasa bingung dengan maksud pria di depannya. Bukannya hanya ada mereka berdua di sini? Atau jangan-jangan .... Tiba-tiba saja tengkuknya merasa geli, gadis itu merinding.
Arion terkekeh kecil. "Ya kamu lah. Emang ada orang lain selain kita berdua disini?"
Zeina menggeleng.
"Nama kamu Zei, right?"
Kali ini Zeina mengangguk.
"Yang lengkapnya apa? Zeila? Zeiya? Zeizei?" tebaknya ngawur.
Dahi Zeina berkerut bingung. Kepo sekali, pikirnya.
"Saya rasa itu gak penting untuk Kakak tahu," ujar Zeina. Ada nada tak suka terselip dikalimatnya.
"Username ig aja deh kalo gitu." Ternyata Arion tidak peka dengan ucapan Zeina. Dia menyodorkan ponselnya.
"Saya gak main sosmed, Kak." Zeina lagi-lagi menolak. "Maaf. Permisi, Kak."
"Id Line kamu atau nomor WhatsApp dong!" Arion masih belum menyerah. Dia bahkan menaikkan suaranya beberapa oktaf saat melihat Zeina berjalan menuju temannya berada.
"Jual mahal banget," gumamnya kesal. Lalu kembali ke ruang tamu.
"Nama kamu Zei, right?" Ibel mengejek.
Dimas terbahak. "Sok iye banget lu, Jamal."
Panji sibuk dengan stick PS yang ada ditangannya. Dia sedang bermain Mario Bross.
"Baru kenal kok udah minta nomor WhatsApp." Radian ikut menimpali. "Pelan-pelan lah anjir lu malah langsung nyosor."
"Bel." Ibel menoleh.
"Bantuin gua. Minta adik lu buat bagi WhatsApp dia dong."
"Ada hadiahnya gak nih?"
"Kalau berhasil, ya, ada."
"Parah lu itu privasi orang woi," ujar Dimas.
"Ya gapapa lah yang penting gak gua hack kan?" bela Arion.
"Hati-hati. Bokap dia galak." Semua menoleh pada Panji. Sedari tadi lelaki itu hanya menjadi pendengar.
"Lu kenal?" Arion bertanya.
Panji gelagapan sendiri karena ucapannya. "Enggak. Cuman tebak aja, biasanya cewek cantik pasti bokapnya galak."
Arion, Dimas, dan Ibel mengangguk-angguk sedangkan Radian menyipitkan matanya menatap Panji.
"Apa?" Panji yang peka pun bertanya.
"Gapapa."
Panji berdiri. "Gua cabut dulu, ya."
"Dih mau kemana lu?" Ibel bertanya.
"Jemput cewek gua."
"Bucin-bucin." Dimas menggeleng dramatis lalu dia ikut membereskan barang-barangnya. "Gua balik, ya," ucapnya.
"Lah balik juga lu?" tanya Ibel.
"Yoi, kangen anak gua," jawabnya.
"Yaelah. Bapak baru."
Diantara mereka berlima memang hanya Dimas yang sudah menikah dan baru-baru ini dikaruniai seorang bayi perempuan lucu, Panji yang begitu bucin, Ibel yang belum lama juga sudah tunangan, Radian yang sedang menjalin hubungan LDR dengan pacarnya, dan terakhir Arion yang beberapa jam lalu jatuh cinta pandangan pertama dengan perempuan berinisial Z itu.
"Lu gak balik juga?" Ibel bertanya pada Arion.
"Nanti deh, numpang tidur, ya." Arion berbaring di karpet bulu yang ada di sana.
"Gua juga deh," ikut Radian membaringkan tubuhnya.
"Turu dah lu."
Ibel beranjak membersihkan hasil kerusuhan teman-temannya. Membiarkan Arion masuk ke alam mimpinya dengan tenang.
🦋🦋🦋
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Huis
RandomBenar adanya jika rumah tidak harus berbentuk bangunan. Ini yang dirasakan Zeina; Gadis 21 tahun yang ditakdirkan untuk menjadi anak pertama. Tentu saja takdir itu bukan sesuatu yang mudah. Perlu mengubur banyak mimpi demi mewujudkan mimpi sang adik...