4. Anything 4 U

87 18 3
                                    

Di tengah resepsi pernikahan yang berlangsung dengan sangat kekeluargaan itu, Bintang yang tadinya ingin ikut menyumbang suara mengurungkan niatnya dan memilih jadi penonton saja yang kepayahan menahan tawa saat melihat ayahnya dan ayahnya Yura berduet di panggung sana sambil menyanyikan lagu cinta yang ia asumsikan jadul itu. Belum lagi Mamah Hani dan sulungnya Ghani juga tak ketinggalan untuk unjuk bakat seolah-olah panggung resepsi itu adalah ajang audisi Indonesian Idol.

Di tengah keriuhan yang penuh suasana bahagia itu, ponsel gadis itu pun berbunyi. Ada sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak terdaftar atas nama siapapun dalam daftar kontaknya. Dengan dahi sedikit berkerut, Bintang pun membuka pesan itu tanpa tahu kalau hal itu akan jadi salah satu hal yang disesalinya. Ya gimana nggak nyesel? Orang itu undangan nikahannya Erga sama selingkuhannya itu! But, first how the hell that bitch has the audacity to send her their wedding invitation personally to Bin? Gila apa!?

Bintang tercenung menatap layar ponselnya untuk beberapa menit. Tidak ingin membaca lebih lanjut detail acaranya. Tapi, hatinya kepo juga.

"Ah! Sialan lah!" Umpatnya yang tidak sengaja terdengar oleh Samara yang duduk di depannya.

"Heh!? Naon? Sialan, sialan?" Omelnya Samara.

"Nih!" Bintang menyodorkan ponselnya ke Samara, supaya teteh itu bisa lihat penyebab mood-nya auto hancur itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nih!" Bintang menyodorkan ponselnya ke Samara, supaya teteh itu bisa lihat penyebab mood-nya auto hancur itu.

"Waaaah.... WAAAAAAAA~" Samara and extra reaction langsung berapi-api bahkan dari membaca kalimat saja. "SINI! BIAR GUE MAKI-MAKI!" Tambahnya lagi.

"Naah~ Nggak usah, Teh. Sampah emang cocoknya sama sampah sih." Ujar Bintang berusaha sok cool tapi di dalam hatinya lagi ada angin puting beliung.

"Iya juga ya! Bener! Sampah cocoknya sama sampah. Ya udah, Bin mau ngapain? Biar Teteh temenin." Tawar Samara untuk menghibur sepupunya itu.

"Bin mau teriak." Dengan kakinya yang masih digips dan tongkatnya, Bintang berusaha berdiri membuat beberapa pasang mata langsung tertuju kearahnya yang dibalut kebaya seragam warna biru langit itu.

Bintang menghampiri Papi Oik yang baru saja turun dari panggung home band. Tanpa ba-bi-bu, Bintang langsung mengulurkan tangannya, pertanda ia minta bantuan untuk naik keatas panggung. But, Papi Oik being Papi Oik, alih-alih membantu, ia malah memberikan mikrofon wireless di tangannya itu ke sulungnya Aji Yudhistira, kemudian berkata, "Kamu nyanyi di bawah aja. Bahaya kalau naik keatas."

Here's the thing, kadang-kadang para sahabat orang tuanya itu lupa kalau Bintang sudah 22 tahun. Udah besaaar Bin tuuuh! Ya, tapi yang Papi Oik bilang ada benarnya sih. Kan nggak lucu kalau Bintang kejengkang karena tingkah impulsifnya? Mana dia lagi kesel-keselnya pula.

"Mau nyanyi apa, Mbak?" Tanya salah satu Mas-Mas home band itu padanya.

"Yang enak buat teriak apa, Mas?"

"Hah?"

Bintang memutar matanya jengah, lalu menyebutkan lagu yang menjadi pilihannya, "Mahalini 'Sial' Mas."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hide And Seek [Jay Enhypen Local AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang