Ketiga : Lulus?

846 105 29
                                    

Pemuda bernama belakang Sagala itu menunduk kepada pria di hadapannya. Kepalanya mendongak dan mendapati senyuman kecil di wajah calon atasan.

"Terimakasih banyak sudah anterin saya sama temen, hm P-pak Marshall..." Kata Husen dengan gugup memanggil nama pria itu.

Marshall mengangguk.

Saat Jay— teman Husen pingsan, Marshall membantu calon bawahannya membawakan Jay hingga sampai di flat mereka. Tentunya diekori oleh Cedric atau yang akrab dipanggil Pak Wirawan dengan wajah mutung.

Marshall mendekat selangkah, membuat Husen tergagap melihatnya.

"Kamu masih mau minum? Kalau iya, temani saya."

Husen agak terhipnotis dengan wajah itu. Tapi buru-buru hilang karena tatapan tajam dari Cedric mengganggunya.

Sadar, Marshall menoleh ke temannya itu dan menggelengkan kepalanya.

"Kalau kamu takut sama Cedric, bilang aja."

"P-pak—"

"Shall?!" Panggil Cedric tak terima.

Marshall menggulirkan bola matanya lalu mendekat ke Cedric.

"Cedric." Panggil Marshall dengan nada datar.

Cedric mengusap mukanya kasar. Amarahnya sudah memuncak apalagi saat Marshall menunda acara minum mereka, sekarang di terpaksa menerima pembatalannya.

"Husen, kamu urus Pak Marshall."

Perintah mantan rekan kantornya lalu pergi dengan mengambil kunci yang Marshall berikan.

Husen menyerngitkan dahi sedikit tak terima dengan perintah seenak jidat si Wirawan.

Tetapi, pria pirang itu membalikkan wajahnya, "Ayo!" Ajaknya.

Hingga mereka berdua duduk di pantry bar saat ini.

Keduanya masih terdiam dengan Marshall yang meneguk beberapa alkohol. Alunan lagu klasik yang mengisi ruangan. Sedangkan, Husen merasa canggung dengan pelan mengecap birnya.

"Terimakasih ya pak udah beri kesempatan, hm untuk yang kemarin itu s-saya..."

Husen masih tergagap berbicara.

"It's okay. Semoga kamu bisa lebih baik nanti ya, calon istri saya?"

Kalimat Marshal cukup membuat Husen terkaku bukan main. Wajahnya terpucat dengan lidah kelu.

Respon Husen berhasil membuahkan tawa dari Marshall.

"Bercanda, haha."

"Ishh Pak Marshall!"

'Jomok banget ni orang, tapi ganteng...'

Kesal Haechan, wajahnya memerah malu dikibulin seperti tadi. Statusnya agak goyah juga.

"Husen, saya boleh minta kalau sedang di luar seperti ini jangan panggil saya dengan pak. Tua banget rasanya apalagi saya belum resmi jadi bos kamu."

Terkekeh kecil, Husen menggaruk kepalanya yang tidak gatal meredam rasa canggungnya.

"M-maaf jika saya lancang ya, hmm—"

"Mas."

"M-mas?"

Marshall mengangguk, "Umur kita nggak beda jauh. Mungkin, kalau mau panggil nama saja saya tidak masalah. Berhubung saya juga mau memahami kamu lebih lanjut."

Tatapan serius dengan mengucapkan kalimat itu sukses membuat Husen cengo dan makin mempertanyakan orientasi seksualnya.

"Ah, I mean... Let me do small interviews about you that are related to my own team. Do you?"

After Corporate's Cubicle - Markhyuck Local Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang