02. "Hanya di Hadapanmu, Gempa"

582 72 6
                                    

CW: Harsh word, umpatan

                         .........................

"Uno!"

"Ih, Kak Aze jangan cepat-cepat menyebutnya, Duri kan jadi harus ambil kartu lagi! Ini sudah yang keempat kalinya!"

"Duri, Duri... salahmu sendiri terlambat," Blaze menggeleng pelan kepalanya sambil tersenyum sombong. "Hehe... kartuku tinggal dua loh, bersiaplah untuk menerima kekalahanmu!"

Duri menggembungkan pipinya sebal, "Ya sudah kalau begitu, nih ambil '+4' ini!" Dia mengeluarkan kartu andalannya.

Blaze tercengang begitu diserang dengan kartu tersebut, "Ah, sialan! Aku tidak menyangka '+4' adalah kartu terakhirmu tadi!"

"Aze, language," tegur Halilintar. Blaze memanyunkan bibirnya sembari mengalihkan padangannya dari sang kakak, "Sori, Bang." Tangannya segera mengambil empat buah kartu tambahan.

Duri mendengus bangga, "Jangan remehkan Duri, ya! Kali ini Duri pasti menang! Hehe... kasihan deh diomelin Kak Hali."

"Duri mau ubah warna jadi hijau!" Lanjut Duri.

Gempa tertawa melihat keributan mereka, matanya kini memeriksa tiga kartu yang dipegangnya, "Sekarang giliranku kan? Nih, uno game!" Begitu dia meletakkan semua kartunya, Blaze dan Duri menatap kaget.

"Kak Gemgem keren! Menang enam kali berturut-turut," mata Duri tampak berbinar.

"Tiga kartu dengan angka yang sama?! Bang Gem kok hoki terus sejak tadi? Kartunya pasti selalu habis paling awal," komentar Blaze. "Pada akhirnya aku selalu berdua melawan bocil ini."

Blaze mengeluarkan satu kartu, dia masih memiliki lima kartu di tangannya.

"Hump! Duri bukan bocil," Duri menyanggah, dia mengambil satu kartu lagi karena warna kartu terakhir berubah setelah Gempa menyelesaikan gilirannya. Melihat dua kartu di tangannya sekali lagi, Duri tersenyum kemenangan.

"Kalau Kak Aze bersikeras panggil Duri bocil, itu artinya Kak Aze lebih payah main kartu dibanding bocil!" Semua kartu itu ia letakkan ke meja lipat yang berguna untuk memudahkan Gempa makan di ranjang pasien. Kali ini meja tersebut sedang beralih fungsi untuk bermain kartu Uno.

"Uno game!" Seru Duri dengan semangat.

Rupanya kartu terakhir yang diambil Duri memiliki angka yang sama dengan yang sudah dipegang. Blaze yang lengah pun terlambat menyadari dan tidak sempat menyahut kodenya.

"Yay, Duri menang! Kak Aze kalah dari bocil!"

Blaze cemberut, tangannya lalu merapikan kartu yang berserakan di meja lipat. "Kalian masih mau main?" Tanya Blaze. "Kalau masih, kalian berdua saja, aku sudah selesai."

"Kenapa, Kak Aze? Takut kalah lagi ya?"

"Enggak lah, lagian kan kamu baru menang sekali dari enam kali permainan," sanggah Blaze cepat. "Aku mau lanjut belajar, persiapan untuk ujian akhir."

Blaze mengambil buku pelajaran dan segera berpindah ke sofa, duduk di dekat Halilintar yang tengah sibuk mengetik di laptop.

"Oh, benar juga. Tahun ini, kamu dan Ice akan lulus dan masuk perguruan tinggi," kata Gempa. "Sudah tahu ingin ke universitas mana?"

Blaze mengedikkan kedua bahunya, "Belum, Bang. Aku berencana satu kampus dengan Ice, sih..."

Tapi kemudian, dia melanjutkan kalimatnya dengan suara sedikit pelan, "...Mungkin satu kampus sama Bang Gem kalau mendaftar juga tahun ini."

RepairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang