06. "Belum Pantas Bertemu Sang Arunika, Taufan"

400 50 7
                                    

"Wah... kelihatannya enak sekali," Gempa memperhatikan berbagai sajian yang tertata apik di atas meja makan.

Taufan mengangkat dagu sambil tersenyum bangga, "Tentu saja! Chef Taufan dan Chef Ice ini punya sentuhan ajaib meskipun masih terbilang pemula bila dibanding dengan dirimu."

Ice yang terlihat mengantuk lebih memilih duduk dan menaruh kepalanya di atas lipatan lengan, tidak berkomentar apapun. Matanya pun perlahan mulai terpejam.

"Kak Cece kebiasaan banget, tidur tidak kenal tempat," Duri cekikikan melihat tingkah kakaknya.

Gempa berdiri secara perlahan dan duduk di kursi makan, tepat di hadapan Ice, "Biarkan saja dulu, kita tunggu sampai yang lainnya datang."

Duri melipat kursi roda milik Gempa dan meletakkannya di ujung ruang makan agar tidak menghalangi siapapun yang mondar-mandir nanti.

Taufan mendekat dan duduk di sebelah kanan Gempa, "Jadi, bagaimana acara berkelilingmu dengan Halin?"

"Tidak bagaimana-bagaimana, Kak. Tadi baru melihat ruang tengah dan memperhatikan foto-foto yang dipajang."

"Oh... nanti masih mau dilanjut? Kalau iya, aku akan ikut denganmu juga—"

"Kalau kau ikut, yang ada justru jadi ribut," Halilintar yang baru saja memasuki ruang makan langsung berceletuk.

Blaze dan Solar mengekori sang kakak pertama di belakang. Halilintar memilih kursi di sebelah kiri Gempa, Blaze di antara Ice dan Duri, sedangkan Solar di sebelah kiri Duri.

Taufan menanggapi, "Aku tidak ribut, tapi meramaikan suasana. Kalau hanya kamu yang menemani Gemmy, dia pasti bosan mendengarkan celotehan datarmu itu."

Sebuah kerutan di antara alis Halilintar mulai muncul, "Heh, itu lebih baik daripada orang yang suaranya terlampau keras dan nyaring. Dan lagi, nadaku tidak sedatar itu."

Taufan menyeringai, "Oh ya? Kamu tak lupa kejadian saat menjelaskan materi untuk membantu Blaze mengerjakan PR, kan?"

"Saking datarnya sampai dia yang hiperaktif pun ketiduran."

Blaze yang tiba-tiba disebut namanya, terlihat tidak terima. "Upan enggak usah seret-seret aku bisa, enggak? Aku tidak mau ya, ikut kena batu-nya."

"Loh, kita kan satu gank. Aku terbang, kamu ikut terbang. Begitu pula kalau jatuh."

"Itu urusan lain!"

Halilintar tersenyum miring dan balik menatap adik pertamanya, "Selamat, kau sendirian."

Gempa tersenyum lembut, "Sudah Kakak-kakakku, kita langsung makan yuk. Nanti makanannya keburu dingin. Mungkin aku akan menjelajahi rumah secara perlahan saja, aku yakin sebenarnya kalian sedang sibuk mengurus hal lain."

Halilintar dan Taufan saling bertatapan, lalu keduanya mengangguk tanda menyetujui ucapan adik mereka.

"Baiklah, lagipula kamu baru saja sampai. Sudah seharusnya kamu lebih banyak istirahat."

"Kalau itu mau Gemmy, aku enggak masalah. Tapi jika kamu butuh sesuatu, segera minta tolong pada kami, ya."

"Tentu!"

Halilintar segera mengambil piring Gempa dan meletakkan nasi di atasnya, "Apakah segini sudah cukup?"

"Iya, Kak Hali. Cukup, kok."

"Lin, berikan piring Gemmy padaku, aku yang akan ambilkan sayur dan lauknya." Tangan Taufan mengulur di hadapan Gempa, Halilintar pun mengoperkannya.

Blaze membangunkan Ice yang masih terlelap.

RepairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang