4. Karna Piatu

121 18 0
                                    




---------~☆~---------

Tubuh Sean basah kuyup, bibirnya pucat akibat air dingin yang tersiram padanya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan wanita brengsek itu.

"Duh, sayang. Lantainya kok basah?" tanya Azka kepada wanita itu. "Aku tadi nyiram dia pake air es, maaf ya bikin lantainya basah." jawabnya menggoda Azka.

"Oh, kalau begitu, SEAN! Pel lantainya sampai bersih dan ga licin." ujar Azka tanpa rasa bersalah, Azka langsung menggandeng Wanita tersebut hendak keluar ruangan.

"Oh iya, saya mau keluar sebentar. Setelah selesai kamu ganti baju pakai baju bekas di gudang dan pulang bersihkan rumah. Saya tidak mau kamu terlihat jelek menjatuhkan nama baik saya." tegas Azka yang diangguki oleh Sean.

Sekarang hanya tersisa Sean yang masih duduk bersandar pada tembok berwarna putih khas ruangan Azka. Menghela nafas, merasakan sakit di badannya juga sedih mengingat bundanya. Mengingat bagaimana kebahagiaan nya dulu yang tercipta sebelum bundanya meninggalkan Sean sendiri. Sungguh, menurut Sean mungkin di tempat bundanya sangat bahagia tanpa harus menghadapi iblis.

Sean mengambil handphone nya, retak lagi. Berusaha menekan tombol on yang ada pada handphone. Melihat jam tertulis jam 14.20.
Segera Sean bangkit dari duduknya dan mengganti pakaian.

Saat Sean hendak keluar dari gudang, tiba tiba pusing menghantam kepalanya keras. Tubuh Sean ambruk tak dapat menahan denyutan kepalanya. Jantung yang berdetak lebih cepat, Sean tahu ia sedang kambuh. Ya, anxiety disordernya kambuh.

Sean berusah untuk bangun, mencari keberadaan kotak p3k yang ada pada ruangan ayahnya.

ah, ketemu!

Ia mengobrak ngabrik isi kotak tersebut, mencari obat penenang yang sama dengan miliknya. Saat Sean berhasil menemukan, ternyata obatnya banyak yang sudah hancur. Sulit untuk diminumnya. Terpaksa Sean mengumpulkan terlebih dahulu potongan obat tersebut dengan denyutan kepala yang tak berhenti.

Setelahnya ia mengambil segelas air, dan meminum obat tersebut. Efeknya tidak langsung terjadi, ia masih merasakan sakit kepala dan jantungnya yang berdetak cepat.






Beberapa menit berlalu. Sean sudah sedikit tenang. Sean langsung beranjak dari duduknya, memutar knop pintu untuk membukanya. Lalu keluar untuk pulang kerumah. Menekan tombol lift, pintu lift terbuka memperlihatkan sang supir yang akan menjemputnya. Namun sudah bertemu di lift, maka mereka segera turun dan menuju kediaman Sean dan Azka.

"Pak, nanti tolong antarkan saya ke apotek biasanya sebentar, boleh?" tanya Sean sambil menggunakan sabuk. "Tentu saja, Tuan." Sean tersenyum manis pada spion dalam mobil. Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata, menuju ketempat pertama dimana Sean selalu berkunjung ke situ. Sampai di apotek Sean segera turun dan memasuki apotek.

"Eh, Sean? Mau obat lagi, ya?" ucap dokter apotek. "Eum, iya. Tapi utang lagi ya, dok Vian." ucap Sean, Sean dan Vian sedah lumayan dekat. Karna suatu kejadian yang lama.

FLASHBACK

Pulang sekolah di jam empat sore, Sean berjalan di trotoar sendirian karna kedua temannya masih mengikuti eskul disekolah yang menyebabkan pulang lebih lama. Berjalan sedikit sempoyongan karna capek dan pusing.

Segera Sean beristirahat dengan berjongkok bersandar pada pot tanaman yang ada untuk hiasan trotoar. "Huft, capek. Kenapa haltenya jauh banget sih." keluh Sean karna halte bus yang menurutnya sangat jauh. Tidak mau menunggu lama akhirnya Sean memaksakan untuk tetap berjalan ke halte menunggu bus datang.

Namun paksaan itu membuat Sean sendiri semakin pusing, keringat berucucuran di pelupuknya. Cuaca juga tidak mendukung.

Lama-lama pandangan Sean kabur, ia mulai berpegangan pada tiang-tiang di sekitarnya untuk menjaga keseimbangannya. Namun apa daya, lemas tetap lemas.

Bruk...

***


Kedua manik fox mengerjap-ngerjap, ia berada pada ruangan asing berbau obat. Khas seperti rumah sakit atau pukesmas. Lampu menyorot terang, sedikit membuat Sean menyipit karna terangnya lampu.

"Eh, sudah bangun ya. Kamu ada di pukesmas, maaf saya membawamu. Tadi saya melihat kamu pingsan di trotoar." mendengar perkataan pria disampingnya membuat Sean ingat apa penyebabnya tidur di kasur pukesmas. "Ah, makasih." ucap Sean sambil tersenyum.

"Rumah mu dimana, dek?" ucap pria itu, pria itu terlihat lebih tua dari Sean. "Eum, komplek ******* jalan ***** nomor 12." jawab Sean.

"Oh, begitu. Oiya saya lupa, perkelankan saya Alvian Kavindra yunanda, dokter di apotek Sejahtera Bangsa." ucap pria itu. "Oh, hai dokter. Aku Sean Haritama." ucap Sean dengan senyum manisnya yang tak ketinggalan. "Nama yang cantik." ucap dokter itu.

"Ngomong-ngomong kamu punya anxiety disorder ya?" tanya Vian, "Iya, dok. Aku tadi lupa minum obat soalnya habis. Jadi tepar di trotoar deh, maaf ya dok udah ngrepotin." ucap Sean sungkan.

"Kalau begitu, mulai sekarang kamu boleh ambil obat ke apotek saya, gratis. karna kamu piatu, saya kasihan." ucap Vian.

bagaimana dia tahu?

"Saya tahu dari biodata kamu, jangan khawatir." jawab Vian spontan sambil mengelus surai rambut Sean. "Makasih banyak, dok." canggung Sean.

Ah, kelembutan ini udah ga bisa Sean dapatin bun. Cuma dulu Sean pernah di usap ayah.

FLASHBACK OFF

"Ini, Sean obatnya." Vian memberikan obatnya. "Maaf, dok. Aku sering repotin dokter." ucap Sean sedikit menunduk.

"Udah bawa aja, kapan-kapan ajak ayahmu kesini ya. Om belum pernah lihat ayahmu." Sean seikit bimbang dengan perkatan Vian.

Ia ingin sekali memperkenalkan ayahnya, namun kalian tahu sendiri 'kan? Ayahnya tidak pernah peduli dengan Sean.

---------~☆~---------

TBC
Maaf kali ini pendek, aku agak sibuk. Ya semoga
part selanjutnya panjang.
jangan lupa voting :p
kapan-kapan lagi♡

jangan lupa voting :pkapan-kapan lagi♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ALVIAN KAVINDRA YUNANDA

TRAITOR? || SunWonKi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang