PART 5

53.2K 70 0
                                    

PAK JASIM POV

Namaku Jasim Imran, menurut artinya dalam bahasa Arab, Jasim bisa dimaknai sebagai pria yang gagah, kuat, dan berotot. Di usiaku yang sudah menginjak 56 tahun, badanku sudah tak lagi seperti arti namaku. Perutku mulai membuncit, dengan beberapa timbunan lemak lain yang terlihat di banyak tempat. Wajar karena di masa senjaku ini Aku sudah tak lagi bekerja kasar seperti masa mudaku dulu. 

Sekarang kegiatanku hanya mengelola rumah kontrakan peninggalan mendiang mertuaku, itupun tak banyak menguras energiku, malah lebih banyak waktuku terbuang untuk memelihara burung-burung kesayanganku. Meskipun begitu Aku masih rajin berolahraga untuk menjaga kebugaran, maka jangan heran disaat banyak sahabat seusiaku yang sering keluar masuk rumah sakit karena keluhan kesehatan, Aku justru tak pernah sekalipun merasakan pengalaman itu. Badanku fit 100%.

Mariyati, adalah nama istriku. Usia kami terpaut 5 tahun saja. Kami menikah sudah hampir 30 tahun, dan selama itu pula kami tak dikaruniai seorang anak pun. Dulu hal ini membuat kehidupan pernikahanku dengan Maryati menjadi sangat hambar, bahkan sering juga menjadi pemicu terjadinya pertengkaran. Omongan miring tetangga dan keluarga sudah sangat sering kami dengarkan hingga terasa kebal di telinga.

 Berbagai macam usaha untuk mendapat keturunanpun sudah kami lakukan, mulai dari pengobatan alternatif hingga jalur medis sudah ditempuh untuk mendapatkan keturunan namun sepertinya takdir berkehendak lain. Kami berdua sudah berdamai dengan keadaan dan berusaha untuk menerima kenyataan jika Tuhan tak menginginkan Aku dan istriku bisa memiliki seorang anak kandung.

Belasan tahun hidup hanya berdua saja sama sekali tak membuat kebahagiaan pernikahan kami terusik. Memang kadang selalu ada pertengkaran kecil tapi hal itu bisa segera kami atasi berdua dengan cepat. Hingga dua tahun lalu Maryati mengutarakan maksudnya untuk merawat Bagus, anak nomor dua Jayadi, adik iparku, yang baru saja lulus SMA. Tentu Aku heran dengan keinginan istriku itu, apalagi Bagus sudah memasuki usia dewasa.

"Aku pengen kayak Ibu-Ibu yang laen Mas, pergi kemana-mana dianter anaknya." Ujar Maryati saat itu ketika Aku bertanya alasanya mau mengangkat Bagus sebagai anak.

Setelah berpikir beberapa saat akhirnya Aku menyetujui keinginan istriku tersebut. Kami berdua datang ke rumah Jayadi dan mengutarakan maksud untuk bisa merawat salah satu anaknya. Berbeda dengan kakaknya, Jayadi bisa dibilang sangat produktif menghasilkan anak. Selain Bagus, Jayadi masih memiliki 5 anak lain, bahkan yang paling kecil masih berusia 2 tahun! Aku sama sekali tak mempermasalahkannya, tapi ketika melihat kehidupan ekonomi keluarga Jayadi yang jauh dikatakan mapan maka keberadaan anak-anaknya membuat hatiku miris.

Mendengar permintaan kami, Jayadi dengan senang hati mengabulkannya, pun begitu pula dengan Bagus yang entah kenapa begitu bahagia saat mendengar maksud kedatanganku dan Maryati di rumahnya kala itu. Singkat cerita sejak dua tahun lalu Bagus akhirnya ikut pulang bersama kami dan tinggal di rumahku. Awalnya Aku berniat membiayai pemuda berusia 18 tahun itu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi tapi Bagus malah menolaknya dengan halus.

"Nggak usah Pakdhe, Saya langsung kerja aja sama nemenin Budhe di rumah." Ujar Bagus saat menjawab tawaranku perihal niatku untuk membiayai pendidikannya.

Aku sempat mendiskusikan hal ini dengan Maryati, tapi sama dengan Bagus, istriku itu justru mendukung keinginan Bagus untuk langsung bekerja tanpa perlu kuliah. Awalnya berat, tapi Aku akhirnya mengikuti keinginan mereka berdua, apalagi Maryati terlihat begitu bahagia semenjak Bagus tinggal bersama kami. Aku tentu tak ingin merusak kebahagiaannya demi memaksakan kehendakku.

Beruntung Aku memiliki banyak teman yang memiliki usaha sendiri. Salah satunya adalah Maman, dia adalah teman seperjuanganku dulu ketika masih bekerja di proyek bangunan. Sekarang dia sudah memiliki bengkel motor sendiri, suatu hari Aku membawa Bagus ke sana, tujuanku tentu saja mencarikan pekerjaan untuk Bagus. Tak butuh waktu lama, Maman tanpa pikir panjang langsung menerima Bagus sebagai salah satu karyawannya meskipun anak angkatku itu sama sekali tak memiliki pengalaman bekerja di bengkel sebelumnya.

ISTRIKU DAN PRIA LAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang