Niat Kabur Yang Gagal

24.1K 1.9K 8
                                    

Matahari menyambut pagi yang tak begitu cerah. Gundukan di balik selimut itu bergerak dan selimut pun terbuka menampilkan wajah kusut seorang remaja manis.

Dia Ghali, mengucek matanya pelan, lalu berkedip-kedip untuk menyesuaikan penglihatannya. Ia tertidur kemarin malam setelah sekitar satu jam menangis dalam ketakutan.

"Ugh, apa Ghali harus kabur dari sini?"

Baru juga bangun, pikiran Ghali sudah melayang pada hal-hal yang tak ingin ia lalui. Masih dia ingat jelas rupa dan perlakuan pemuda semalam yang entah siapa itu.

Ghali turun dari atas kasur, dia pergi ke toilet yang ada di kamar itu dan hanya mencuci muka.

Dia keluar dari kamar pelan-pelan. Melirik ke segala arah, memastikan tak ada pemuda yang kemarin malam. Langkahnya perlahan menapaki lantai keramik putih itu.

Langkahnya kini menapaki tangga, semakin turun hingga sampai di ruangan besar yang ia yakini ruang tamu. Pintu sudah berada di depan matanya, hanya beberapa langkah lagi ia bisa keluar dari sini.

Senyumnya merekah saat tangannya berhasil memegang gagang pintu, namun tiba-tiba tarikan yang kuat pada kerah baju belakangannya membuat ia tersentak kaget. Wajahnya memancarkan ketakutan saat tau siapa pelakunya, pemuda yang semalam.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya dengan amarah tertahan. Dia sudah memperhatikan gerak-gerik remaja itu dari sejak turun tangga.

Ghali menelan ludah gugup dan menunduk, memelintir jari-jarinya.

"Jerio Killian Damaston, jawab pertanyaanku!"

"Hiks..."

Ya, isakan itu adalah jawaban yang Ghali berikan.

Dia bukan Jerio Killian Damaston dan kehidupan remaja ini bukan kehidupannya. Ghali tak suka, ia ingin kembali pada kehidupan lamanya atau benar-benar kembali ke pangkuan Tuhan daripada seperti ini.

Tanpa aba-aba Kendrick menggendong tubuh Jerio koala style membuat si empunya memekik kaget tapi juga takut.

Takut. Khawatir. Sedih. Itu yang setia melekati keadaan Ghali saat ini entah sampai kapan.

Kendrick membawa Ghali ke kamarnya yang bernuansa gelap, sedikit menakutkan bagi Ghali yang tak suka kegelapan.

Dia menundukkan Ghali di atas kasur, kemudian berdiri di depannya dengan tatapan yang begitu intens pada manusia mungil itu.

"Kau belum menjawab pertanyaanku." Ucapnya menagih.

Kendrick paling tak suka jika pertanyaan yang diajukannya tak sama sekali mendapatkan jawaban. Apalagi dengan sengaja diabaikan.

"Mau keluar rumah dan menjadi berandalan lagi, huh?" Tanyanya.

Ghali spontan menggeleng dan nampak kaget. Dia tak ada niat menggeleng, dia hanya spontan, seakan ada dorongan yang mendesak.

Kendrick menaikkan sebelah alisnya.

"S-siapa?"

Akhirnya Ghali membuka suara, menanyakan siapakah sebenarnya sosok pemuda itu. Kendrick terdiam, kenapa adiknya itu bertanya namanya? Dia bahkan secara diam-diam sering mendengar anak itu menyebut namanya yang disandingi umpatan.

Kendrick tak bereaksi lagi. Dia keluar tanpa sepatah kata pun dan mengunci pintu dari luar membuat kedua bola mata Ghali membulat dan panik.

Dia turun dari atas kasur dan menggedor-gedor pintu sekuat tenaga walau percuma. Kendrick sudah berjalan menjauh dari sana.

"Bawa Atlas Manggala kemari, sekarang!" Perintahnya pada Bert Sacher, tangan kanannya.

Bert tanpa banyak basa-basi mengangguk patuh lalu pergi untuk melaksanakan titah tuannya.

Sementara itu Ghali kembali menangis di dalam kamar Kendrick. Kenapa takdirnya berjalan seperti ini? Ia lebih ikhlas meninggalkan dunia ketimbang hidup kembali dalam keadaan seperti ini.

Ini menakutkan. Seperti mimpi buruk yang menjadi kenyataan.

"Bunda...."

Ghali Becomes RioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang