Entah berapa lama Rio tertidur, yang pasti kini dirinya mulai menggeliat tak nyaman saat merasakan tetesan air di wajahnya. Perlahan-lahan ia membuka matanya dan melotot kaget, secara spontan dia menendang cowok yang tengah mengungkungnya dengan bertelanjang dada dan rambut masih basah itu.
"Anjir, punggung mulus guaaa!" Teriaknya ketika jatuh dari atas ranjang dengan membentur lantai begitu kuat.
Sedangkan Rio malah jadi panik dan turun dari ranjang untuk berniat membantu cowok itu berdiri.
"Maaf, maaf, Ghal— eh, Rio nggak sengaja, Kak, maaf." Rio membantunya berdiri meski kesusahan karena badan Rio lebih kecil daripada orang yang dibantunya berdiri.
Cowok itu meringis lalu menatap Rio.
"Duduk dulu lo, cepet!" Suruhnya mutlak.
Entah sudah 'terbiasa' menurut atau apa, Rio langsung duduk.
Cowok itu mengamatinya dengan mata menyipit membuat Rio kurang nyaman. Siapa lagi cowok ini? Jelas dia bukan Kendrick walau sedikit ada kemiripan di wajah mereka.
"Eh, sebenernya lo ini Ghali dan bukan Rio adek kandung gue? Maksud gua jiwanya?"
Rio menelan ludah gugup tetapi tetap mengangguk. Dia sedikit polos untuk memainkan peran, jadi begitulah.
Cowok itu menatap Rio dari atas ke bawah, lalu kembali lagi ke atas. Dia lalu mendekatkan wajahnya dan mengapit dagu Rio sedikit kencang.
"Lo nggak lagi main drama, kan?" Tanyanya intens.
Rio menggeleng dan matanya berkaca-kaca menimbulkan percikan aneh di hati cowok itu.
Walau mereka tak begitu memperhatikan Rio atas hidupnya, tapi mereka tahu seberapa berandal dan liarnya anak itu.
Dia melepaskan tangannya dari dagu Rio, bersedekap dada dan berkata. "Oh, yash, kalo gitu salken, nama gue Zilar Damaston, kakak ketiga lo. Mau gak mau lo harus jadi milik kami, jangan main-main, oke, Babe?"
Rio mengangguk sambil menyeka air matanya yang turun. Dia merasa bahwa dirinya ini begitu tidak berguna. Di kehidupan lama dia sudah berusia 18 tahun tapi masih saja bersikap seperti anak bau kencur yang cengeng, manja, dan suka merajuk jika tak dibolehkan makan permen.
Dia kembali hidup di raga yang usianya sama dengan dirinya, lagi-lagi Ghali tetaplah Ghali meski tubuh yang dipakainya adalah tubuh Jerio Killian Damaston yang dia sendiri tidak mengenalnya.
"Keluarlah!" Suruh Kendrick yang baru saja datang.
Zilar menoleh padanya dan menyengir. "Bang, kiw, jangan sampe lepas ini kucing ya. Oh, btw gue pinjem dulu satu cologne lo, punya gue abis and gue mau kencan sama ayang Lisa, bye!"
Memang niat awalnya tadi hanya untuk meminjam —lebih tepatnya meminta— salah satu cologne Kendrick karena cologne miliknya habis. Tapi pemandangan di atas kasur malah mengalihkan perhatiannya yang bahkan belum mengeringkan rambut dan belum memakai baju, hanya mengenakan boxer.
Kendrick tak menggubris adiknya dan menghampiri Rio yang masih menunduk.
"Kenapa menangis?" Tanyanya, tetapi Rio menggeleng.
"U-um, itu tadi juga kakakku?" Tanya Rio yang dijawab anggukan oleh Kendrick.
"Masih ada 2 saudara lain yang belum kau temui, tunggu saja. Sekarang mandilah dan turun ke bawah untuk makan malam."
Ah, ternyata Rio tidur selama itu? Dari siang sampai malam.
Rio menuruti ucapan Kendrick dan segera membersihkan diri di kamar mandi yang ada di dalam kamar tidur Kendrick. Kendrick menunggunya di atas kasur sambil menatap tajam pintu kamar mandi.
Perkara Zilar, memang Kendrick berterus terang pada adiknya itu walau sang adik sempat mengatainya tidak waras. Tapi memang dasarnya Zilar sendirilah yang 'tidak waras' jadi dia cepat percaya saja pada kakak tertuanya itu.
Lagipula hati mereka semua memang sudah sangat menggelap terhadap Rio yang asli, sama gelapnya dengan hati mereka terhadap bunda mereka sendiri, yang ketika kematiannya tak membuat mereka bersedih atau merasa kehilangan.
Lantas, apakah mereka akan menyia-nyiakan kesempatan dengan melepaskan kucing manis dari terkaman jiwa serigala buas mereka? Tentu tidak. Persetan jika itu tubuh orang yang mereka benci, sekarang mereka merasa lebih buas pada jiwa yang ada di dalam tubuh itu.
Keluarga Damaston memiliki kegilaan tersendiri.
Sedangkan di dalam kamar Zilar...
"Asik, asik!! Dapet 'kucing manis', kiw, kiw. Dah ah, sekarang waktunya meluncur ke rumah ayang Lisa, yuhuuu!!!"
Lihat, dirinya memang 'kurang waras'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghali Becomes Rio
Teen FictionGhali pemalu dan kurang interaksi dengan dunia luar. Dia anak tunggal dan hanya hidup bersama bundanya, karena ayahnya telah tiada. Nasib malang menimpa Ghali yang berniat menolong sahabatnya justru merenggut nyawanya. ~ Jerio Killian Damaston, put...