9. Teman?

122 19 0
                                    




---------~☆~---------

Setelah kemarin bermain di rumah Riki, Juna pulang dengan beban pikiran yang sedikit memudar. Lebih tenang dari sebelumnya.

Hari ini sudah seperti biasa, ke sekolah untuk mencari ilmu dan menyapa banyaknya pelajaran.

Namun beruntung pada kelas Juna dan Riki, saat ini sedang jamkos. Tidak sedikit murid-murid yang bermain ponsel, ataupun saling bercerita.

"Jun, lo ada makanan ga? Gue laper deh." ucap Riki, "Dih, gaada. Minta aja sama Se-" Juna lupa, lupa bahwa teman satunya lagi tidak ada. Mengingat bagaimana Sean yang selalu ada di kedua sisi temannya, Juna merasa kehilangan dan sedih. Namun bagaimana lagi?

"Ck, masih mikirin dia lo?" ucap Riki yang langsung menaruh kepalanya di meja, "Dia dimana ya? Gue kangen." jawa Juna.

"Dih kangen ama dia mah stres lo." Juna tak menghiraukan perkataan Riki, ia membuka ponselnya. Sialnya ada berita tentang Sean di grup sekolahnya, lebih tepatnya video Sean.

Segera Juna membuka pesan tersebut dan menyetel video nya lagi. "Dih nonton bok*p lo ya?" tanya Riki yang sengaja mengintip di samping Juna.

"Temen lo sendiri goblok." ucap Juna, "Ngapain liatin dia, jijik gue." Riki kembali menaruh kepalanya di meja.

Tunggu, ko bisa mirip? Kebetulan kali ya?

Tiba - tiba saja Juna bertanya pada dalam hatinya kala melihat gelang ungu yang dikenakan sang kameramen persis sama seperti yang ia lihat di rumah Riki kemarin.

Juna menatap Riki yang sedang memejamkan matanya dengan wajah bertanya tanya, partner sean di video siapa ya?

"Kenapa lihatin gue? Naksir ya?" ucap Riki memecahkan lamunan Juna yang menghadap wajahnya, "Dih najis, gue lihatin lo karna mirip kebo soalnya." ucap Juna yang di balas kekehan dari Riki.

***













Kini pagi hari, di hari minggu. Juna sedang tidak baik - baik saja, karna dari kemarin pikirannya masih berkecamuk dengan Sean.

Hari ini ia memutuskan pergi ke rumah Sean, barangkali ada sedikit informasi dari Azka atau tetangga-tetangga Sean.

Juna menaiki motornya, memakai helm yang menutup separuh wajahnya. Mengendarai dengan santai seiring lagu di Airpods nya berbunyi.

Tujuh menit berlalu, kini Juna sudah berdiri di depan gerbang rumah Sean.

Ting, tong!

Bel rumah Sean di tekan, membunyikan suara yang nyaring di dalam. Bahkan sedikit terdengar dari luar.

Satu menit menunggu, tak kunjung terbuka gerbang tersebut, Juna menekan tombol bel lagi. Namun tetap saja hasilnya sama. Sekali lagi ia menekan tombol bel tersebut. Nihil, sama saja dengan sebelumnya.

Juna sudah pasrah, ia tidak mau seperti orang aneh yang terus menerus menekan bel rumah orang. Akhirnya mau tidak mau ia membuka ponselnya, menelefon sang pemilik rumah.

"H-halo?" ucap Juna pada telfon.

"kenapa menelfon saya?" ucap orang di sebrang telfon.

"Om, saya Jun-"

"Tudep bisa? Saya lagi sama istri saya." Juna menyeringit heran, sejak kapan Azka memiliki istri? Kapan menikah? Kap-

"Halo?! Saya matikan loh!" Juna segera sadar dari pertanyaan nya.

"Om tau kabar Sean, tidak? Saya mau ketemu Sean." ucap Juna to the point.

"Oh, saya juga masih nyari jalang itu. Oh iya kalo ketemu nanti bawa kerumah ya. Biar saya bunuh langsung." ucap Azka yang sukses membuat Juna bergedik ngeri. Sungguh orang yang tidak bisa dibilang ayah.

"O-oh begitu." ucap terakhir Juna sebelum sambungan yang langsung dimatikan.

Juna sedikit geram dengan iblis satu ini, benar-benar membuat darah nya naik ingin memukul bajingan ini.

Akhirnya Juna memutuskan untuk pergi. Berkecamuk dengan pikiran sendiri membuat perutnya lapar, ia menuju market terdekat untuk membeli makanan dan apa yang di perlunya.

Setelah selesai membeli ia duduk di tempat duduk yang berada di luar market, angin pagi masih sejuk menerpa wajah tampannya berbeda dengan siang hari yang sudah banyak polusi udara.

Di tengah ia menikmati makanannya matanya tertuju pada benda berkilau di dekat bak sampah. Sepertinya perlu di cek?

Akhirnya Juna beranjak dari tempat duduknya menuju tempat beradanya benda berkilau tersebut.

Handphone? Punya sape nih?

Juna mengambilnya dan segera kembali ke tempat duduknya, membolak balikkan ponsel tersebut. Sepertinya Juna kenal dengan ponsel yang memiliki casing berwarna mint ini.

Benar ini milik Sean. Lantas kenapa ada disini? Begitulah pertanyaan Juna.

Akhirnya Juna membuka ponsel Sean, ia hafal kata sandi ponsel temannya ini. Terlihat lagu yang terakhir di putar ponsel ini sama seperti lagu yang sekarang Juna dengarkan.

'I Need The Light -Enhypen'

***

"A-ahk, lepasin aku, aku g-ga ada salah apapun. Hiks hiks.." lagi lagi remaja bermanik coklat ini meneteskan kembali air matanya kala pelaku sedang menyiksanya yang terduduk lemas dikursi.

"Haha lo tau ga? Video lo udah kesebar. Banyak yang udah percaya kalo lo jalang. Makannya jangan sok keren." ucap remaja asing di depan Sean ini.

"T-tapi aku ga sok keren, lagian aku ngapain?" tanya Sean sambil berusaha menahan rasa perih di setiap luka yang berada di tubuhnya.

"Lo itu udah bikin adek gue insecure. Dia selalu ngeluh karna nilainya dibawah lo terus. Dan disitulah nyokap gue marahin dia terus." ucap remaja asing tersebut panjang lebar.

"T-tapi nilai kan sesuai kemampuan masing-masing." Sean hanya dibalas tamparan kuat dipipinya.

"Bisa-bisanya lo ngerendahin adek gue, sialan!" remaja tersebut mencambuki badan Sean kembali. Mungkin selama hidup, ia tidak pernah tidak merasakan perih. Sungguh anak yang malang.

"Asal lo tau, adek gue itu salah satu dari temen lo. Tapi gue pastiin lo mati duluan." ucap remaja asing penuh penekanan sambil menepuk-nepuk pipi Sean, setelahnya ia pergi.
























Huft, siapa lagi? Itu tidak mungkin. Bunda, beri Sean petunjuk. Sean tidak tahu. Tapi Sean mau ikut bunda.

---------~☆~---------

TBC
Maaf cuma dikit, lagi sibuk soalnyaa.
Jangan lupa voment yaa
kapan-kapan lagi♡




TRAITOR? || SunWonKi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang